Ketika masyarakat Pasar Seluma, Bengkulu kemudian menolak eksploitasi bijih besi menjelang akhir tahun, dadaku kembali bergetar. Teringat memori 11-12 tahun yang lalu.
Yap. Teringat 11-12 tahun yang lalu, ketika masyarakat kemudian menolak kedatangan perusahaan tambang yang hendak merusak lahan dan alam masyarakat.
Berbagai penolakkan kemudian berujung dengan pembakaran perusahaan. Masyarakat yang menolak dan kemudian ditetapkan tersangka kemudian mengalami proses hukum hingga kemudian di penjara.
Harga yang mahal dari masyarakat tidaklah sia-sia. Perusahaan kemudian ditutup.
Sejak itu hubungan emosional saya dengan masyarakat Pasar Seluma terjalin. Saya selalu dihubungi masyarakat Pasar Seluma. Baik adanya hajatan ataupun berbagai peristiwa sehari-hari disana.
Tentu saja berbagai peristiwa politik tahun 2014 ataupun 2019, berbagai nama kemudian menjadi aktor Penting. Sehingga nama-nama yang kemudian saya kenal justru menduduki berbagai posisi penting.
11-12 tahun kemudian, perusahaan yang sama kembali mengusik ketenangan masyarakat. Kedatangan mereka dengan berganti baju kemudian datang dengan pongah.
Secara pribadi, saya berkeyakinan, masyarakat yang kemudian menolak adalah generasi baru. Mereka yang waktu Kecil ketika terjadinya penolakkan sekarang menjadi aktor Penting. Merekalah yang kemudian menjadi aktor Penting didalam mengorganisir perlawanan.
Tentu saja hubungan emosional yang terjadi tidaklah menyurutkan langkah saya kesana. Berbeda dengan 11-12 tahun yang lalu, saya mendampingi masyarakat untuk melakukan penolakkan, kedatangan saya kali ini adalah membangun silahturahmi yang sempat belum bertemu paska Perusahaan ditutup.
Momentum inilah yang saya gunakan. Sekaligus bertemu secara fisik. Sedangkan agenda advokasi, kampanye ataupun pengorganisasian, saya sudah percaya betul dengan kekuatan mereka.
Menjelang akhir tahun, saya mendapatkan kabar. Zenzi Suhadi (Zenzi) yang semula Direktur Walhi Bengkulu ternyata “mampir kerumah mertuanya”. Di Kaur. Sekitar 6-7 jam dari Bengkulu. Zenzi Suhadi kemudian menjadi Direktur Walhi ketika PNLH Di Makassar menetapkan.
Setelah liburan akhir tahun, saya kemudian mengagendakan ke Bengkulu dan Seluma. Dan ketika tiba di Bengkulu, malah dapat kabar, Ternyata Zenzi masih di Kaur.
Rencana barupun disusun. Setelah dari Pasar Seluma, maka akan dilanjutkan napak tilas ke Kaur. Tempat yang pernah menjadi bagian dari memori 11-12 tahun yang lalu.
Setelah bincang-bincang dengan kawan-kawan di Bengkulu, saya hubungi anton. Ketua BPD Pasar Seluma. Tentu saja tidak lupa mempersiapkan makanan khas Pasar Seluma. Remis.
Setelah berbincang semalaman, perjalananpun dilanjutkan. Mampir kerumah Pak Jaya. Salah satu tokoh masyarakat yang masih konsisten dengan perjuangan Rakyat.
Tiba-tiba WA masuk. Ternyata Zenzi mengirimkan gambar ikan yang sudah dimasak.
Ha… ha.. ha.. Secara tersirat, gambar menunjukkan. Zenzi sudah mempersiapkan makanan untuk disantap. Sekaligus perintah tidak tertulis harus mampir ke Kaur.
Kaur adalah kabupaten pemekaran. Setelah sebelumnya termasuk kedalam Kabupaten Bengkulu Selatan. Ujung dari Provinsi Bengkulu. Kaur langsung berbatasan dengan Provinsi Lampung.
Hanya 15-20 menit sudah masuk wilayah administrasi Lampung.
Sepanjang jalan dari Bengkulu, Suasana indah pemandangan Pantai menyegarkan mata. Pantai barat sumatera yang kemudian dikenal Pesisir Pantai barat Sumatera langsung berhadapan dengan Samudra Hindia. Samudra yang hingga kini masih menyimpan misteri.
Praktis sepanjang menyusuri pantai barat Sumatera, pemandangan yang indah membuat mata tidak bosa-bosan menatap pantai yang indah.
Setelah mampir ke Pasar Seluma dan Rawa Indah, saya kemudian menyusuri dari Seluma ke Kaur. Melewati Kabupaten Bengkulu Selatan.
Akhirnya usai magrib tiba di Kaur. Langsung menyantap Durian. Sekaligus mencicipi ikan Kerapu merah. Makanan khas yang berada di Kaur.
Kesempatan dua hari di Kaur tidak sia-sia. Kamipun berdiskusi hingga larut malam.
Sebagai “orang yang mendukung” Zenzi, tentu saja tidak membicarakan kabinet. Sebuah ranah yang menjadi ketidaktarikkan saya didalam melihat struktur nasional Walhi.
Namun diskusi yang paling hangat justru adalah gagasan bagaimana menatap Indonesia Hijau 2045.
Indonesia Hijau 2045 adalah gagasan bagaimana menempatkan Walhi didalam kancah memasuki Indonesia 100 tahun. Abad milenium baru.
Dengan hitungan Sederhana, yang akan menguasai panggung Walhi adalah mereka yang Sekarang berusia 20-30 tahun. Merekalah yang akan membicarakan Walhi dalam kancah Indonesia.
Dengan tenang, Zenzi membicarakan bagaimana pendekatan Walhi dalam kancah 100 tahun Indonesia.
Tagline, ajimat bahkan pemikiran Ekonomi Nusantara adalah pilihan jenius ditengah kesemrawutan persoalan lingkungan hidup.
Dengan rentang usia 40 tahun lebih, sudah saatnya Walhi tidak hanya menyodorkan data-data kerusakkan semata.
Tapi Walhi sudah harus membicarakan solusi bagaimana menatap lingkungan hidup Indonesia memasuki milenium baru.
Berbagai konsep tata Kuasa sudah dimainkan oleh negara. Baik konsep Perhutanan sosial ataupun Reforma agraria kemudian dibungkus sebagai tagline “Wilayah kelola Rakyat”. Sebagai tagline yang sudah menjadi mainstream sehari-hari di pemangku kepentingan.
Turunan dari wilayah kelola Rakyat dapat dibaca sebagai hak pemulihan Lingkungan, hak ekonomi dan pemulihan Ekologi.
Konsep wilayah kelola rakyat harus mempunyai arti ditengah masyarakat. Bukan sekedar dogma yang jauh dari realitas.
Namun terhadap “Wilayah kelola Rakyat” kemudian harus diimbangi dengan “kesejahteraan” dan menjamin kehidupan ditengah masyarakat. Terutama dari pendekatan ekonomi.
Konsep ekonomi Nusantara yang menjadi magnet harus diimplementasikan. Berangkat dari kekuatan masyarakat nusantara didalam mengelola sumber-sumber ekonomi.
Perekonomian dibangun untuk menjaga harkat dan martabat masyarakat Nusantara. Sekaligus menjadi “legal tanding” untuk industri yang merampas ruang Hidup masyarakat nusantara.
Tentu saja, desain yang disusun, harus mengakar dari kekuatan ekonomi masyarakat nusantara itu sendiri. Bukan mendesain dari pertumbuhan ekonomi untuk pasar global.
Ekonomi Nusantara adalah cara pandang Walhi didalam melihat realitas sekaligus jawaban untuk menempatkan masyarakat nusantara sebagai aktor didalam sektor ekonomi.
Kamipun berbincang-bincang hingga larut. Ketika angin laut dari Samudra Hindia membuat kami menyerah. Sekaligus alarm tubuh yang hendak memaksa kami tidur.
Setelah makan pagi, saya kemudian berkeinginan untuk menuntaskan perjalanan pesisir pantai barat sumatera. Dari Kaur kemudian ke Lampung. Nah, dari Lampung akan kembali ke Jambi melalui jalur lintas Sumatera.
Alangkah kaya perjalanan menyusuri pantai barat sumatera, membelah Bukit barisan dan kemudian mengakhiri menyusuri lintas sumatera.
Kekayaan yang dirasakan selain Melihat pemandangan indah di sepanjang pantai barat sumatera, melengkapi perjalanan dari landskap Sumatera, sekaligus mendapatkan asupan diskusi Ekonomi Nusantara.
Sebagai pandangan optimis menatap Indonesia 2045. Menatap Indonesia memasuki milenium baru.
Terima kasih atas dukungan semuanya. Baik masyarakat Pasar Seluma, Rawa Indah, Kaur, Walhi Bengkulu, Walhi Lampung dan Walhi Sumsel.
Hubungan silahturahmi yang terbangun dan Tetap terjaga adalah kekayaan yang tiada ternilai. Dan kekayaan dan pengetahuan yang didapatkan dapat diceritakan kepada generasi selanjutnya.
Sekali lagi terima kasih atas dukungan semuanya.