24 Juli 2021

opini musri nauli : Ironi Hari Anak Nasional

 

“Ayah, abang mau basket !!!”, seru sang abang. Putra ketiga. Sembari pamit keluar rumah. 

“Ayah, abang magriban di mesjid !!!”, katanya di kesempatan lain.


Mempunyai putra ketiga dan si bungsu di masa usia sekolah memang dalam masa adrenalin yang tinggi. Meminjam istilah dari Pendidik, usia anak SD-SMA adalah usia dimana motorik lebih ditonjolkan daripada kognitif. 

Komposisi saja untuk anak SD ya, 75% adalah motorik. Sisanya kognitif. Sedangkan SMP dan SMP 60 % untuk motorik. Mungkin di usia masa kuliah barulah 75 % untuk kognitif. 


Dengan demikian di usia-usia yang diperlukan motorik, tidak ada satupun yang bisa menghalangi untuk terus bergerak. Meminjam istilah ibunya “pantat tuh panas nian. Dak mau berhenti”. Atau dengan kata lain, tidak mungkin Betah berdiam lama-lama dirumah. 


Berbagai bujukan Sudah dipenuhi. Entah mempersiapkan PS hingga PS 4 dan internet disambung dirumah. 


Yah. Betah sebentar. Namun tetap “cari akal” bagaimana main diluar rumah.


Lalu apakah pandemik yang melanda Indonesia mampu mencegah keinginan mereka agar Betah dirumah ? 


Hallo. Mungkin awal-awal pandemik masih bisalah betah dirumah. 


Tapi memasuki tahun kedua, mana bisa tahan. Berbagai alasan terus disampaikan. Sekali dilarang mungkin masih mau menurut. Tapi hampir tiap hari “ada aja” alasan, ya mungkin kita juga harus menyerah. 


Lalu apakah dengan memperingati hari anak kemudian kita mengucapkan “mimpi-mimpi” terhadap masa depan anak-anak Indonesia. 


Yang mereka butuhkan “Suasana Bermain”. Dunia anak-anak yang memang diatur didalam konstitusi. Memberikan ruang bermain dengan dunia dan khayalnya. 


Mereka sama sekali tidak takut dengan bahaya mengancam. Bahkan apabila mereka sudah “bosan” dan “capek” dengan berbagai alasan yang dikemukakan, lama-lama mereka tidak mendengarkan lagi. 


Tidak salah kemudian Suasana hari anak Indonesia justru dimaknai dengan Ironi Hari Anak Nasional. 


Hari dimana mereka sama sekali tidak mendapatkan “ruang Bermain”. Dunia mereka yang tidak mungkin mau mereka lewatkan. Atau mereka justru tenggelam dengan ketakutan pandemik yang justru melewatkan masa bermainnya. 


Dunia yang akan mereka sesalkan kepada kita kelak. 



Advokat. Tinggal di Jambi