24 Juli 2021

opini musri nauli : Teror Corona

 


Tidak perlu lagi kita bahas angka corona yang terus merangkak naik. Lengkap dengan berbagai analisisnya. Atau tidak perlu lagi kita diskusikan. Mengapa Angka korban corona terus berjatuhan. 

Atau tidak perlu juga kita bahas perubahan Hidup dan ritme yang harus menyesuaikan dengan keadaan pandemik. 


Namun yang menjadi perhatian saya justru teror corona itu sendiri. Yang justru bukan menyebabkan persoalan mengenai corona menjadi selesai. Namun menimbulkan masalah baru. 

Betul. Memang kita harus disiplin mengikuti himbauan Pemerintah. Baik menggunakan berbagai sarana prokes. Tertib dan patuh untuk menghindarkan kerumunan. Ataupun menghindarkan mengadakan kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang banyak. 


Tapi kemudian kita malah terjebak dengna ketakutan diluar dari ancaman corona. Dan justru menimbulkan kontradiksi daripada akibat corona. 


Entah mengapa saya benar-benar merasakan. Teman-teman saya kemudian menjadi “protektif” yang berlebihan. Bahkan cenderung “lebay”. 


Benar. Kita harus tetap disiplin menggunakan prokes. Masker standar dan hand sanitizer harus senantiasa digunakan. Menghindarkan pertemuan diruang tertutup dan tetap berjarak. 


Namun apabila pertemuan di Desa yang angkanya nihil, mereka tidak pernah berinteraksi keluar desa. Bahkan mereka sudah mempunyai sistem tradisional untuk mendeteksi penyakit yang Timbul lalu mengapa kemudian “orang kota” khawatir dengan penyebaran corona terjadi di Desa ? 


Tanpa mengabaikan angka-angka yang terus menaik, ketakutan terhadap corona harus tetap diletakkan sebagai pandemik yang berbahaya. 


Namun pengetahuan tentang corona harus senantiasa dilakukan. Berbagai studi justru menyebutkan, corona harus diletakkan sebagai pandemik yang dapat ditangkal. 


Dengan meletakkan pengetahuan tentang corona itu sendiri maka diluar daripada pengetahuan corona justru menimbulkan teror tersendiri. 


Cara Pandang “orang kota” kepada orang di kampung adalah teror yang paling dirasakan. Entah mengapa teror yang terjadi yang kemudian menimbulkan ketakutan tersendiri “orang kota” justru kemudian menghakimi orang didesa. 


Dengan pandangan sinis dan menuduh orang didesa yang dianggap tidak disiplin kemudian menjadi penyebab penyebaran corona. 


Disisi lain sikap berlebihan, paranoid bahkan cenderung lebay untuk memproteksi “orang kota” lagi-lagi menimbulkan “teror” corona baru kepada orang didesa. “Orang Kota” yang menganggap teror yang menimpa dirinya kemudian Membangun image yang buruk. 


Cara Pandang yang kemudian menimbulkan teror terhadap orang didesa justru meminggirkan. Bahkan cenderung menimbulkan sekat-sekat baru. 


Mari kita hentikan teror corona kepada siapapun. Dan kita bangun imun kolektifitas dengan kabar gembira.