08 September 2022

opini musri nauli : Kesalahan dan Pertanggungjawaban (3)


Dalam diskusi sebelumnya dikenal Pertanggungjawaban pidana pengganti ( VicariousLiability dalam asas “pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability withaut fault)” yang menegasikan “tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld), maka juga dikenal “pertanggungjawaban pengganti” dalam kejahatan HAM. 


Biasa dikenal tanggungjawab atasan (superior responsibility) atau Commander responbility). 

Pertanggungjawaban komando tidak semata-matanya adanya perbuatan pidana. Namun Pertanggungjawaban dari komando disebabkan ada orang lain (dalam hal ini hubungan komando/atasan) yang harus bertanggungjawabn karena hubungan antara atasan dan bawahan. 


Sering juga disebutkan sebagai vicarious liability. 


Vicarious liability  berarti pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (liability for the acts of another person). 


UU HAM telah menegaskan bagaimana pertanggungjawaban komando (superior/Commander responbility). 


Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 menegaskan “komandan militer mengetahui” atau “komandan militer tidak melakukan sesuatu”. 


Sedangkan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 “atasan mengetahui namun mengabaikan informasi” atau “atasan tidak mengambil tindakan yang layak”. 


Dalam Literatur Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000  sering disebutkan sebagai By Commision”. Sedangkan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 sering disebutkan sebagai by ommision. 


Namun baik “by commision” maupun “by ommision” tetap menjadi tanggungjawab komando didalam kejahatan HAM. 


Dia harus bertanggungjawab terjadinya kejahatan HAM. 


Sebagai komando maka kemudian dijadikan subyek didalam proses kejahatan HAM. 



Advokat. Tinggal di Jambi