Membicarakan
Desa Tuo (baca Dusun Tuo) didalam kecamatan Lembah Masurai tidak dapat
dilepaskan dari Marga Peratin Tuo. Marga Peratin Tuo berpusat di Dusun Tuo.
F.D.E. van Ossenbruggen, 'Prof.mr.
Cornelis van Vollenhoven als ontdekker van het adatrecht', in Bijdragen tot
de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-IndiĆ« 90 (1933) I-XLI;, 323 disebut dengan kata “Pratin Tuo”. Istilah
“Peratin Tuo” menunjukan tempat pemberhentian.
Marga
Peratin Tuo terdiri dari Dusun Nilo Dingin, Dusun Tanjung Berugo, Dusun Sungai
Lalang, Dusun Kotorami, Dusun Rancan dan Dusun Tiaro.
Setiap
Dusun dipimpin seorang Depati. Depati Pemuncak Alam, tempatnyo di
dusun Tuo. Depati Karto Yudo, tempatnyo di dusun Tanjung Berugo, Nilo Dingin
dan Sungai Lalang. Depati Penganggun Besungut Emeh, tempatnyo di dusun Koto
Rami dan dusun Rancan dan Depati Purbo Nyato, tempatnyo di dusun Tiaro.
Tambo Marga Peratin Tuo berbatas dengan Marga Senggrahan “hulu sungai Birun ke bukit Majo, terus ke napal takuk rajo (Dusun Sepantai).
Sedangkan
Tiang Pumpung dengan Tambo “Renah kayu
Gedang mendaki Bukit punggung Parang”. Terus Renah Bilut yang terletak di Badak
Tekurung.
Marga
Pangkalan Jambu ditandai dengan Tambo “Bukit
Sengak terus Renah Hutan udang. Terus Bukit Kapung Sungai Tinggi balek ke
Belalang Bukit Gagah Berani
Marga
Renah Pembarap ditandai dengan Hilir
Bukit Kemilau Rendah terus ke Bukit Kemilau Tinggi terus bukit tepanggang.
Terus ke Sri Serumpun Muara Nilo. Bukit tepanggang berbatas juga dengan Guguk
yang termasuk kedalam marga Renah Pembarap.
Batas
antara Marga Senggrahan dengan Marga Pangkalan Jambi merupakan keunikan. Marga
Senggrahan menyebutkan Bukit Kapung Sungai Tinggi Bane Belalang Bukit Gagah
berani”. Sedangkan Marga Peratin Tuo menyebutkan “Bukit berani. Sedangkan Marga
Pangkalan Jambu menyebutkan “Bukit lipai besibak. Lubuk Birah juga menyebutkan
“Bukit Lipai besibak”.
Sebagai
pusat Marga Peratin Tuo, Dusun Tuo dikenal sebagai “Sepayung Duo Kaki”.
Sehingga Depati Dusun Tuo mempunyai dua gelar yang berbeda. Depati Mudo Muncak
Alam. Dan Depati Setio Menggalo.
Pemberian
gelar ini bergantian satu dengan yang lain. Setiap prosesi pemberian gelar
Depati dilakukan dalam upacara adat besar.
Di
Dusun Tuo dikenal Lubuk Larangan. Lubuk Larangan adalah tempat “sigerincing”
yang terdapat “ikang” yang kemudian dilarang untuk diambil. Pengambilan ikan
dilakukan pada waktu tertentu yang ditentukan. Terhadap pelanggaran maka
dijatuhi sanksi “kambing sekok, bereh 20, selemak semanis dan satu kayu (satu
ekor kambing. Beras 20 gantang)”. 1 kayu = 36 gabung. 1 gabung 1,5 meter. 1
gantang setara dengan 4 kg beras.
Didalam
Hukum Tanah dikenal penanda tanah yang disebut “jambu kleko”. Istilah “jambu
kleko” juga dikenal Marga Sungai Tenang “hilang celak jambu kleko”. Ada juga
yang menyebutkan “cacak tanam jambu kleko”.
Selain
itu juga dikenal Jeluang. Jeluang adalah ketua Keluarga membuat tanda dengan
cara menanam pohon jeluang dan harus dibuka selama 3 bulan. Jeluang juga dapat
ditandai dengan menanam tanaman tua seperti durian, jengkol. Istilah “jeluang”
juga dikenal di Desa Pulau Tengah (Muara Madras).
Selain
“jeluang” juga dikenal “pinang sebagai tanda dan batas tanaman. Di Tebo dikenal
sebagai “pinang belarik”. Di Kumpeh dikenal sebagai “mentaro”.
Desa Tuo terbagi atas Beberapa Dusun
Yaitu Dusun Tuo sebagai dusun Terbesar, Dusun Benteng, Dusun Lamo , Dusun
Sungai Rumbai, Dusun Bukit Tunggul,dan Dusun Sungai Tebal.
Dusun Tuo kemudian masuk kedalam
Kecamatan Lembah Masurai, Merangin.