13 November 2023

opini musri nauli : Pseudo Demokrasi

Ketika pernyataan “semua dipilih rakyat” yang kemudian disandingkan dengan kalimat “kalau tidak suka, tidak usah pilih saya” maka “seakan-akan” menggambarkan demokrasi. Menyerahkan kepada pilihan rakyat terhadap nama yang mengikuti Pilpres 2024. 


Makna ini “seakan-akan” menyembunyikan “peristiwa sesungguhnya” dibalik latar proses Bacalon Presiden/Wapres 2024. 

Cara untuk mendorong dengan sistem “kekerabatan” sebenarnya mengulangi cara-cara yang digunakan dengan peristiwa di Yunani/Romawi abad V sebelum Masehi. Waktu itu sebelum makna demokrasi yang menjadi landasan demokrasi masih dikuasai “kerabat” yang hanya berlangsung di kalangan “Istana”. Suasana diluar Istana tidak menjadi bagian penting didalam pengambilan keputusan yang kemudian berdampak kepada kepentingan masyarakat umum (publik). 


Cara-cara ini kemudian dikritik. Entah Plato didalam bukunya “Politea”, Gramsci didalam bukunya “Hegemoni”. Bahkan Machiavelli justru menempatkan kekuasaan politik yang akan memproduksi hukum. Sehingga tidak salah kemudian slogan “Negara adalah aku yang dalam Bahasa Prancis (L'État, c'est moi) adalah simbol-simbol penguasaan politik yang kemudian menghasilkan cara berpolitik yang dikuasai oleh Istana. 


Bahkan Napoleon Bonaparte kemudian yang lahir di masa revolusi Industri justru menjadi tirani dan kemudian membuat Perancis tenggelam dengan sistem yang kemudian menempatkan “Gereja dan Negara” menjadi alat yang efektif untuk menguasai struktur negara. 


Didalam kajian antropologi untuk melihat bagaimana melihat sebuah peradaban dapat dilihat dari proses seperti primitif, barbarisme dan peradaban. Sehingga penempatan cara-cara “kekerabatan” sebenarnya melambangkan cara pandang masyarakat yang masih primitif. Meminjam istilah Eep Saefullah Fatah, cara menempatkan “kekerabatan” adalah cara kuno, primitif dan sudah lama ditinggalkan negara-negara yang mengaku menjunjung demokrasi. 


Sebenarnya cara-cara ini sudah lama diingatkan oleh pemangku kepentingan negara (multistakeholer). Berbagai kejadian besar entah tumbangnya orde lama (Paska Soekarno) kemudian diikuti jatuhnya Soeharto (1998) Sudah diantisipasi dengan lahirnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (UU Anti KKN). 


UU anti KKN bertujuan untuk memastikan “Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara. 


Didalam UU Anti KKN disebutkan “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 


Sehingga Penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. 


Dengan demikian, ketika seorang penyelenggara negara sedang berkuasa, menempatkan “kerabat” dalam sistem politik dan kemudian “seolah-olah” diberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih didalam Pilpres 2024 adalah cara primitif, kuno sekaligus bertentangan dengan semangat anti KKN sebagaimana diatur didalam UU Anti KKN. 


Cara “menempatkan” kekerabatan ketika penyelenggara negara sedang berkuasa justru adalah “pseudo demokrasi”. Dan rakyat kemudian “dikaburkan” untuk menutupi proses penempatan “kekerabatan” didalam sistem politik. 


Sehingga klaim atau pernyataan “semua dipilih rakyat”  dan “kalau tidak suka, tidak usah pilih saya” adalah pernyataan yang menutupi proses penempatan “kekerabatan” didalam sistem politik. 


Dengan demikian maka proses yang kemudian ditutupi kemudian diserahkan kepada rakyat untuk memilih justru melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang Masih menempatkan “kerabat” sebagai bagian demokrasi yang harus dipilih. 


Tidak salah kemudian sebuah ujaran penting untuk disampaikan. “Proses yang baik” adalah menghasilkan hasil yang baik. Sebagaimana sering disampaikan didalam berbagai forum “hasil yang baik dihasilkan dari proses yang baik”. 


Bukankah kita menghendaki hasil demokrasi yang mahal, menyita energi kemudian dihasilkan dari proses yang baik  ?