Ketika
“Depati disebutkan pemimpin Suku Anak
Dalam”, saya kemudian tersentak. Entah darimana asal dan sumbernya,
menyebutkan “Depati” sebagai pemimpin
Suku Anak Dalam adalah sebuah kekeliruan yang cukup serius diperhatikan.
Dipati berarti lebih daripada sekalian.
Lembaga depati diperkenalkan oleh raja Jambi lebih dari enam ratus tahun yang
lalu sebagai alat untuk memerintah (Lihat Ulu
Kozok, Kitab Undang-undang Tanjung Tanah – Naskah Melayu Yang Tertua, Yayasan
Naskah Nusantara)
Berdasarkan peta
Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, maka
daerah-daerah di Jambi telah dibagi berdasarkan Margo dan Batin.
Tideman didalam buku klasiknya
“Djambi” tahun 1938 menyebutkan “Dusun
adalah kumpulan kampung gelar Rio, Rio Depati atau Depati. Du daerah hilir
penguasanya adalah Penghulu atau Mangku dibantu oleh seorang Menti (penyiar,
tukang memberi pengumuman).
Sekedar
gambaran Depati kemudian menunjuk Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga. Di
Marga Serampas dikenal Tembo Induk dan Tembo Anak. Tembo Induk dan Tembo anak. Tembo Induk mencakup
wilayah Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negoro dan Depati Pemuncak Alam.
Sedangkan Tembo anak mencakup wilayah Depati Pulang Jawa dan Depati karti Mudo
menggalo. Sehingga dikenal “Depati Seri Bumi Puti Pemuncak Alam Serampas”, “Depati
Pulang Jawa”, “Depati Singo Negoro”, “Depati Karti Mudo Menggalo”, “Depati Seniudo”, “Depati Payung”, “Depati Kertau” dan “Depati Siba (Perda Kabupaten Merangin No. 8 Tahun 2016
Tentang Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat Marga Serampas”).
“Tijdschrift voor Nederlandsch
IndiĆ«” disebutkan “Sungai Tenang dipimpin
seorang Depati sebagai Kepala Marga dari Kota Tapas (Kototapus). Sedangkan
Serampei dipimpin oleh Depati dari Tanjung Sri (Tanjung Kasri).
Di Marga Pratin Tuo dikenal Depati
Pemuncak Alam, tempatnyo di dusun Tuo . Depati Karto Yudo, tempatnyo di dusun
Tanjung Berugo, Nilo Dingin dan Sungai Lalang. Depati Penganggun Besungut Emeh,
tempatnyo di dusun Koto Rami dan dusun Rancan dan Depati Purbo Nyato, tempatnyo
di dusun Tiaro.
Begitu
juga yang disampaikan Sargawi mengenai Marga Tiang Pumpung menyebutkan ““Depati
Manjuang di Muara Siau, Depati Agung di Pulau Raman, Rio Depati di Sekancing,
Depati Purbo Alam di Dusun Baru, Renah Jelmu, Muara Sakai, Beringin Sanggul dan
Renah Manggis. Depati Permai Yudo di Pulau Bayur, Depati Suko Berajo di
Selango.
Kembali
ke istilah Pemimpin Suku Anak Dalam (Orang Rimba). Menyebutkan “Suku Anak Dalam”
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang bermukim di Air Hitam,
Kejasung Besar, Kejasung Kecik, Terap, Makekal Ulu dan Makekal Ilir. Masyarakat
Suku Anak Dalam lebih suka berikrar sebagai “Orang Rimba”.
Dalam
tutur didalam masyarakat dikenal “Pangkal
waris”, Ujung Waris dan Air Hitam. Pangkal waris merujuk ke Tanah Garo,
Ujung Waris merujuk ke Tanah Serenggam. “Air Hitam – Tanah Bejenang’. Sehingga
tutur disampaikan “Pangkal Waris – Tanah Garo”,
“Ujung waris – Tanah Serenggam”. “Air Hitam – Tanah Bejenang”. Wilayah ini
kemudian dikenal sebagai Taman Nasional Bukit 12 (TNBD).
Sebagai
wilayah Provinsi Jambi, Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi
Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, maka wilayah Air Hitam kemudian
dikenal sebagai Marga Air Hitam.
Didalam struktur, Marga Air Hitam dipimpin seorang pesirah. Setiap
Dusun kemudian dipimpin Kepala Dusun. Namun dengan penamaan yang berbeda-beda
antara satu dusun dengan dusun yang lain. Untuk pemangku Dusun Lubuk Kepayang
diberi gelar Penghulu. Pemangku Dusun Baru disebut Menti. Untuk pemangku Dusun
Semurung adalah Patih. Sedangkan pemangku Dusun Jernih Tuo dan Dusun Lubuk
Jering diberi gelar Rio (Lubuk Kepayang,
Air Hitam, 24 Oktober 2017).
Didalam
Marga/batin di Jambi, hanya Marga Air Hitam dikenal sebagai Tanah Bejenang. Istilah
Jenang adalah penamaan dari “orang yang dipercaya” dari Tumenggung yang Orang
Rimba yang terdapat di Taman Nasional Bukit Dua Belas.
Sehingga
Tanah bejenang diartikan sebagai tempat yang dipercaya orang Rimba dari Bukit
Dua Belas untuk bertemu, berdagang hingga mengadakan berbagai aktivitas sosial
lainnya.
Hubungan
social antara Marga Air Hitam dengan Orang Rimba dikenal dalam istilah “Dulur”
atau “Sanak’. Dulur berarti saudara. Sedangkan “sanak” berarti “keluarga” atau
“saudara”.
Didalam
Struktur Orang Rimba Bukit 12 Marga Air Hitam, kepemimpinan dikenal istilah
Tumenggung. Tumenggung dibantu oleh Wakil Tumenggung, Depati, Mangku, Debalang
batin,dan Menti.
Seorang Depati bertugas menangani kasus kasus
yang berkaitan dengan hukum. Pembantu lainnya adalah Mangku. Tugas Mangku
hampir sama dengan Depati yaitu mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan
hukum. Bedanya kasus kasus hukum yang ditangani oleh Mangku biasanya lebih
kecil bobotnya apabila dibandingkan dengan kasus-kasus hukum yang ditangani
oleh seorang depati.
Debalang Batin bertugas menjaga dan menegakan
keamanan apabila terjadi situasi tak menentu, konflik dengan orang desa
misalnya. Menti adalah orang yang bertugas memanggil seorang warga apabila
diperlukan oleh Tumenggung atau oleh tokoh Orang Rimba lainnya. Dalam bertugas
seorang menti bisa meminta bantuan kepada anak dalam (Buku Putih - JEJAK LANGKAH
ORANG RIMBA - Kisah Perjuangan Orang Rimba Dalam Mempertahankan Hak Atas Sumber
Daya Hutan Di Bukit 12 Jambi)
Istilah Tumenggung juga dikenal SAD di Muara
Kilis, Sungai Bengkal, Sungai Keruh, Tanah Garo dan Batin 9.
Sehingga istilah “Depati” sebagai pemimpin adat
SAD kurang tepat. Depati adalah pemimpin didalam dusun-dusun Marga di Jambi.
Sedangkan “Depati” didalam struktur adat SAD
(orang Rimba) adalah wakil Tumenggung. Justru Tumenggung yang menjadi pemimpin
SAD (Orang Rimba) sebagai Kepala Rombong.
Advokat. Tinggal di Jambi