Berbeda dengan sistem kekerabatan berdasarkan geneologis seperti di Sumatera Utara (sistem kekerabatan Patrilinial) dan Sumatera Barat (sistem kekerabatan Matrilinial), di Jambi sistem kekerabatan berdasarkan teritori.
Berdasarkan peta Schetkaart Resindentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga’s), Tahun 1910, maka daerah-daerah di Jambi telah dibagi berdasarkan Margo. Seperti Margo Batin Pengambang, Margo Batang Asai, Cerminan Nan Gedang, Datoek Nan Tigo. Sedangkan di Merangin dikenal Luak XVI yang terdiri dari Margo Serampas, Margo Sungai Tenang, Margo Peratin Tuo, Margo Tiang Pumpung, Margo Renah Pembarap dan Margo Sanggrahan. Sedangkan Di Tebo dikenal dengan Margo Sumay, Marga VII Koto, Marga XI Koto, Marga Petajin Ulu dan Marga Petajin Ilir serta Marga Tabir Hilir. Batanghari Margo Petajin Ulu, Margo Petajin Ilir, Margo Marosebo, Kembang Paseban. Sedangkan di Muara Jambi dikenal Margo Koempeh Ilir dan Koempeh Ulu, Jambi Kecil. Di Tanjabbar dikenal dengan Margo Toengkal ilir, Toengkar Ulu. Dan di Tanjabtim dikenal Margo Berbak, Margo Dendang Sabak.
Selain Margo juga dikenal Batin. Seperti Batin Batin II, III Hoeloe (Hulu), Batin IV, Batin V, Batin VII, Batin IX Hilir, Batin VIII dan Batin XIV.
Didalam “Koninklijk Nederlands Aardrijkskundig Genootschap” disebutkan in het batin gebied staan de woningen in de doesoen. Dengan demikian, maka Batin terdiri dari beberapa Dusun. Sedangkan Cerita di masyarakat, arti kata “batin” berasal dari kata “asal”. Makna ini kemudian menjadi dasar untuk pembagian Dusun. Misalnya Batin 12 Marga Sumay. Dengan menggunakan kata “Batin”, maka ada 12 dusun asal (dusun Tua) sebagai bagian dari Marga Sumay. Sehingga Dusun didalam Marga Sumay terdiri dari Pemayungan, Semambu, Muara Sekalo, Suo-suo, Semerantihan, Tua Sumay, Teluk Singkawang, Teliti, Punti Kalo, Teluk Langkap, Tambon Arang dan Bedaro Rampak. Begitu juga Batin III Ulu yang terdiri dari Batang Buat, Muara Buat dan Batang Bungo. Muara Buat terdiri dari kampung Dusun Senamat Ulu, Lubuk Beringin dan Aur Chino.
Marga dan Batin dipimpin seorang Pesirah. Setiap Margo atau batin mempunyai pusat pemerintahan. Misalnya pusat pemerintah Margo Batin Pengambang di Moeratalang, Margo Serampas di Tanjung Kasri, Sungai Tenang di Jangkat, Peratin Tuo di Dusun Tuo, Sanggrahan di Lubuk Beringin, Sumay di Teluk Singkawang.
Wilayah administrasi setingkat kecamatan. Nama-nama Margo masih dikenal selain menjadi cerita rakyat. diantaranya kemudian menjadi Kecamatan. Misalnya Kecamatan Sungai Tenang kemudian menjadi Kecamatan Sungai Tenang kemudian berubah menjadi Kecamatan Jangkat Timur, Kecamatan Tiang Pembarap, Kecamatan Renah Pembarap, Kecamatan Sumay, kecamatan marosebo, Kecamatan Sabak, Kecamatan Dendang atau Kecamatan Tungkal Ulu.
Dibawah Marga dikenal dusun. Dusun merupakan sebagai pemerintahan terendah (village government). Dusun adalah kumpulan dari kampung atau kelebu. Dipimpin seorang Depati atau Rio atau Penghulu. Untuk daerah hulu biasa dikenal dengan Depati atau Rio. Di tingkat Dusun, orang semendo dikenal dengan istilah Depati. Sedangkan putra asli adalah Bathin. (Keterangan ini kemudian didukung oleh Elsbeth Locher Sholten sebagaimana dikutip dari “memorie van Overgave, V.E. Korn, 1936)
Dalam literatur Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938, disebutkan “di daerah hulu Sungai Batanghari, masyarakat mengenal dusun sebagai pemerintahan terendah (village government). Dusun terdiri dari beberapa kampung, Mengepalai Kepala Dusun adalah Depati. Dibawah Depati adalah Mangku. Dusun-dusun kemudian menjadi Margo. Pembagian kekuasaan dalam negeri atau dusun di daerah hulu adalah bathin dengan gelar Rio, Rio Depati atau Depati, di daerah hilir penguasanya adalah Penghulu atau Mangku dibantu oleh seorang Menti (penyiar, tukang memberi pengumuman)
Sedangkan didalam Luak XVI, Depati membawahi Rio atau Mangku. Misalnya Depati Suko Merajo yang membawahi “Rio Penganggung jagobayo di Tanjung Mudo, Depati Gento Rajo yang membawahi “Rio Pembarap” dan “Rio Gento Pedataran”. Depati Kuraco membawahi Rio Kemuyang.
Dengan demikian, maka didalam dokumen Tideman didalam buku klasiknya “Djambi” menyebutkan Rio dan Depati di wilayah dusun. Sedangkan Elizabeth “Rio” di tingkat Marga, sedangkan Depati di tingkat dusun didukung oleh dokumen Tijdschrift voor Nederlandsch IndiĆ«.
Namun berbeda di berbagai Marga didalam dusun. Depati membawahi Dusun dengan dibantu “Rio” di Kampung.
Didalam catatan lain ditemukan, “Rio” adalah Kepala Pemerintahan Margo. “Rio” merupakan Putra Asli. Pernyataan ini didukung oleh Elizabeth justru menyebutkan “Rio pemimpin di tingkat Marga. Depati di tingkat Dusun”. Bandingkan dengan Keterangan F. J. Tideman yang menganggap “Rio” adalah Kepala Pemerintahan setingkat Dusun.
Menurut tradisi lisan di dahulu kala ada seorang Pangeran Temenggung Kebaruh, yang dikatakan masih keturunan Majapahit, mengunjungi Kerinci dari Muara Mesumi yang meyakinkan para raja untuk mengakui kedaulatan Jambi. Para raja diberi hadiah berbentuk kain dan dianugerahi dengan gelar dipati (juga disebut
depati) yang berasal dari gelar Jawa adipati. Dipati berarti lebih daripada
sekalian. Lembaga depati diperkenalkan oleh raja Jambi lebih dari enam ratus
tahun yang lalu sebagai alat untuk memerintah.
Didalam struktur adat Marga Pangkalan Jambu, mereka mengenal “Tiga Tali sepilin. Tungku Sejarangan”. Ikatan yang kuat antara struktur adat yaitu hukum Negara, hukum agama dan hukum adat kemudian diputuskan oleh Rio sebagai “pemutus akhir” dan pelaksana keputusan adat.
Sebagai pemegang kekuasaan Rio di Pangkalan Jambu, maka terhadap sanksi adat seperti “ayam sekok. beras segantang” atau “kambing sekok. Beras 10 gantang”, cukup diselesaikan oleh Datuk Nan berempat. Sedangkan sanksi adat berupa “Kerbau sekok. Beras 100 gantang” maka harus diselesaikan oleh Rio sebagai pemegang kekuasaan Marga Pangkalan Jambu.
Sedangkan di Dusun Birun, walaupun merupakan dusun dari Marga Pangkalan Jambu, seluruh proses sanksi baik dimulai dari “ayam sekok. beras segantang” atau “kambing sekok. Beras 10 gantang” yang biasa cukup diselesaikan oleh Datuk Nan Berempat, namun Dusun Birun juga bisa menjatuhkan sanksi adat hingga “Kerbau sekok. Beras 100 gantang”.
Kekuasaan menjatuhkan sanksi Kerbau sekok. Beras 100 gantang” yang terdapat didalam kewenangan Rio di Pangkalan Jambu dapat dilaksanakan oleh “Datuk Rajo Nan Putih” di Dusun Birun.
Melihat Perda Merangin Tentang Masyarakat Adat Serampas, Di Marga Serampas dikenal Tembo Induk dan Tembo Anak. Tembo Induk dan Tembo anak. Tembo Induk mencakup wilayah Depati Pulang Jawa, Depati Singo Negoro dan Depati Pemuncak Alam. Sedangkan Tembo anak mencakup wilayah Depati Pulang Jawad an Depati karti Mudo menggalo.
- 1.Depati Seri Bumi Puti Pemuncak Alam Serampas
- 2.Depati Pulang Jawa
- 3.Depati Singo Negoro
- 4.Depati Karti Mudo Menggalo
- 5.Depati Seniudo
- 6.Depati Payung
- 7.Depati Kertau
- 8.Depati Siba
Di Marga Sungai Tenang dikenal gelar seperti Depati Suko Merajo (Dusun Gedang), Depati Tuo Menggalo (Dusun Tanjung Mudo), Rio Penganggun Jago Bayo (Dusun Tanjung Alam), Depati Suko Dirajo (Dusun Kotobaru), Depati Suko Menggalo (Dusun Tanjung Benuang), Depati Gento Rajo (Pulau Tengah), Pemangku Sanggo Ning di Rajo (Desa Renah Pelaan), Depati Sungai Rito (Rantau Suli), Depati Payung (Desa Pematang Pauh), Sako Rio Pembarap (Dusun Koto Teguh).
Di Marga Pratin Tuo dikenal Depati Pemuncak Alam, tempatnyo di dusun Tuo . Depati Karto Yudo, tempatnyo di dusun Tanjung Berugo, Nilo Dingin dan Sungai Lalang. Depati Penganggun Besungut Emeh, tempatnyo di dusun Koto Rami dan dusun Rancan dan Depati Purbo Nyato, tempatnyo di dusun Tiaro (Sumatra, Adatrehct, 323)
Di Marga Senggrahan, setiap dusun dipimpin pemangku Pemerintahan yang diberi gelar. Depati Tiang Menggalo di Dusun Kandang, Depati Surau Gembala Halim di Dusun Klipit, Depati Kurawo di dusun Lubuk Beringin, Depati Renggo Rajo di Lubuk Birah dan Rio Kemunyang di Dusun Durian Rambun. Nama Rio Kemunyang kemudian dijadikan nama Hutan Desa.
Di Marga Datuk Nan Tigo, selain kekuasaan ketiga Datuk, maka dikenal juga Datuk Petinggi dan Datuk Monti. Datuk Petinggi merupakan pimpinan dari ketiga Datuk. Berpusat di Dusun Pulau Pandan. Sedangkan Datuk Monti merupakan pembantu dari Datuk Petinggi berpusat di Dusun Tutur. Kata “tutur” kemudian dikenal sebagai daerah “Dam Kutur.
Selain hubungan antara Datuk Nan Tigo dengan Datuk Petinggi dan hubungan Datuk Monti, masing-masing Datuk mengatur sistem pemerintahan adat di wilayah masing-masing.
Datuk Petinggi berkuasa di Dusun Pulau Pandan. Dusun Pulau Pandan terdiri dari kampong Pulau Pandan, Muara Limun dan Dusun Tuo.
Datuk Temenggung menguasai Dusun Mengkadai, Tanjung Putus, Dusun Kait-kait.
Datuk Demang menguasai Kampung Pondok, Dusun Baru, Benteng Mukam, Mansao, Kampung Renah, Dusun Barung-barung dan Rantau Karya
Datuk Ranggo menguasai Kampung Muara Mansao, Rantau Alai dan Sungai Dingin. Sedangkan Datuk Monti menguasai Muara Kutur.
Marga Air Hitam dipimpin seorang pesirah. Setiap Dusun kemudian dipimpin Kepala Dusun. Namun dengan penamaan yang berbeda-beda antara satu dusun dengan dusun yang lain. Untuk pemangku Dusun Lubuk Kepayang diberi gelar Penghulu. Pemangku Dusun Baru disebut Menti. Untuk pemangku Dusun Semurung adalah Patih. Sedangkan pemangku Dusun Jernih Tuo dan Dusun Lubuk Jering diberi gelar Rio.
Lubuk Kepayang disebut “Penghulu” karena Desanya adalah penghulu. Penghulu artinya “keduluan”. Atau Dusun pertama.
Sedangkan Dusun Baru disebut “Menti” karena Dusun Baru dikenal sebagai tempat pemberhentian.
Advokat. Tinggal di Jambi