Usai sudah hiruk-pikuk perkara Korupsi yang melibatkan Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (Mantan Mensos). Mantan Mensos diputuskan menerima suap sebesar Rp 32 milyar rupiah. Dan kemudian dijatuhi pidana penjara 12 tahun penjara.
Mantan Mensos terbukti melakukan perbuatan penyuapan yang diatur didalam Pasal 12 A UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 KUHP junto pasal 64 KUHP.
Apabila kita melihat diawal-awal proses kasus ini bergulir, semula Mantan Mensos disangkakan pasal 12A dan 12B atau pasal 11 UU No 31 1999/ diubah UU 20 2001 jo pasal 55 ayat 1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Dengan demikian maka Mantan Sosial ternyata terpenuhi unsur didalam pasal 12 A UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 KUHP junto pasal 64 KUHP. Atau dengan kata lain, Mantan Mensos terbukti melakukan tindak pidana didalam dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum.
Diibaratkan “pertandingan”, putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah rangkaian prosesi yang panjang.
Terlepas dari pernik-pernik yang melingkupi kasus yang menjerat Mantan Mensos, desakkan berbagai pihak untuk menerapkan hukuman mati dalam kasus-kasus Korupsi ditengah pandemik kemudian berbenturan dengan fakta-fakta yang terungkap.
Semula desakkan penerapan hukuman mati disuarakan berbagai kalangan. Ditengah pandemik, perbuatan korupsi justru semakin menyesakkan dada. Sehingga diterapkan hukuman mati adalah muara dari kemarahan publik.
Namun upaya penerapan hukuman mati justru terbentur dengan penerapan pasal yang dikenakan terhadap Mantan Mensos. Padahal penerapan hukuman mati terhadap pelaku korupsi bansos tidak bisa diterapkan.
Sebagaimana diketahui, penerapan hukuman mati diatur didalam pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor tidak dapat dipisahkan dari Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sehingga pasal 2 ayat (2) yang kemudian disandingkan menjadi lebih tegas “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Sehingga pasal 2 ayat (2) UU Tipikor merupakan “pemberatan” dari pasal 2 (1) UU Tipikor.
Dengan membaca pasal 2 ayat (2) UU Tipikor maka untuk membuktikan “pemberantan” dari pasal 2 ayat (2) UU Tipikor maka pasal 2 ayat (1) UU Tipikor harus dibuktikan dulu.
Namun dari awal, KPK telah menetapkan pasal 12A dan 12B atau pasal 11 UU No 31 1999/ diubah UU 20 2001 jo pasal 55 ayat 1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Biasa dikenal pasal penyuapan.
Apabila menilik konstruksi yang disampaikan KPK didalam berbagai pemberitaan, terhadap mantan Menteri Sosial justru masih ditempatkan didalam pasal 12A dan 12B atau pasal 11 UU No 31 1999/ diubah UU 20 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi JO pasal 55 ayat 1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Pasal 12 A menyebutkan “menerima hadiah atau janji”. Sedangkan Pasal 12 B “menerima hadiah” dan pasal 11 menyebutkan “menerima hadiah atau janji”. Biasa dikenal sebagai pasal penyuapan.
Pasal-pasal penyuapan sama sekali tidak mengatur tentang hukuman mati.
Sehingga selama persidangan, maka proses hukum hanya berkutat terhadap pasal penyuapan.
Dengan demikian maka “pasal penyuapan” yang tidak mengatur hukuman mati, mengakibatkan “hukuman mati” tidak dapat diterapkan terhadap mantan Mensos.
Justru hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman mati ketika pasal-pasal penyuapan terhadap mantan Mensos kemudian terbukti di persidangan.
Sehingga keinginan publik untuk menerapkan hukuman mati terhadap mantan Mensos yang melakukan Korupsi ditengah pandemik, tidak memungkinkan didalam pasal penyuapan yang terbukti di persidangan.