Sebelum
saya menuliskan tradisi Ramadhan yang rutin digelar di berbagai daerah di
Jambi, Entah berapa kali saya harus
menuliskan kesalahan penggunaan kalimat menjelang memasuki bulan Ramadhan.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, ucapan tahun ini tidak begitu banyak.
Pemerintah daerah cuma memasang di tempat-tempat tertentu.
Ucapan
“selamat memasuki bulan Ramadhan” pada tahun-tahun sebelumnya ramai sekali. Apalagi
hendak memasuki Pemilu. Wuih.
Di
setiap persimpangan jalan, setiap tiang bahkan mampu menampung 7 spanduk tulisan
tersebut. Tentu saja tidak lupa “wajah senyum” mirip iklan pepsodent. Sang
pengendara cuma “nyengir” melihat spanduk yang bertebaran mengganggu
pemandangan indah kota Jambi.
Tahun
2016 tentu saja tidak begitu banyak tulisan. Selain tidak berkaitan dengan
pemilu dan pilkada yang sudah usai digelar, kepentingan konsestan candidate
juga tidak berkeinginan mengucapkan doa ikhlas memasuki ramadhan. Jadi. Jelas.
Bulan puasa “Tetap” dijadikan ajang politik. Mengucapkan dengan pamrih.
Namun
entah “teledor” atau “memang tidak tahu”, ucapan memasuki bulan ramadhan masih
menyisakan persoalan dari tujuan dan makna ‘sang pemberi” ucapan. Masih latah
kita temukan kalimat “Selamat memasuki Bulan Puasa tahun … Hijriah”.
Secara
sekilas, tulisan itu tidak menjadi masalah. Namun apabila kita memaknai Puasa,
maka di bulan Ramadhan banyak kegiatan keagamaan yang merupakan rangkaian dari
ibadah di bulan ramadhan.
Ucapan
“memasuki bulan puasa” dapat diartikan sebagai bulan ramadhan cuma “berpuasa”.
Apakah betul di bulan ramadhan cuma “Berpuasa” ?
Padahal
di bulan ramadhan, rangkaian kegiatan agama cukup banyak. Kegiatan bahkan
dimulai sebelum subuh seperti arak-arakan anak kampong keliling rumah untuk
membangunkan sahur. Mereka berkeliling sambil membawa panci, kaleng, bahkan
beduk kecil yang didorong pakai gerobak. Sambil berkeliling mengitari
perkampungan, mereka “berzanzi”, mengucapkan kalimat “allah hu akbar”. Bahkan
sambil iseng, mereka juga menggedor rumah apabila sudah keliling kampong namun
lampu rumah juga belum dihidupkan.
Perjalanan
mengeliling kampong juga sembari “mengambil buah mangga” yang terletak didepan
rumah. Keisengan anak-anak merupakan salah satu kenikmatan dunia anak-anak
sembari mengeliling kampong.
Setelah
makan sahur di rumah, mereka kemudian berlari ke masjid untuk “membunyikan
speaker” mengingatkan orang kampong waktu imsa (Waktu menjelang sahur). Setelah
itu berebutan “memukul bedug” subuh.
Setelah
subuh, biasanya dilanjutkan dengna kultum (kuliah tujuh menit) ceramah tentang
puasa dan keimanan. Biasanya kesempatan ini sering dipergunakan “anak-anak
pesantren” memenuni tugas dari sekolah. Mereka berkeliling untuk “kultum”.
Kegiatan
setelah subuh juga sering digunakan untuk pendidikan “pesantren kilat” sebulan
penuh. Sehingga kegiatan anak-anak tetap terkendali dan mematangkan keagamaan.
Sore
hari hari menjelang bedug magrib, anak-anak berlari ke masjid untuk “berebutan”
memukul bedug. Setelah memukul bedug, mereka membatalkan puasa dan sholat
magrib di masjid.
Dari
magrib hingga habis sholat tarawih, rangkaian kegiatan tidak bisa dipisahkan
dari masjid. Sehingga setelah sholat tarawih, anak-anak sudah kecapean dan
tidur hingga menjelang memasuki waktu imsa.
Nah.
Dari berbagai rangkaian kegiatan di bulan ramadhan tidak salah kemudian di
bulan Ramadhan kegiatan tidak cuma “berpuasa”. Sehingga kalimat “selamat
memasuki bulan puasa” menjadi tepat. Kalimat yang tepat seharusnya “selamat
memasuki bulan ramadhan”.
Bagaimana
?