13 Januari 2020

opini musri nauli : IBU HAFRIDA YANG KUKENAL



“Musri, cepatan buat KRS (kartu rencana Studi). Ibu tunggu !!!, kata Ibu Hafrida, Dosen PA (Pembimbing Akademik).
Dosen pengampu mahasiswa untuk bimbingan kuliah.
“Iya, bu. Ini lagi diisi”, kataku sewot. Sembari melihat jadwal kuliah.

Pikiranku cuma satu. Bagaimana kuliah dipadatkan senin – Kamis.
Biar Jumat-sabtu minggu bisa “touring”. Maklum semasa mahasiswa “benar-benar’ hidup diatas motor.
Rencana mengatur jadwal kuliah penting. Selain memastikan “jumat-sabtu-minggu” bisa libur panjang, juga bisa jalan keluar kota.

Teringat masa kuliah. Hampir setiap pekan aku keluar kota. Entah nonton roadracross keluar kota. Bukittinggi, Linggau adalah langganan.

Sebagai “anak Jambi”, pembalap Jambi memang dikenal diberbagai lintasan sirkuit. Anak Jambi dengan mental baja adalah jago tikungan.

Siapapun boleh start duluan. Namun anak Jambi selalu “jago tikungan terakhir”. Demikian slogan dikalangan pembalap ketika. Itu.

Suasana heroik itulah yang membuat kuliah menjadi “pengaturan” agar bisa liburan. Sembari menonton roadcross.

Dengan banyaknya motor mengikuti dari Jambi, pengunjung dari Jambi selalu menarik perhatian penonton banyak. Suasana itulah yang selalu menjadi alasan utama mengatur “jadwal kuliah”.

Hobiku semakin menjadi-jadi. Setelah masuk Mapala, setiap awal semester bukan menghitung IP, tapi sibuk melihat jadwal kuliah. Tentu saja mengatur jadwal “mendaki gunung’.

Hingga tidak salah kemudian kemudian aku banyak bergabung dengan mahasiswa genap dalam mengambil mata kuliah. Bahkan tidak sungkan bergabung dengan mahasiswa adik tingkat.

Teringat percakapan 30 tahun yang lalu. Ketika seorang Ibu Dosen yang gigih “selalu” mendesak agar KRS cepat diselesaikan. Sembari duduk di kursi, sebentar-sebentar keluar memastikan agar aku mengisi KRS. Tentu saja mengatur jadwal dengan “alasan menonton roadcross”, tidak pernah aku sampaikan.

Waduh. Kamu terlalu banyak mengambil mata kuliah ini. Digeser waktunya. Biar kamu tidak kecapean setiap hari kuliah”, saran Ibu Hafrida. Melihat KRS yang padat kuliah. Senin – Kamis. Setiap jam. Bayangkan !!!.

Biarlah, bu. Saya sanggup”, kata saya menutupi alasan.

Ya, udah. Semester ini kita coba. Nanti kalau ada nilai yang jatuh, kamu harus perbaiki jadwalmu”, kata Ibu Hafrida sembari menandatangani KRS. Tanda persetujuan KRS.

Hari ini saya kemudian mendapatkan kabar. Bu Dosen mengikuti jenjang pendidikan tertinggi. Mengambil doktor. Beliau kemudian mengikuti ujian terbuka.

Selamat, bu Hafrida. Maafkan mahasiswamu yang bandel.

Terima kasih atas dedikasimu. Pengayom sekaligus Ibu membimbing mahasiswa.