Ketika Prof. Dr. Mahfud, MD (Mahfud) kemudian ditetapkan sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Ganjar Pranowo yang diusung PDIP, PPP, Partai Hanura dan Perindo, ada “kelegaan”. Seketika terbayang optimis menatap Pilpres 2024. Sekaligus harapan untuk menatap masa depan.
Secara Intelektual, saya mengagumi pemikiran Mahfud ketika menuliskan Disertasinya yang kemudian dapat dibaca didalam buku “Politik dan Hukum di Indonesia”.
Didalam disertasi, Mahfud mampu menjungkalkan teori-teori hukum yang meletakkan undang-undang sebagai dasar hukum dan menempatkan sebagai produk hukum.
Maqom yang wajib dipelajari dan dikuasai oleh sarjana hukum di Indonesia.
Namun dengan disertasinya, Mahfud mampu mematahkan. Dengan teori yang berhasil ditelurkan yang kemudian menempatkan undang-undang bukanlah produk hukum. Tapi adalah produk politik.
Sebagai undang-undang yang diusulkan dan dibahas DPR, undang-undang menggambarkan bagaimana konfigurasi politik ketika undang-undang menjadi pembahasan.
Dengan mencontohkan UU No. 5 Tahun 1960 (dikenal Undang-undang Pokok Agraria/UUPA), UUPA menggambarkan konfigurasi politik yang berhasil membuat bagaimana Indonesia menjadi negara yang berdaulat didalam melihat persoalan agraria dari perspektif masyarakat Indonesia.
Sehingga tidak salah kemudian UUPA adalah cerminan jiwa yang Jernih, genuine yang melambangkan jati dari bangsa yang berdaulat.
Teori didalam disertasi Mahfud kemudian membuka mata saya yang kemudian selain menempatkan undang-undang sebagai produk hukum juga harus dibaca sebagai produk politik.
Hingga kini, entah berapa banyak karya ilmiah yang harus mencantumkan teori yang dipaparkan oleh Mahfud. Entah Skripsi, tesis dan disertasi. Bahkan “serasa” kurang lengkap apabila tidak memasukkan teori Mahfud di berbagai karya ilmiah.
Sejak itulah kemudian saya selalu mengikuti langkah perjalanan Mahfud. Hampir setiap pernyataan apapun, selalu mengutip asas-asas hukum, nilai-nilai, norma bahkan prinsip-prinsip yang kemudian begitu gamblang dan lancar disampaikan Mahfud di setiap kesempatan.
Ketika kisruh PKB, standing Mahfud bersama-sama dengan Mantan Presiden Abdurahman Wahid (Gusdur) membuat saya gamblang memahami persoalan internal PKB.
Pernyataan yang memberikan gambaran Sederhana yang menyatakan, kelompok Gusdur yang digawangi Mahfud adalah “pemilik BPKB”. Sedangkan kelompok lain adalah “mereka yang mengendarai” namun tidak mempunyai BPKB.
Sempat redup sebentar, gaung Mahfud kembali bersinar ketika memimpin Mahkamah Konstitusi sebagai Ketua MK.
Ditangannya, berbagai putusan kemudian menjadi pedoman didalam berperkara di MK. Istilah seperti “Keadilan Substansi - Keadilan prosedural” adalah cara pandang MK untuk menerjemahkan “Keadilan - kepastian hukum - kemanfaatan hukum” yang menjadi maqom dikalangan ilmu hukum.
Belum lagi MK mampu “Melompati” persoalan perselisihan Pilkada yang semula cenderung sekedar “kalkulator” yang berhasil melahirkan konsep TSM (terstruktur, sistematis dan masif).
TSM kemudian ditempatkan bagaimana adanya upaya pelanggaran terstruktur yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.
Kemudian adanya pelanggaran sistematis dimaknai sebagai pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Sedangkan pelanggaran masif adalah pelanggaran yang dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan. Secara teknis TSM kemudian menjadi maqom di MK.
Selain itu juga TSM juga diatur didalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018. Laporan atas dugaan pelanggaran TSM bisa disidang Bawaslu jika disertakan bukti terjadi di sejumlah wilayah.
Mahfud kemudian semakin bersinar ketika menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM. Berbagai gebrakannya kemudian semakin mengerikan. Entah kemudian mampu mengejar aset-aset yang dikuasai kroni orde baru, membongkar “dugaan Korupsi” di Kementerian Keuangan dan berbagai “langkah taktis” terhadap berbagai persoalan yang sempat mandeg.
Namun prestasi fenomenal adalah Mahfud yang menjadi Ketua Kompolnas mampu “membongkar” dugaan kecurangan dari kematian Yosua Hutabarat yang sempat heboh.
Dengan “tangan dingin” sembari selalu melemparkan wacana ke publik dan “mencium” adanya ketidakberesan” terhadap kematian Yosua, Kompolnas justru berada di garda terdepan. Mampu membongkar sembari tetap menyerahkan Mabes Polri untuk terus membongkar adanya “ketidakberesan”.
Dibantu LPSK, Kompolnas mampu menjadi “corong” dan muara dari “kegelisahan” publik terhadap penanganan perkara yang begitu rumit.
Alhamdulilah. Dengan “kejernihan”, selalu mendengarkan nurani publik, Kompolnas yang dipimpin oleh Mahfud berhasil membongkar terhadap peristiwa sesungguhnya terhadap kematian.
Prestasi ini tidak tanggung-tanggung. Barisan “keterlibatan” pejabat penting di tubuh Kepolisian “mampu” dibongkar. Selain adanya disidangkan, dipecat dan adanya dihukum disiplin membuat tubuh kepolisian ini mampu dibersihkan. Kepercayaan publik kemudian pulih dengan mampu dihadirkan “tokoh penting”, menyandang bintang dua sekaligus posisi penting sebagai tersangka utama. Luar biasa.
Sehingga tidak salah kemudian prestasi “mentereng” dari Mahfud sebagai Menko Polhukam membuat Mahfud kemudian menjadi “trending setter” yang kemudian dikagumi publik.
Tidak salah kemudian ketika Mahfud kemudian dijadikan Cawapres mendampingi Ganjar Pranowo begitu mendapatkan apresiasi dari masyarakat.
Melihat rekam jejak Mahfud baik sebagai akademisi yang melahirkan teori hukum yang mematahkan maqom ilmu hukum yang selama ini dianut, sebagai Ketua MK yang banyak melahirkan berbagai “penemuan hukum” dan terobosan hukum dan Menko Polhukam yang begitu banyak melahirkan berbagai langkah “genuine” yang mampu membongkar berbagai praktek kecurangan membuat Mahfud kemudian ditempatkan sebagai Pendekar Hukum.
Alangkah berbahagianya rakyat Indonesia yang kemudian akan melihat kiprah Mahfud memasuki Pilpres 2024.
Dan kita menanti “bagaimana” percepatan reformasi hukum yang akan dikawal Mahfud pada masa harapan yang akan datang.
Bukankah optimis dan harapan yang senantiasa digaungkan membuat kita akan menatapa Indonesia lebih baik.
Advokat. Tinggal di Jambi