Entah
harus mau bilang apa terhadap kejadian yang menimpa Eri Yunanto dari
area kawah Gunung Merapi selain mengucapkan duka yang mendalam. Duka
mendalam lebih dirasakan melihat pemberitaan yang menyebutkan sebab
meninggalnya Eri karena hendak berphoto di puncak Gunung Merapi dan
tergelincir masuk kaldera. Di area kawah Merapi yang memiliki
kedalaman sekitar 150 meter. Entah apa yang terjadi namun pelajaran
pahit sekali lagi diberikan oleh alam.
Alam
selalu mengajarkan “kesederhanaan, penghormatan terhadap alam,
menghargai alam, menjiwai keagungan alam. Dan tentu saja mendaki
gunung adalah menaklukan diri sendiri. Bukanlah mendaki gunung
untuk gagah-gagahan. Untuk menaklukan alam. Sama sekali tidak
dibenarkan oleh alam.
Memandang
Alam adalah pusat dari antroposentrisme dalam kajian Filsafat
Lingkungan Hidup merupakan kesalahan cara pandang Barat. Aliran ini
dimulai dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern. Dengan pongah
mereka menganggap etika hanya berlaku kepada manusia. Sehingga
manusialah yang harus dipertimbangkan dan satu-satunya bicara tentang
moral.
Cara
pandang ini kemudian ditentang dalam aliran biosentrisme dan
ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme. Manusia tidak boleh
hanya dipandang sebagai makhluk sosial ansich (zoom politicon).
Manusia juga harus dipandang sebagai makhluk biologis dan makhluk
ekologis. Dengan menempatkan manusia sebagai makhluk biologis dan
ekologis, maka aliran ini kemudian menempatkan manusia sebagai nilai
universal sebagai jaringan kehidupan. Bagian dari siklus ekosistem.
Manusia
adalah “sekrup” kecil dari ekosistem. Manusia “tergantung”
kepada alam. Eric Wiener pernah menuliskan “Ketika pohon
terakhir ditebang. Ketika sungai terakhir dikosongkan. Ketika ikan
terakhir ditangkap. Barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak
dapat memakan uang.
Dalam
kosmopolitan masyarakat Melayu di Jambi, penghormatan terhadap alam
sering ditempatkan sebagai nilai-nilai agung. Penamaan terhadap
Harimau, Buaya atau makhluk ghaib yang sulit diketahui sering
disebut dengan “nenek, puyang, datuk” atau penamaan lain
sebagai bentuk penghormatan.
Begitu
juga tempat-tempat yang dihormati seperti “Rimbo Puyang/Rimbo
Keramat, rimbo sunyi, rimbo larangan, rimbo ganuh. Atau
tempat-tempat yang diberi nama Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung
Bedewo”, Kepala Sauk, Bukit Seruling,
Sialang Pendulangan, Lupak Pendanauan.
Rimbo
ganuh atau rimbo sunyi atau hutan keramat merupakan daerah yang tidak
boleh dibuka. Ujaran seperti Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung
Bedewo atau “Tempat siamang beruang putih. Tempat ungko
berebut tangis” merupakan makna simbolik masyarakat terhadap
daerah-daerah yang harus dilindungi.
Alam
tidak pernah tergantung kepada manusia. Alam punya cara untuk
mengembalikan fungsi dan keadaan alam seperti yang dikehendaki oleh
alam.
Namun
manusia bisa berjalan “sombong” dengan alam. Manusia bisa
menghancurkan alam. Namun manusia tidak bisa memperbaiki alam.
Manusia bisa mengendalikan diri agar tidak merusak alam.
Alam
kemudian menegur dengan caranya. Pahit. Tapi itulah yang harus
diterima oleh manusia.