Alam
tidak pernah berbohong
Hujan
yang mengguyur di Jambi membuat Desa-desa menjadi tergenang.
Desa-desa seperti Tiga Alur, Dusun Baru, Desa Bukit, Desa Perentak
dan Desa Bungo Tanjung yang terletak di Kecamatan Pangkalan Jambi,
Merangin, 260 km arah utara Jambi tergenang air hingga 40 cm –
hingga100 cm lebih. Diperkirakan setiap desa ada puluhan rumah
terendam.
Selain
itu juga ratusan hektar sawah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Air
Sungai sudah tercemar merkuri. Menjadi ladang bisnis industri
pertambangan yang merusak lingkungan.
Perkiraan
banjir yang melanda 5 desa sudah diperkirakan jauh-jauh hari
sebelumnya. Luapan air tidak dapat ditampung oleh Sungai Manau yang
telah dangkal dan tertutup dan beralih fungsi aktivitas pertambangan.
Sorotan
terhadap aktivitas pertambangan di Kecamatan Pangkalan Jambu dan
Kecamatan Sungai Manau menimbulkan keprihatinan dengan melihat terus
berjatuhan korban.
Awal
bulan Desember, tiga orang tewas setelah masuk ke lubang jarum di
Desa parti Tanjung Kecamatan Renah Pembarap, Merangin.
Kejadian
ini bukan pertama kali. Dua bulan sebelumnya, dua orang warga Desa
Muara Bantan, Kecamatan Renah Pembarap juga mengalami nasib yang
sama. Tewas akibat tanah longsor saat bekerja di areal PETI.
Angka-angka
korban terus berjatuhan setelah sebelumnya bulan Mei, Empat orang
tewas tertimbun longsor lokasi tambang emas di Desa Rantau
Padangjering, Kecamatan Batangasai, Kabupaten Sarolangun,
Sedangkan
bulan September tahun lalu, Sedikitnya dua buruh penambang emas
ilegal tewas, setelah tertimbun hidup-hidup dalam lubang galian
mereka di kawasan Dusun Sungai Benteng Desa Mounti, Kecamatan Limun,
Kabupaten Sarolangun.
Angka-angka
ini mewakili kesuraman hancurnya kekayaan sumber daya alam yang tidak
dikelola dengan baik. Padahal masih lekat dalam ingatan, ketika tahun
lalu Razia penambang tanpa izin di Kabupaten Sarolangun, Provinsi
Jambi, berakhir dengan bentrokan antara para penambang dengan polisi.
Akibatnya, 2 penambang tewas dan 1 anggota Brimob tewas.
Aktivitas
pertambangan menghasilkan zat yang berbahaya. Merkuri. Merkuri alias
air raksa (Hydrargyrum, Hg) menginfiltrasi jaringan dalam tubuh.
Akibatnya, jaringan dan organ rusak, janin cacat, serta
intelektualitas (IQ) jongkok.
Di
Jepang tahun 1950, limbah merkuri dari pabrik pupuk pernah
mengakibatkan tragedi Minamata. Sekitar 3.000 warga Teluk Minamata
menderita penyakit aneh, mutasi genetika, dan tak tersembuhkan.
Kadar
merkuri di permukaan Mesumai mencapai 0,0008 mg/l, arsenik 0,002
mg/l, dan besi 2,73 mg/l. Konsentrasi merkuri dan arsenik itu nyaris
mendekati batas aman. Kadar besi sudah sembilan kali lipat ambang
itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 soal bahan
baku air minum, batas aman merkuri 0,001 mg/l, arsenik 0,005 mg/l,
dan besi 0,3 mg/l.
Kadar
merkuri air permukaan Sungai Tembesi yang menjadi kadar logam berat
itu mencapai 0,001 mg/l, besi 1,39 mg/l, dan arsenik 0,001 mg/l.
Kadar merkuri dalam sampel saluran intake PDAM Merangin, yang airnya
bersumber dari Sungai Merangin, sama seperti Sungai Mesumai (0,0008
mg/l), arsenik 0,002 mg/l, tetapi kadar besinya empat kali di atas
batas aman (1,31 mg/l).
Kesemua
sungai itu bermuara di Batanghari. Akibatnya, kualitas air Sungai
Batanghari terus memburuk. Penelitian kualitas air oleh Badan
Lingkungan Hidup Daerah Jambi, April lalu, di 16 titik menemukan,
kategori Batanghari kini tercemar berat Bahkan Jusuf Kalla sudah
menyindir tentang “keruhnya” sungai Batanghari ketika meresmikan
Jembatan peledistrian beberapa waktu yang lalu.
Kemiskinan
di sekitar pertambangan
Banyaknya
aktivitas pertambangan tidak berbanding lurus dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Selain hasil tambang digunakan untuk
konsumsi (seperti membeli televisi, rumah, kendaraan dan
barang-barang konsumsif lainnya), tingkat kekerasan mulai terjadi
di sekitar tambang. Beredarnya minuman keras, kejahatan kesusilaan,
meningginya tingkat pencurian.
Selain
itu, tambang sama sekali tidak mampu meningkatkan tingkat pendidikan.
Hampir praktis, tambang di sekitar kawasan masyarakat, justru
rata-rata tingkat pendidikan jauh dibawah daerah-daerah yang tidak
mempunyai izin pertambangan.
Persoalan
hukum
Saya
tidak pernah menggunakan istilah “legal atau tidak”.
Sebuah substansi yang keliru menempatkan persoalan lingkungan dalam
legalitas formal yang terjebak dengan proses perizinan.
Yang
harus kita perhatikan adalah kegiatan “industri keruk bumi”
yang berdampak kepada lingkungan. Dalam UU Lingkungan, muatan yang
harus diperhatikan adalah apakah aktivitas manusia harus dilihat
daripada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
memformulasikannya.
Persoalan
daya dukung dan daya tampung inilah yang gagal di lingkungan hidup di
sekitar aktivitas pertambangan. Alam kemudian memberikan “sign”
dengan air yang melimpah yang tidak mampu dikelola oleh
Sungai-sungai.
Dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungna hidup yang tidak memaksimal
yang kemudian “meluberkan” air sehingga menggenangi
rumah-rumah penduduk di 5 desa.
Selain
itu sorotan yang utama, kegagalan negara didalam melakukan penegakkan
hukum. Aktivitas yang terus menerus, terbuka “seakan-akan”
kurang dipedulikan pemangku kepentingan (stakeholders).
Aktivitas yang nyata-nyata mengangkangi berbagai instrumen hukum
“kelihatan” tidak berdaya. Aparat hukum kemudian melakukan
“toleransi” atau setidaknya melakukan pembiaran.
Banjir
yang kemudian menggenangi rumah-rumah adalah contoh nyata bagaimana
aparata hukum kemudian tidak berdaya.
Kehancuran
ekosistem di pertambangan tidak semata-mata rusaknya lingkungan. Tapi
hancurnya ekosistem yang berdampak langsung kepada masyarakat.
Komoditi khas (biodiversity) yang menjadi ikon suatu daerah kemudian
hilang.
Ikan
semah, biodiversity akan menjadi cerita indah menjelang tidur kepada
anak cucu. Tidak tergantikan oleh pundi-pundi emas yang dihasilkan.
Sudah
saatnya eksploitasi tambang dihentikan. Pencabutan izin tidak hanya
melihat aspek administrasi perizinan dan penerimaan negara, tetapi
juga melihat aspek kerusakan lingkungan, pencemaran, kawasan penting
terhadap lingkungan hidup, konflik perusahaan tambang dengan
masyarakat lokal dan bencana ekologi.
Alam
tidak pernah berbohong. Hujan yang mengguyur di Jambi membuat
Desa-desa menjadi tergenang. Desa-desa seperti Tiga Alur, Dusun Baru,
Desa Bukit, Desa Perentak dan Desa Bungo Tanjung adalah potretnya
dari “alarm” dari alam.
http://www.jambi-independent.co.id/index.php/headline/opini-publik/item/1874-pesan-dari-alam