Syahdan. Sang telik sandi menemui sang Raja Astinapura yang Tengah semedi. Menyelesaikan rapalan mantra.
Sembari menundukkan Kepala, tangan terkatup didada, sang Raja memejamkan matanya. Tanpa suara.
Suasana hening. Tiada terdengar suara apapun.
Hanya terdengar suara jangkrik di kejauhan. Menandakan musim yang akan datang.
Sang Telik tidak berani mengganggu tapa semedi sang raja. Khawatir rapalan mantra belum usai ditunaikan.
Menunggu sembari Raja Bangkit dari pertapaannya.
Namun sang raja mengetahui kedatangan sang telik Sandi. Dari kejauhan sang Raja telah mengetahui.
Namun suasana tetap hening.
Setelah menghela napas panjang, Sang raja menyudahi semedinya. Sembari bangkit dari pertapaan, sang Raja kemudian membalikkan badannya.
“Aku Sudah tahu apa yang terjadi. Para punggawa telah mencuri kepingan emas dari brangkas Istana Astinapura”, jawab sang Raja sembari menghela nafas panjang.
Sama sekali tidak percaya. Mengapa sang punggawa telah berkhianat kepada Kerajaan Astinapura.
Sang telik tidak berani berkata. Mukanya tertekuk menghadap ke Lantai. Sama sekali tidak berani mengeluarkan suara.
“Mengapa para punggawa yang telah diberikan kepercayaan dari kerajaan masih juga mau mengambil kepingan emas”, lanjut sang Raja.
Suaranya lirih. Seakan-akan tidak percaya apa yang terjadi.
Sembari meninggalkan pertapaan Pasebanan, langkah Sang Raja begitu lunglai. Terbayang beban berat yang harus ditanggung Sang Raja.
Namun titah harus diambil. Sang punggawa yang telah berkhianat kepada raja harus dihukum.
Tanpa beban ragu, sang Raja kemudian memasuki balairung istana Astinapura.
Suasana sunyi. Derap langkah sang Raja terdengar se antero balairung istana.