17 Februari 2021

opini musri nauli : Asas Hukum Acara Pidana (9)


Melanjutkan asas hukum acara pidana yang telah disampaikan diantaranya adanya asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), dan harus dilakukan Pemeriksaan oleh hakim harus langsung dan lisan, maka pada kesempatan kali ini kita akan mencoba melihat asas hukum acara pidana. 


Asas yang jarang menjadi pengamatan dari praktisi hukum. Salah satunya adalah asas akusator. 


Asas akusator dapat ditemukan setelah kita memperhatikan bagaimana KUHAP memandang dan menempatkan tersangka dan terdakwa. 


Berbeda dengan HIR (KUHAP peninggalan Belanda. HIR kemudian digantikan oleh KUHAP), KUHAP menempatkan kata-kata “keterangan terdakwa” sebagaimana diatur didalam Pasal 184 KUHAP. 


Kata-kata “keterangan terdakwa” menggantikan istilah yang sebelumnya digunakan oleh HIR dengan kata-kata “pengakuan terdakwa”. 


Pergeseran dari “pengakuan terdakwa” menjadi “keterangan terdakwa” membuat posisi tersangka/terdakwa ditempatkan sebagai subyek dari pemeriksaan di setiap pemeriksaan. Baik dari pemeriksaan dimulai dari kepolisian hingga putusan hakim. 


Dengan adanya kata-kata “keterangan terdakwa’ maka terdakwa bebas untuk membela diri. Sehingga terdakwa bebas memberikan keterangan tanpa tekanan dari setiap pemeriksaan. 


Bandingkan dengan “pengakuan terdakwa’ yang menempatkan “pengakuan” adalah bukti utama didalam pengungkapan kasus pidana. Asas yang menempatkan terdakwa “pengakuan terdakwa’ dikenal dengan asas inkuisatoir. Asas yang menempatkan tersangka/terdakwa sebagai obyek dari setiap pemeriksaan. 


Kemajuan dan penghormatan HAM terhadap terdakwa merupakan kemajuan besar dibidang hukum Acara Pidana. 


Mahfud didalam disertasinya justru menyebutkan KUHAP merupakan bukti Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat). Sebagai bangsa yang berdaulat. 


Sedangkan Adnan Buyung Nasution sendiri menyebutkan KUHAP adalah karya agung putra Indonesia. 


Baca : Hukum Acara Pidana