20 September 2020

opini musri nauli : Menengok Imam Al Mawardi

 

Tidak dapat dipisahkan, cara panjang “memimpin” dalam tradisi Islam dipengaruhi pemikir Politik, Al Mawardi. Seorang pemikir Politik yang menuliskannya didalam Al-Ahkam Al Sultanniyah. 


Berbeda dengan Machiavelli didalam bukunya “Il Principe”, Kekuasaan dengan moralitas haruslah dipisahkan, Imam Al Mawardi justru menekankan 6 sendi Pemerintahan. Dari sendi Pemerintahan maka kemudian negara dapat bertahan dengan Tetap mengusung nilai-nilai kebenaran. 

Cara Pandang Imam Al Mawardi didalam bukunya jauh melampaui cara pandang Machiavelli. Berbeda dengan literatur barat yang selalu mengutip Machiavelli ketika membicarakan Politik, karya Imam Al Mawardi didalam bukunya “Al-Ahkam Al Sultanniyah”, menempatkan moral sebagai sendi didalam Pemerintahan. 


Dalam berbagai Literatur disebutkan Al Mawardi adalah Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al Mawardi Al Bashari. Kata “Bashari” adalah “Bashrah”. Menunjukkan kelahiran di Baghdad. Imam Al Mawardi lair than 975 M. 


Didalam Al-Ahkam Al Sultanniyah, didalam memimpin Pemerintahan, agama harus dijadikan pedoman. Selain itu pemimpin harus bijaksana dan mempunyai teladan. 


Seorang Pemimpin harus mempunyai sikap untuk menunjukkan keadilan bagi seluruh masyarakat. 


Ketika Imam Al Mawardi menekankan “agama dijadikan sebagai pedoman” yang selain menunjukkan ketaatan kepada Sang Pencipta, juga menghasilkan “moral” yang terpuji . Bandingkan dengan penekanan yang disampaikan Oleh Machiavelli yang menekankan “kekuasaan dengan moralitas harus dipisahkan”. 


Secara tegas Machiavelli tidak membicarakan moral didalam mempertahankan kekuasaan. Kekuasaan harus dipertahankan hingga mati-matian. Termasuk menghalalkan segala cara. 


Bahkan Machiavelli tidak ragu-ragu menjadi penguasa dengan cara jahat dan keji. 


Kadangkala sebagian kalangan masih keliru menempatkan “menjadi penguasa dengan cara jahat dan kami” adalah cara-cara komunis. Padahal selain komunis, cara ini juga banyak dilakukan dalam berbagai polemik keagamaan. 


Berbagai perang yang berkedok agama juga menggunakan cara-cara demikian. Bukankah sudah diketahui bagaimana Taliban dan ISIS juga menggunakan cara-cara demikian. 


Sehingga cara-cara ini lebih tepat menggambarkan cara memimpin yang disampaikan oleh Machiavelli. Bukan teori dalam Kajian komunisme. 


Namun cara ini ditentang Oleh Imam Al Mawardi. 


Sebagai Pemimpin, sifat Pemimpin harus adil, mempunyai ilmu, Sehat pendengaran, mata dan lisan sehingga dapat memudahkan urusan yang menjadi tanggungjawabnya. Selain itu sehat badannya. 


Sehat badan diperlukan agar tidak terganggu dan melangkah dan bergerak cepat. Biasa kita kenal gesit dan terampil. 


Berbagai criteria yang disebutkan Oleh Imam Al Mawardi selain menempatkan agama sebagai pedoman, perilaku Pemimpin juga bertujuan untuk Membangun negara. Sekaligus Membangun peradaban yang dapat membawa kesejahteraan bagi Masyarakat. 


Hanya Pemimpin yang menempatkan agama sebagai pedoman yang membuat cara pandang didalam memimpin. Termasuk akan “tunduk” kepada agama didalam landasan memimpin negara. 


Pencarian terkait : Musri nauli, opini musri nauli, jambi dalam hukum, hukum adat jambi, jambi, 


Opini Musri Nauli dapat dilihat : www.musri-nauli.blogspot.com