25 September 2020

Opini musri nauli : Kisah Supir Gojol



Setelah turun pesawat Lion Air dari Jakarta, saya kemudian mencoba menggunakan aplikasi “untuk memesan mobil (”go-jek online). Memesan kendaraan untuk menuju ke Telanaipura. Menghadiri rapat yang sudah lama diagendakan. 


Setelah menunggu seperempat jam, mobil yang dipesan datang. Dengan ramah, sang petugas “mempersilahkan” saya untuk menaiki kendaraan. 

Setelah keluar bandara, sang supir kemudian memulai pembicaraan. Biasa.  Mengusir kejenuhan. 


“Mau kemana, pak ?”, katanya memulai pembicaraan. Basa-basi khas orang Jambi. 


“Telanaipura, pak. Seberang rumah Pak Hasip”, kataku sedikit kesal. Padahal didalam aplikasi sudah ditentukan “tujuan”. 


Pak Hasip adalah Hasip Kalimuddin Syam. “tokoh” yang dihormati di Jambi. Pernah menjadi Bupati Batanghari. Terakhir jabatannya Wakil Gubernur Jambi. Sekarang masih menduduki posisi yang dihormati. Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Jambi. 


“Ok, Pak. Tapi nanti ditunjukkan. Saya kurang hafal rumahnya”, kata sang supir. 


“Diseberang Unja Telanaipura, pak. Tapi nanti lebih enak lewat samping Kejaksaan Tinggi. Setelah BI (Bank Indonesia)”, kata saya sembari membrowsing internet. Dari tadi tidak sempat browsing internet. 


Suasana kemudian hening. Namun tidak lama terdengar pertanyaan dari sang supir. 




“Bagaimana pilkada Jambi, pak ?. Siapa Gubernur kito”, kata sang supir melanjutkan pembicaraan. Tampak supir mulai ramah. 


Sambil meletakkan handphone, saya penasaran. “Siapa, pak ? Siapa yang bapak dukung ?’, tanya saya penasaran. 


“kemarin saya baca di internet. Nampaknya saya senang dengan pak Al Haris. Masih muda dan lincah. Kito butuh yang lincah, pak”, katanya terus menyetir mobil. 


Saya malah semakin penasaran. “Mengapa suka Al Haris, pak ?’. 


“sayo lihat pembangunan di Bangko jauh nian majunya, pak. Keluarga dari Bangko crito dengan sayo”, katanya “mempromosikan”. 


Persis salesman yang mempromosikan produk unggulannya. Tidak henti-henti dia “meyakinkan” saya untuk menerima alasannya. 


Saya diam saja. Tidak enak berdebat. Sang Supir terus bercerita. Sayapun senyum-senyum tidak tahan menahan gelak tertawanya.


Sepanjang perjalanan, sang supir terus bercerita. Tanpa sempat saya “hentikan”. 


Ketika sudah berhenti didepan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, kamipun berhenti didepan lampu merah. Tidak lama kemudian saya meminta agar belok kanan. 


Setelah melewati Bank Indonesia, saya kemudian meminta belok kiri. Setelah melewati rumah Pak Hasip, tidak lama kemudian terlihat rumah besar. Mobil penuh. Sehingga banyak sekali diparkir dijalanan. 


Ketika saya “tuntun” arah mobil dan kemudian berhenti di sebuah rumah besar bertuliskan “Posko Pemenangan Al Haris - Abdullah Sani”, seketika dia kemudian terperanjat. 


“Bapak masuk tim sukses Al Haris, ya”, katanya tidak percaya. 


“Ha.. ha.. ha.. Saya mau ikut rapat, pak. Tenang saja, pak. Santai”, kata saya tertawa lebar. 


“Waduh, pak. Maaf nian. Saya omong tadi, pak. Maaf yo pak”, katanya sembari turun dari mobil. 


Sayapun tertawa ngakak. “Tenang saja, pak”, kata saya turun.


Selama rapat, tidak henti-henti saya menahan ketawa. 


Kisah sang Supir membuat saya menutup hari dengan senang. Sesenang hati melihat “ademnya” Politik di Jambi. 


Pencarian terkait : Musri nauli, opini musri nauli, jambi dalam hukum, hukum adat jambi, jambi, 


Opini Musri Nauli dapat dilihat : www.musri-nauli.blogspot.com