Ketika
Jokowi dilantik Presiden usai memenangkan pertarungan pilpres dengan
perbedaan suara yang cukup tipis, publik berharap, harapan yang
sempat digemakan sejak pilpres mulai didengungkan. Harapan Jokowi
yang dianggap bersih dari berbagai masa kelam dan kaitan orde baru
akan sinergi di KPK sebagai salah satu lembaga yang kredibel cukup
dipercaya.
Dua
sentrum harapan ini kemudian menemukan batu ganjalan ketika Jokowi
menyodorkan nama Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri. KPK
kemudian menetapkan BG sebagai tersangka dalam dugaan gratifikasi
menjelang uji kelayakan. Pertarungan kemudian menjadi terbuka.
Dengungan
“kekesalan” bertemu pada satu titik. Koalisi Indonesia Baru (KIB)
dan koalisi Merah Putih (KMB) yang sempat berseteru dalam pilihan
pimpinan MPR dan DPR kemudian “bersepakat” menerima BG sebagai
calon Kapolri.
Perhitunganpun
keliru. Semangat pemberantasan korupsi di KPK dan dapat ditularkan
kepada Jokowi menemui persoalan politik yang cukup serius.
Jokowi
yang tersudut mulai mempertimbangkan analisis politik. Menarik
kembali tanpa dukungna publik pencalonan BG sebagai Kapolri akan
menimbulkan riak politik yang mudah dipatahkan di tengah jalan. Namun
tetap meneruskan pencalonan BG akan berhadapan dengan publik yang
kadung sudah memberikan apresiasi kepada KPK.
Perhitungan
semakin tersudutkan. Putusan praperadilan yang memenangkan BG semakin
“memperkeruh” KPK.
Belum
usai KPK 'merecovery” dari putusan praperadilan, penetapan
tersangka kepada trio KPK (Abrahaman samad/AS, Bambang Widjojanto/BW
dan Novel Baswedan/NB) semakin membuat KPK semakin sulit
terkonsolidasi.
Strategi
jitu yang kemudian menetapkan Komjen BH sebagai Kapolri tidak
meredakan polemik KPK dengan Kepolisian. Bahkan rentetan penetapan
trio KPK semakin membuat KPK semakin lunglai. KPK mulai kehilangan
asa dan sibuk berkonsentrasi menghadapi bahaya yang semakin
memborbardir.
Namun
KPK bukanlah “makhluk sakti” yang tidak tahan ujian.
Diibaratkan
dalam film animasi avatar, KPK menghadapi gempuran dari berbagai
penjuru mata angin. Berhadapan air, tanah, api dan udara.
Dalam
serial Avatar, Pengendali air merupakan seni bela diri kemampuan
untuk mengontrol air, uap dan es. Jurus ini dapat diibarkan dalam Tai
Chi dalam gerakan lambat dan elegan seperti air yang mengalir.
Begitulah
“gaya Tai Chi” KPK menghadapi kecaman dari pendukung Anas
Urbaningrum, Luthfi Hasan Ishaaq atau Surya Darma Ali. Tuduhan
“politisasi” pimpinan partai, adanya agenda tersembunyi
pelan-pelan dijawab dengan putusan pengadilan yang kemudian
“memenangkan” KPK. Babak ini kemudian dimenangkan KPK.
Sedangkan
kekuatan pengendalian tanah adalah sebuah seni bela diri dengan
kekuatan mengontrol tanah. Jurus pengendalian tanah diambil dari
teknik Hung Gar dalam ilmu Kung Fu, yang menampilkan gerakan
menghentak, tendangan dan pukulan kuat.
Gaya
ini kemudian sering diperagakan oleh AS atau BW yang tidak
berkompromi terhadap korupsi dalam sektor sumber daya alam. Jurus ini
cukup ampuh dengan membangun NKB 12 dan Deklarasi Kedaulatan Sumber
daya alam.
Gerakan
pengendalian api umumnya diambil dari gaya kung fu Shaolin Utara,
namun dengan tambahan beberapa teknik. Gerakan seni bela diri ini
cepat, berturut-turut, ganas, sehingga pengendalian api menjadi ilmu
pengendalian yang paling agresif di antara empat elemen.
Dengan
menggunakan teknik ini, KPK sering menggunakan cara OTT (operasi
tangkap tangan) dengan membongkar kejahatan lain. Teknik ini
mengingatkan kepada pembongkaran kasus Gubernur Banten, Gubernur
Riau.
Jurus
pengendalian udara berdasarkan pada seni bela diri Ba Gua. Gerakan
ini dilakukan dengan cepat, manuver menghindar, menarik energi dari
tengah perut bagian bawah. Ba Gua terkenal dengan gerakan berputarnya
yang konstan, yang membuat musuh sulit menyerang secara langsung.
Gaya
inilah yang kemudian membongkar korupsi SKK Migas dan Kakorlantas.
Namun
mengapa gerakan Tai Chi, gerakan menghentak, tendangan dan pukulan
kuat, Gerakan seni bela diri ini cepat, manuver menghindar, menarik
energi dari tengah perut bagian bawah namun “keok” berhadapan
dengan “serangan balik” dari berbagai penjuru.
Tentu
saja, KPK harus sadar. Musuh yang dihadapi yang pernah keok tentu
saja menggunakan strategi baru atau jurus baru menghadapi KPK.
KPK
harus belajar dari AHOK atau Jokowi yang “piawai” memenangkan
pertarungan.
Ahok
menguasai teknik pertarungan terbuka. Dia akan meladeni pertarungan
terbuka. Namun kekuatan Ahok justru di “hock’. Serangan
Ahok di “hock” perut lawan, membuat lawan tidak sempat bernapas.
Kekuatan stamina dari petarung ini, selain memang mengeluarkan
serangan langsung menuju ulu hati dengan teknik hock sering membuat
lawan terbengong.
Menguasai
teknik hock” memang diperlukan Insting yang luar biasa,
stamina yang kuat dan tentu saja detail kekuatan lawan. Kekuatan Ahok
menghitung lawan cukup cermat diperhatikan oleh AHok. Seperti
“menghock” penguasa Tanah Abang, berhadapan dengan mahasiswa,
meladeni supir metromini membuat lawan-lawannya harus “berhitung’
ulang berhadapan dengan Ahok.
Teknik
ini memang “dikuasai” Ahok. Hampir setiap detail kekuatan dan
kelemahan lawan dipelajarinya. Sehingga argumentasi Ahok sering
‘hock” dan langsung ke ulu hati lawan. Lawan tidak berkutik
ketika berargumentasi berhadapan dengan Ahok yang menguasai
data-data.
Berbeda
dengan Ahok. Jokowi menggunakan nilai “kerukunan”, “sopan
santun”, “tepa salira”, “tidak grusa grusu”
maka gaya dan cara Jokowi berpolitik sering disampaikan dalam dunia
pewayangan. “negara ingkang panjang punjung pasir wukir gemah
ripah loh jinawi tata tenteram tur rajaharja”. Negara yang
terkenal, banyak dibicarakan orang, tinggi marbabatnya, luhur budinya
dan amat berwibawa. Jokowi menyelesaikan masalah tanpa
“mempermalukan” .
Teknik
ini lebih juga sering diperagakan jujitsu lebih “mementingkan
insting, kelenturan badan, membaca serangan lawan dan tentu saja
“mengggunakan kekuatan lawan” justru melumpuhkan lawan. Teknik
ini memerlukan waktu yang cukup lama menguasainya. Sehingga hampir
praktis, di kalangan para pendekar persilatan, teknik ini berhasil
dikuasai justru ketika usia sudah matang, tenang, stabil emosi dan
mempunyai bathin yang suci.
Dengan
demikian, apabila jurus dan teknik dipergunakan tidak tepat untuk
lawan, teknik itu menjadi tidak berguna. Ya. menggunakan pukulan
hock, namun lawan mempunyai stamina yang kuat. Kemudian menggunakan
teknik jujitsu. Tapi serangan lawan tidak bisa dibaca. Kelenturan
badan lawan mudah ditangkis.
Mari
kita tunggu adegan dan jurus-jurus yang akan diperagakan oleh KPK.