Ketika seorang warganegara Indonesia kemudian menyerahkan hartanya - tidak tanggung-tanggung - senilai 2 trilyun rupiah untuk pandemik, seketika Suasana politik kemudian hingar bingar.
Sebagian kalangan kemudian mencibir. Mengapa dana sebesar itu tidak diserahkan kepada negara. Tapi diserahkan kepada institusi tertentu.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, cibiran ini kemudian memamtik polemik berkepanjangan.
Namun disisi lain, rasa prihatin terhadap korban pandemik yang menyebabkan Keluarga korban menyumbangkan hingga 2 trilyun rupiah menimbulkan berbagai persepsi.
Pertama. Ditengah krisis pandemik yang berkepanjangan, melumpuhkan sendi-sendi ekonomi, merusak tatanan nilai sosial, justru sikap simpatik yang ditunjukkan dengan menyerahkan nilai yang tidak tanggung-tanggung adalah sikap empati dari manusia yang dijiwai yang luhur.
Bayangkan. Nilai 2 trilyun dapat diumpamakan membangun kerajaan bisnis yang tetesannya bisa dinikmati hingga 7 keturunan.
Beberapa Kabupaten saja, bahkan nilai APBD saja tidak mencapai 2 trilyun.
Menyerahkan donasi mencapai 2 trilyun adalah bentuk pengabdian total. Dari manusia Indonesia sekaligus Membangun solidaritas untuk bersama-sama melewati krisis ini.
Kedua. Sudah banyak sekali orang kaya yang banyak membantu berbagai persoalan.
Dari cerita adikku, ketika Pembangunan mesjid didekat rumah. Entah bagaimana ceritanya.
Seorang Pengusaha kelontong keturunan Tiongkok, rela memberikan bahan bangunan untuk Pembangunan mesjid. Berapapun keperluan.
Entah menyerahkan 2 truk semen setiap minggu. Atau 4 truk pasir.
Tidak perlu menyebutkan apakah yang dilakukannya kemudian akan menerima pahala. Bagi mereka tidak Penting.
Namun, sikap yang diberikan sama sekali tidak pernah mau dikait-kaitkan.
Entah beberapa kali ketika pengumuman hasil Pembangunan, cuma tertera “hamba allah”.
Jadi, sikap gotong Royong masyarakat Indonesia adalah pondasi. Didalam merawat kebersamaan dan bhineka Tunggal Ika.
Ketiga. Sikap pemberian donasi kepada negara sekaligus membuktikan. Masih banyak “orang-orang kaya” disekitar kita.
Yang jauh dari publikasi untuk turut menyumbangkan sebagian besar hartanya.
Sekali lagi jauh dari kesan publikasi.
Bandingkan dengan sikap heroik dari “orang yang Katanya berbudaya”.
Untuk urusan Palestina, Rohingya, hiruk pikuk politik begitu didominasi dukungan donasi. Lengkap dengan berbagai pernik hingga menjalar tokoh-tokoh penting di Republik ini.
Namun suara mereka nyaris tidak terdengar. Terhadap dukungan donasi. Kepada saudara sebangsa, setanah air ataupun seagama di Indonesia.
Sepi.
Sekali lagi. Menyerahkan donasi hingga mencapai 2 trilyun adalah muara dari jiwa yang luhur. Mengutamakan kehidupan Kemanusiaan dibandingkan dengan harta yang melimpah.
Tentu saja, Tuhan pasti memilih mereka. Bukan satu agama.
Tapi memilih mereka, karena memang Tuhan berkehendak memang untuk memilih mereka.