Setelah sebelumnya membahas tentang hak milik dan hak guna usaha, maka kali ini kita membahas tentang hak guna bangunan (HGB).
Didalam UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria ((UUPA) juga mengatur tentang HGB. Didalam pasal 16 ayat (1) Huruf c UUPA jelas tercantum HGB.
Didalam Pasal 35 ayat (1) UUPA disebutkan “Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”.
Sedangkan didalam pasal 35 ayat (2) UUPA “jangka waktu 30 tahun dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
HGB juga dapat beralhi dan dialihkan kepada pihak lain (Pasal 35 ayat (3) UUPA).
Hanya Warganegara Indonesia yang dapat mempunyai HGB (Pasal 36 ayat (1) huruf a UUPA). Sedangkan badan hukum yang didirikan Menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai HGB (Pasal 36 ayat (1) huruf b UUPA).
HGB dapat dijadidkan jaminan utang dengan dibebani hak tanggunggan (Pasal 39 UUPA). Namun HGB dapat hapus karena waktunya berakhir, dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut untuk kepentingan umum, diterlantarkan dan tanahnya musnah (Pasal 40 UUPA).
HGB haruslah didaftarkan. Menurut PP No. 10 Tahun 1961 yang kemudian mengalami berbagai perubahan regulasi, akta otentik dan tanda bukti Hak yang dimaksudkan UU Pokok Agraria Tahun 1960, kecuali apabila ada Putusan Hakim yang membuktikan lain. Demikian Menurut putusan Mahkamah Agung No. 735 K/Sip/1970.
Dengan membaca putusan Mahkamah Agung No. 735 K/Sip/1970 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) berdasarkan PP No.10 Tahun 1961 adalah otentik dan tanda bukti Hak berdasarkan UUPA.
Advokat. Tinggal di Jambi