Mengenal
Si Bungsu diumpamakan “sang diplomat” ulung, menguasai diksi, kukuh
berpendirian, tidak kompromi dan tentu saja menguasai detail setiap redaksi
kalimat yang digunakan.
Sebagai
“diplomat” ulung, cara menyindir atau menyampaikan proposal “mirip” cara diplomasi
Sriwijaya. Mengapa Sriwijaya ? Imperium yang menguasai Nusantara abad 6-12 ?
Teringat
cerita temanku tentang imperium Sriwijaya didalam meluaskan wilayahnya. Berbeda
dengan kerajaan-kerajaan nusantara yang “cenderung” aneksasi, Imperium
Sriwijaya sering mengirimkan utusan dengan melampirkan tanda-tanda symbol persahabatan.
Entah emas, umbul-umbul, gelar kebangsaan bahkan putri sebagai tanda
persahabatan. Sehingga jaringan antara imperium Kerajaan dengan wilayahnya
lebih menampakkan hubungan kekeluargaan. Bukan semata-mata cuma urusan “atas-bawah”.
Hubungan
kekerabatan ini dengan jelas dipaparkan oleh Barbara W. Anderson didalam
bukunya tentang hubungan kekerabatan antara Jambi-Palembang abad XVII. Hubungan
yang unik yang kemudian mampu “menyerang” Portugis di Selat Malaka.
Kisah
tentang Imperium Sriwijaya pernah dilakukan oleh si Bungsu.
Ceritanya,
abangnya hendak membeli HP. Dia kemudian turun ke toko. Dengan tekun satu
persatu barang digelar, dipelajari spesifikasi keunggulan barang. Dia hapal.
(Aku sendiri tidak pernah tau mengapa penting dia mempelajari spesifikasi
barang).
Setelah
dibelikan barang, dengan “menceritakan” penting dan keunggulan suatu produk
barang, dia malah memuji ibunya.
“Ma,
mama bagus pakai HP ini. Spesifikasinya ….”. Persis sales barang mempromosikan
barangnya agar produknya laku.
Ibunya
“merasa tersanjung” kemudian hanya senyum-senyum.
Namun
yang membuat kami tertawa, “kalau barang ini dibeli, pasti tidak bisa ngelek”,
katanya (sembari mengajukan proposal). Istilah ngelek adalah kekesalan HPnya
yang sering “ngeheng” akibat kapasitas terbatas. Produk lama yang kesulitan
menyesuaikan dengan kapasitas sekarang.
Kamipun
tertawa. “Alah, Adek, bilang be minta ganti HP”, kata kami serentak. Ketahuan proposalnya
cuma minta ganti HP.
Sebuah
strategi jitu. Teknik “mengangkat” dan memuji orang lain namun “diselipkan”
proposal meminta ganti HP.
Cara
ini juga “unik”. Selain mencirikan gaya Melayu Jambi, cara meminta tidak pernah
disampaikan secara langsung. Biasanya diselipkan didalam Seloko. Atau bisa juga
dengan perumpamaan lain.
Selain
sebagai diplomat ulung, Si Bungsu juga dikenal sebagai penguasaan diksi
kalimat. Termasuk juga menguasai istilah-istilah yang dipegangnya.
Ketika
isu Tsunami dan gempa bumi 2017-2018, dia sengaja melihat di Youtube. Dengan
enteng dia menyebutkan istilah Tsunami dari Jepang. Akupun kaget dengan
penguasaanya.
Begitu
juga ketika Gerhana Matahari total. Dia sengaja ke toko buku membeli buku tebal
(padahal buku itu sedikit ilmiah).
Dengan
enteng dia cerita “Yah, gerhana matahari tuh, Dewa sedang memakan matahari.
Jadi kita harus pukul-pukul, agar Dewa takut dan kemudian matahari dikeluarkan
dari mulutnya”. Lagi-lagi aku kaget dia sangat fasih menceritakan tentang
cerita Gerhana Matahari dari cerita rakyat.
Tidak
salah kemudian dia pernah “berdebat” dengan teman satu kelas tentang bentuk
Bumi.
Dia
rela “berdebat” menyatakan bumi itu bulat. Sebagaimana bentuk Globe dirumah.
Ya.
Seingatku, ketika aku sering keluar kota, dia selalu tanya.
“Yah,
ayah kemana ? Di Pulau Apa ?, katanya sembari memutar-mutar globe.
Tentu
saja setiap aku keluar kota, Entah ke Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara
Timur, Maluku Utara, dia selalu memutar-mutar globe. Sehingga menjadi paham
wilayah Indonesia.
Yang
paling puas adalah ketika saya ke Perancis, Dengan tekun dia memutar-mutar
Globe. Keningnya berkerut. Entah melihat jauh Indonesia dengan Eropa, melihat
lautan yang mesti diseberang hingga bertanya berapa jam harus menggunakan
pesawat.
Dengan
penguasaan bumi berdasarkan globe tidak salah kemudian dia mampu berdebat
dengan teman sekolahnya.
Semula
“kulihat” matanya memerah sepulang sekolah. Kutanyakan. “Mengapa dek ? kataku
penasaran.
“Kata
kawan dedek disekolah, bumi bentuknya datar, yah. Khan bumi bulat kayak ini “,
katanya sembari menunjukkan globe.
“Ya.
Adek benar”, kataku sembari tertawa. “Tapi yah, masa kawan-kawan dedek dikelas
ngomong kayak gitu,” katanya protes tidak terima. Lagi-lagi aku tertawa. Senang
sekali dia mempertahankan pendapatnya dengan ilmu yang didapatkan.
Tidak
salah kemudian aku teringat dari perkataan orang kampong. Anak itu dilahirkan
dan belajar dari sekelilingnya. Dia sudah mendapatkan pengetahuan yang baik sehingga akan mampu mempertahankan
pendapatnya. Ditengah hujatan, “dia akan mampu” punya sikap yang kokoh dalam
pendirian.