20 Januari 2021

Opini : Vaksin - Hak atau Kewajiban ?



Akhir-akhir ini, peristiwa pemberian vaksin covid 19 terhadap berbagai sektor terutama tenaga kesehatan (nakes), aparat public dan berbagai lapisan masyarakat menarik perhatian public. 


Ditengah seruan penggunaan vaksin termasuk ancaman penggunaan pasal pidana berbagai polemic kemudian muncul. Dan diskusi tentang kesehatan kemudian menarik perhatian publik. 


Sebagai pisau bedah analisis maka terhadap tema pemberian vaksin covid 19 tidak dapat dilepaskan berbagai regulasi. 


Indonesia kemudian menetapkan Covid 19 sebagai Bencana non alam sebagai bencana nasional berdasarkan Keppres No 12 Tahun 2020. 


Dengan ditetapkan sebagai bencana nasional maka negara kemudian harus menggunakan segala upaya untuk menghentikan penyebaran covid 19. 


Berbagai perangkat regulasi kemudian dikeluarkan. Diantaranya seperti Perppu No. 1 Tahun 2020, PP No. 21 Tahun 2020, Perpres No 52 Tahun 2020, Perpres No 52 Tahun 2020, Perpres No 54 Tahun 2020, Keppres No 7 Tahun 2020 yang kemudian diubah berdasarkan Keppres No 9 Tahun 2020, Keppres No 11 Tahun 2020, Keppres No. 12 Tahun 2020 dan Inpres No 4 Tahun 2020. 


Dengan demikian, atensi Pemerintah Indonesia menghadapi pandemic covid adalah upaya yang harus mendapatkan dukungan public. 


Namun ditengah masyarakat, tema pemberian vaksin covid memantik polemic. Seruan penggunaan prinsip hak kesehatan (non-consensual medical treatment) dijadikan seruan untuk khayalak. 


Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) adalah hak untuk bebas dari perawatan medis non-konsensual. Sehingga dengan Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) kemudian dijadikan dasar untuk menolak pemberian vaksin covid 19. 


Namun penggunaan Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) melihat pandemic covid 19 adalah kekeliruan nyata. Atau dengan kata lain, kekeliruan menempatkan penggunaan Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) tidak tepat. 


Apabila merujuk regulasi melihat covid 19 sebagai bencana nasional dan ditempatkan pandemic maka merujuk kepada UU No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular. 


Didalam UU No. 4 Tahun 1984 disebutkan “wabah penyakit menular adalah wabah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta menimbulkan malapetaka”. 


Didalam penjelasan pasal 5 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984 dijelaskan upaya penanggulangan wabah dilakukan untuk berusaha memperkecil angka kematian akibat wabah dan pengobatan. Dan membatasi penularan dan penyebaran penyakit agar penderita tidak bertambah banyak dan wabah tidak meluas ke daerah lain. 


Sedangkan Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) tidak disandarkan kepada prinsip yang diselaraskan dengan UU No. 4 Tahun 1984. 


Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) ditempatkan kepada UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 


Dengan demikian maka Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) diutamakan dalam keadaan pilihan bebas terhadap kesehatan dalam masa normal. Bukan dikaitkan dengan pandemic. 


Sehingga menempatkan Hak kesehatan (non-consensual medical treatment) untuk membaca pandemic adalah kekeliruan penafsiran didalam memaknai UU No. 4 Tahun 1984. 


Atau kata anak-anak milenial. “Jaka Sembung Bawa Golok”


Maka terhadap pemberian vaksin covid 19 terhadap masyarakat adalah kewajiban. Bukan hak. Negara dapat memaksa termasuk penggunaan pasal-pasal pidana sebagaimana diatur didalam UU No. 4 Tahun 1984. Termasuk orang yang dianggap dapat menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyebar.