05 Mei 2015

opini musri nauli : KESEMRAWUTAN MARY JANE




Masa menikmati hingar bingar Pilpres usai sudah. Lewat 6 bulan. Jokowi sudah menghadapi berbagai tantangan dan menemukan jalan terjal yang mulai mendaki.

Salah satu tema yang membebani Presiden ketika “memerintahkan” eksekusi mati pelaku narkoba. Tema menyelesaikan persoalan narkoba di hilir dan kedaulatan Negara berhadapan dengan toleransi Negara sahabat dan wacana hukuman mati.

Sebagai prinsip menegakkan kedaulatan Negara, Jokowi tidak boleh lengah dan kalah dengan “gertakan” berbagai Negara yang mencoba menggertak Jokowi. Prinsip ini harus ditempatkan diatas kehormatan dan harga diri sebagai bangsa yang berdaulat.

Persoalan menjadi berbeda ketika kedaulatan menegakkan hokum kemudian menerapkan hukuman mati. Salah satu peninggalan hokum colonial yang masih dianggap sebagai “shock terapy” jitu terhadap kejahatan-kejahatan tertentu.

Sebagai peninggalan hokum colonial, wacana hokum mati telah menimbulkan polemic di kalangan ahli hokum. Ahli hokum terbelah. Baik yang mendukung hukuman mati maupun yang menolak. Kedua belah pihak bertahan dengan argumentasinya masing-masing. Bahkan putusan MK berkaitan dengan hukuman mati harus dilakukan voting dengan komposisi hamper berimbang antara yang mendukung maupun yang menolak hukuman mati.

Menarik akar persoalan hokum mati tidak serumit dengan Mary Jane. Mary Jane dianggap sebagai kurir membawa barang bawaan Maria Kristina Sergio, dalam perdagangan internasional sindikat narkoba

Mary Jane kemudian menjalani pidana penjara dan menggunakan hak-haknya sebagaimana diatur didalam KUHAP. Bahkan sudah mengajukan PK. Upaya terakhir yang diberikan oleh hokum. Hampir praktis tidak ada lagi upaya yang dilakukan.

Dalam praktek penegakkan hokum, tidak ada alasan Mary Jane harus dijejerkan di barisan hokumam mati. Mary Jane sudah menyampaikan permintaan terakhirnya sebelum dieksekusi.

Namun dewi fortuna masih berpihak. Presiden Benigno Aquino III langsung menghubungi Jokowi untuk meminta menunda pelaksanaan hukuman mati terhadap Mary Jane. Benigno beralasan Mary Jane diberikan kesempatan untuk menjadi saksi dan bisa menerangkan dia dijebak.

Persoalan hukumpun muncul.

Apakah hokum Indonesia menerima alasan yang disampaikan oleh Benigno ? Bagaimana proses hokum selanjutnya ? Apakah upaya yang bisa dilakukan oleh Mary Jane ?

Sebagaimana telah disampaikan pada awal narasi diatas, proses hokum terhadap Mary Jane telah selesai. seluruh upaya telah dilakukan. Proses eksekusi merupakan kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara sebagaimana diatur didalam konstitusi.

Sehingga penundaan pelaksanaan eksekusi mati terhadap Mary Jane merupakan persoalan hokum di tataran Presiden sebagai Kepala Negara ? Salah satu ranah wilayah yang tidak bisa diintervensi oleh hokum.

Namun persoalan pelik kemudian muncul. Apabila Kepolisian Philipina mampu membuktikan keterlibatan pihak lain sehingga Mary Jane tidak pantas menerima hukuman mati, maka bukti ini dapat dijadikan bahan sebagai alasan untuk meminta pemeriksaan ulang proses hokum di tingkat PK (Novum). Mary Jane dapat menggunakan berbagai sarana dan kesempatan untuk membuktikan apa yang sering disampaikan. Mary Jane tidak bersalah dan sama sekali tidak mengetahui isi barang yang dititipkan temannya.

Apabila peristiwa ini benar-benar terjadi, maka sekali lagi, pelaksanaan hokuman mati menjadi bermasalah. Pemeriksaan di awal-awal terhadap Mary Jane tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hokum. Atau dengan kata lain, proses hokum terhadap Mary Jane memang bermasalah.

Dan yang paling memalukan adalah proses hokum itu sendiri. Mengapa baru sekarang terungkap dan kejadian ini cukup menyentak aparat hokum didalam proses hokum terhadap Mary Jane.

Persoalan semakin rumit ketika proses hokum Mary Jane sama sekali jauh dari pembahasan kalangan hokum. Kalangan Hukum bersorak ketika pelaksanaan hukuman mati terhadap Mary Jane mulai detik demi detik semakin mendekati tiang tembakan.

Pelajaran penting yang bisa kita tarik. Pertama pelaksanaan proses hokum yang mengandung hukuman mati harus diberlakukan secara cermat, hati-hati dan melihat berbagai akibat yang timbul dikemudian hari. Salah mengambil keputusan, sulit untuk kita perbaiki ke depan.

Kedua. Usaha maksimal dari Pemerintah Philipina dapat menjadi inspirasi dari Pemerintah Indonesia terhadap perlindungan warga negaranya yang diancam hukuman mati di berbagai Negara. Konon kabarnya ada sekitar 270 orang warga Negara Indonesia yang sedang menunggu eksekusi mati.


Ketiga. Walaupun hokum formal Indonesia masih menganut ancaman hokumam mati, namun sebaiknya tidak digunakan lagi. Kesalahan yang kita lakukan akan berdampak dan menjadi catatan buruk di masa depan.