03 Januari 2020

opini musri nauli : Si Bungsu


Mengenal Si Bungsu diumpamakan “sang diplomat” ulung, menguasai diksi, kukuh berpendirian, tidak kompromi dan tentu saja menguasai detail setiap redaksi kalimat yang digunakan.

Sebagai “diplomat” ulung, cara menyindir atau  menyampaikan proposal “mirip” cara diplomasi Sriwijaya. Mengapa Sriwijaya ? Imperium yang menguasai Nusantara abad 6-12 ?
Teringat cerita temanku tentang imperium Sriwijaya didalam meluaskan wilayahnya. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan nusantara yang “cenderung” aneksasi, Imperium Sriwijaya sering mengirimkan utusan dengan melampirkan tanda-tanda symbol persahabatan. Entah emas, umbul-umbul, gelar kebangsaan bahkan putri sebagai tanda persahabatan. Sehingga jaringan antara imperium Kerajaan dengan wilayahnya lebih menampakkan hubungan kekeluargaan. Bukan semata-mata cuma urusan “atas-bawah”.

Hubungan kekerabatan ini dengan jelas dipaparkan oleh Barbara W. Anderson didalam bukunya tentang hubungan kekerabatan antara Jambi-Palembang abad XVII. Hubungan yang unik yang kemudian mampu “menyerang” Portugis di Selat Malaka.

Kisah tentang Imperium Sriwijaya pernah dilakukan oleh si Bungsu.

Ceritanya, abangnya hendak membeli HP. Dia kemudian turun ke toko. Dengan tekun satu persatu barang digelar, dipelajari spesifikasi keunggulan barang. Dia hapal. (Aku sendiri tidak pernah tau mengapa penting dia mempelajari spesifikasi barang).

Setelah dibelikan barang, dengan “menceritakan” penting dan keunggulan suatu produk barang, dia malah memuji ibunya.

“Ma, mama bagus pakai HP ini. Spesifikasinya ….”. Persis sales barang mempromosikan barangnya agar produknya laku.

Ibunya “merasa tersanjung” kemudian hanya senyum-senyum.

Namun yang membuat kami tertawa, “kalau barang ini dibeli, pasti tidak bisa ngelek”, katanya (sembari mengajukan proposal). Istilah ngelek adalah kekesalan HPnya yang sering “ngeheng” akibat kapasitas terbatas. Produk lama yang kesulitan menyesuaikan dengan kapasitas sekarang.

Kamipun tertawa. “Alah, Adek, bilang be minta ganti HP”, kata kami serentak. Ketahuan proposalnya cuma minta ganti HP.

Sebuah strategi jitu. Teknik “mengangkat” dan memuji orang lain namun “diselipkan” proposal meminta ganti HP.

Cara ini juga “unik”. Selain mencirikan gaya Melayu Jambi, cara meminta tidak pernah disampaikan secara langsung. Biasanya diselipkan didalam Seloko. Atau bisa juga dengan perumpamaan lain.

Selain sebagai diplomat ulung, Si Bungsu juga dikenal sebagai penguasaan diksi kalimat. Termasuk juga menguasai istilah-istilah yang dipegangnya.

Ketika isu Tsunami dan gempa bumi 2017-2018, dia sengaja melihat di Youtube. Dengan enteng dia menyebutkan istilah Tsunami dari Jepang. Akupun kaget dengan penguasaanya.

Begitu juga ketika Gerhana Matahari total. Dia sengaja ke toko buku membeli buku tebal (padahal buku itu sedikit ilmiah).

Dengan enteng dia cerita “Yah, gerhana matahari tuh, Dewa sedang memakan matahari. Jadi kita harus pukul-pukul, agar Dewa takut dan kemudian matahari dikeluarkan dari mulutnya”. Lagi-lagi aku kaget dia sangat fasih menceritakan tentang cerita Gerhana Matahari dari cerita rakyat.

Tidak salah kemudian dia pernah “berdebat” dengan teman satu kelas tentang bentuk Bumi.
Dia rela “berdebat” menyatakan bumi itu bulat. Sebagaimana bentuk Globe dirumah.

Ya. Seingatku, ketika aku sering keluar kota, dia selalu tanya.

“Yah, ayah kemana ? Di Pulau Apa ?, katanya sembari memutar-mutar globe.

Tentu saja setiap aku keluar kota, Entah ke Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dia selalu memutar-mutar globe. Sehingga menjadi paham wilayah Indonesia.

Yang paling puas adalah ketika saya ke Perancis, Dengan tekun dia memutar-mutar Globe. Keningnya berkerut. Entah melihat jauh Indonesia dengan Eropa, melihat lautan yang mesti diseberang hingga bertanya berapa jam harus menggunakan pesawat.

Dengan penguasaan bumi berdasarkan globe tidak salah kemudian dia mampu berdebat dengan teman sekolahnya.

Semula “kulihat” matanya memerah sepulang sekolah. Kutanyakan. “Mengapa dek ? kataku penasaran.

“Kata kawan dedek disekolah, bumi bentuknya datar, yah. Khan bumi bulat kayak ini “, katanya sembari menunjukkan globe.

“Ya. Adek benar”, kataku sembari tertawa. “Tapi yah, masa kawan-kawan dedek dikelas ngomong kayak gitu,” katanya protes tidak terima. Lagi-lagi aku tertawa. Senang sekali dia mempertahankan pendapatnya dengan ilmu yang didapatkan.

Tidak salah kemudian aku teringat dari perkataan orang kampong. Anak itu dilahirkan dan belajar dari sekelilingnya. Dia sudah mendapatkan pengetahuan yang  baik sehingga akan mampu mempertahankan pendapatnya. Ditengah hujatan, “dia akan mampu” punya sikap yang kokoh dalam pendirian.