Peristiwa
tragis terhadap Indra Kailani, anggota Serikat Tani Tebo (STT) dalam
“pembunuhan berencana” oleh Unit Reaksi Cepat security PT.
WKS memantik kemarahan mendalam kepada saya. Mengenang gaya anak muda
dalam setiap pertemuan kepada korban membuat isak tangis kamipun
pecah. Kami terisak-isak mendapatkan kabar terbunuhnya dan proses
mencari mayat yang dibuang jauh dari lokasi permulaan keributan.
Ya.
Interaksi saya dengan almarhum sejak 2 tahun terakhir ini membuat
proses advokasi Lubuk Mandarsyah, Tebo dengan PT. WKS menjadi lebih
berarti. Tubuhnya biasa-biasa saja dengan kulit hitam namun bersih.
Sebagai anak muda, tentu saja gaya rambut tidak pernah ketinggalan
mode. Dengan rambut dilecek disisi kiri dan sisi kanan namun tengah
rambut ditarik ke atas mengingatkan gaya rambut Becham ketika sedang
berjaya-jaya di Manchester United.
Suasana
senda gurau baik sebelum pertemuan maupun setelah pertemuan membuat
suasana menjadi lebih santai. Padahal dipundak mereka, saya sadar
mereka telah berjuang sejak tahun 1996, pecah koflik terbuka dan
diikuti dengan pembakaran alat-alat berat PT. WKS dan kembali
berjuang 2 tahun terakhir ini.
Sosoknya
periang. Dinamis. Suka berkelakar. Ringan tangan. Dalam cerita-cerita
di kampung, peran yang sering dilakukan oleh Indra lebih tepat
disebut sebagai Kepak rambai Hulubalang. Entah terjemahan apa yang
bisa disebutkan. Namun yang pasti. Dialah yang disuruh untuk
mengundang dalam acara pertemuan, mendatangi rumah apabila yang
ditunggu belum datang. Mengantarkan undangan, memanggil kepada
undangan yang tertinggal. Peran ini tidak bisa diremehkan. Apabila
waktu yang ditentukan, belum bisa dimulai pertemuan, sementara hari
hujan. Maka dibutuhkan “kerelaan” menempuh hujan untuk
memanggil yang diperlukan. Indra kemudian bangkit dari duduknya,
mengambil kunci motor, jaket dan langsung menunaikan tugasnya dengan
baik.
Dengan
keriangan, kecerian di tengah konflik membuat “suasana”
kekeluargaan lebih kental didalam membangun kebersamaan. Di saat
itulah kemudian saya belajar bagaimana “sulitnya” menjaga
irama perlawanan di tengah berbagai hambatan terhadap perjuangan
mereka.
Pokoknya
suasana “ribet” di kepala para pejuang memikirkan
tanahnya, di kepala Indra hanyalah gurauan. Entah apa “energi”
di kepala. Melihat konflik yang begitu rumit di Lubuk Mandarsyah
namun bisa dibawa dengan tertawa sambil “mengejek” lawan
bicara. Boleh dikatakan dengan tingkah laku yang dibawakan oleh
Indra, membuat kami “sejenak” melupakan persoalan.
Sehingga bisa dipastikan, Indra cukup dikenal oleh masyarakat Lubuk
mandarsyah.
Dalam
ujaran bijaksana. Kita harus belajar kapanpun. Dengan siapapun dan
dimanapun.
Namun
jangan tanya semangat kepahlawanan. Dengan berapi-api, dia akan
bangkit dari duduk lesehan diskusi apabila adanya “issu”
penyerbuan terhadap tanah di Bukit Rinting (lokasi yang sedang
berhadapan dengan PT WKS), Lubuk Mandarsyah, Tebo. Dia akan
teriak-teriak sembari mondar-mandir mengajak perang. Sikap
kepahlawanan yang sering diperlihatkan oleh Indra membuat kami tidak
berani bermain-main dengan Indra. Indra dikenal sebagai anak muda
yang gigih dibarisan depan menuntut tanah berhadapan dengan PT. WKS.
Keteladanan yang diperlihatkan oleh Indra membuat saya kemudian
banyak belajar tentang arti kepahlawanan.
Dari
diri Indra saya kemudian menemukan makna kepahlawanan.
Pertama.
Tetap yakin dengan pilihannya. Dengan tetap mengepal tangan, Indra
telah berhasil mengajarkan kepahlawanan. Kepahlawanan dibuktikan
dengan tetap keyakinan di tengah proses mendapatkan hak. Itu
pelajaran yang tidak perlu disebutkan oleh Indra.
Kedua.
Konsistensi. Di tengah semakin apatisnya terhadap proses merebut hak,
Indra berdiri dari setiap kesempatan. Tidak pernah dia mengeluh
apalagi kabur. Dengan tetap gaya khas anak muda, dia selalu berdiri
didepan sambil tidak pernah lupa tangan terkepal.
Ketiga.
Memacu motivasi. Sebagai anak muda, di tengah sikap mulai jenuh,
bosan, capek, Indra tampil dengan kocaknya. Dengan selalu menampilkan
kekocakan, keriangan, dia berhasil menjaga asa perlawanan. Menjaga
asa dalam waktu panjang memang memerlukan “energi” yang luar
biasa. Sehingga tidak salah kemudian Indra sering dipercaya untuk
mempersiapkan berbagai pertemuan.
Keempat.
Rendah Hati. Walaupun banyak sekali pertemuan yang berhasil
dipersiapkan dengan baik oleh Indra, namun dari Indra tidak keluar
satu katapun tentang kesuksesan acara tersebut. Setelah selesai
pertemuan, Indra malah menyisingkan lengan, mengangkat piring, gelas
ke dapur. Indra tidak pernah mau dipuji. Sayapun mendapatkan jawaban
ini setelah pengakuan dari Ibu Almarhum. Indra tidak pernah sama
sekali berulah, patuh kepada Ibu dan selalu mengabarkan kepada ibu.
Rendah
hati ini juga didapatkan oleh Indra selain memang ajaran ibunya yang
bijaksana yang selalu mengingatkan Indra, juga bekal agama yang cukup
baik kepada Indra.
Dengan
melihat peran Indra sebagai Kepak Rambai Hulubalang dan kepahlawanan
tidak salah kemudian saya merasa kehilangan. Dari Indralah saya
kemudian saya banyak belajar tentang kepahlawanan.
Namun
kepergiannya tetap memberikan keteladanan kepada saya.
Selamat
Jalan pejuang sejati. Dari namamu kami mendapatkan sebuah makna.