06 Januari 2024

opini musri nauli : Kesetiaan Gagasan

 


Ketika Ganjar Pranowo (Ganjar) ditawarkan dari berbagai Koalisi Partai untuk menjadi Calon Presiden dan kemudian dibujuk meninggalkan Partai yang telah membesarkannya, ada kata-kata yang paling mendalam. 


“Saya dibesarkan oleh Partai ini. Saya tidak mungkin meninggalkan partai ini”, katanya tegas walaupun dengan nada lembut. 


Seketika makjeb. Kata-kata itu langsung menusuk hati paling dalam. Meneguhkan kesetiaan kepada prinsip-prinsip yang lama dipegangnya. Sejak muda. 


Tentu saja membandingkan prestasi Ganjar dengan kandidat lain akan menimbulkan perdebatan panjang. Atau bisa menimbulkan polemik yang berkepanjangan. 

Namun ketika meneguhkan sikap sekaligus tidak menjadi pengkhianat adalah nilai-nilai dasar seorang manusia. Seorang manusia akan selalu dikenang sebagai orang yang berpegang Teguh. 


Sikap tegas sekaligus tanpa mencla-mencle apalagi kemudian silau dengan angka-angka survey membuat Ganjar begitu menggema. Sekaligus membangun image sebagai seorang politisi yang tetap berpegang nilai-nilai. 


Teringat beberapa bulan yang lalu, Ditengah kemarahan pecinta sepakbola ketika ganjar sebagai Gubernur Jateng menolak kedatangan Israel, Ganjar tetap bersikukuh. Mempertahankan sikapnya. 


Ganjar Pranowo kemudian “seakan-akan” sendirian. Berhadapan dengan masyarakat Indonesia yang bermimpi Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.


Hampir pasti sama sekali tidak ada dukungan kepada Ganjar. Ganjar sendirian. Dan menjadi musuh Bersama (common enemy) masyarakat pecinta bola. Selain tentu saja PDIP yang tegas menyatakan penolakkannya. 


Tidak tanggung-tanggung, LSI kemudian menyebutkan Elektabilitas semula 35%  (Februari) kemudian melorot jauh menjadi 26,9% (April). 


Padahal sikapnya adalah sederhana. Selain menolak Israel dan setia dengan perjuangan Palestina, sikap Ganjar juga perwujudan konstitusi.  Berbagai regulasi memang mengamatkan Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel. Peraturan Menteri Luar Negeri No 3 Tahun 2019 (Permenlu No3/2019) malah tegas menyatakan “ Sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dan menentang penjajahan Israel atas wilayah dan bangsa Palestina, karenanya Indonesia menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel. Sehingga tidak ada hubungan secara resmi antara Pemerintah Indonesia dalam setiap tingkatan dengan Israel, termasuk dalam surat menyurat dengan menggunakan kop resmi. 


Selain itu juga tidak menerima delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi, tidak diizinkan pengibaran/penggunaan bendera, lambang dan atribut lainnya serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Republik Indonesia. 


Namun menjadi istimewa justru sikap tegas Ganjar. Ganjar lebih mengutamakan amanat konstitusi dibandingkan sikap populer untuk menyenangkan semua orang. Ganjar menempatkan diri sebagai negarawan. Ganjar sama sekali tidak memikirkan electoral. Tapi sikap dan ketegasan dan garis yang telah ditentukan UUD 1945. 


Dari sinilah “ujian terbesar” Ganjar. Istana, Kemenpora, PSSI, masyarakat pencinta sepak bola kemudian “menghunuskan belatinya” untuk menikam Ganjar. 


Ganjar dianggap “mbalelo” terhadap Istana, Kemenpora, PSSI. Ganjar bahkan dianggap “menyerobot” agenda penting dan hajatan nasional. 


Bahkan Kemenlu yang berkepentingan langsung untuk mengamankan Permenlu No 3/2019 nyaris tidak bersuara. Bahkan terkesan sama sekali tidak memberikan dukungan kepada Ganjar. Sama sekali tidak mau berhadapan langsung dengan publik pecinta sepakbola. 


Namun alam Semesta tidak pernah berkhianat kepada sang pengabdi. Penolakkan besar-besaran Israel kemudian menggema. Tagline “Save Palestina” menggelinding bak bola salju. Indonesia kemudian dikenal sebagai bangsa yang paling keras menolak Israel. 


Lalu apakah tidak ada yang kemudian mengenang Ganjar yang paling keras menolak ? 


Ganjar kemudian tenggelam dengan sepi. Tugasnya selesai ketika menyatakan sikapnya. 


Sikap, kesetiaan kepada gagasan kemudian diwujudkan dengan sikap menolak tawaran Partai lain untuk Koalisi Pilpres. Karpet Merah yang telah disiapkan ternyata sama sekali tidak menggiurkannya. 


Ganjar tetap memilih menjaga nilai. Setia kepada Partai yang telah membesarkannya. 


Nilai-nilai yang ditawarkan Ganjar adalah pondasi penting sebagai sikap kepemimpinan. Ditangan pemimpin, sikap yang jelas, tidak mencla-mencle. Bak istilah Jawa “pagi kedele. Sore tempe”. 


Bahkan seorang tokoh nasional pernah menyebutkan seorang Pemimpin, lidahnya mengandung meterai. Setiap katanya adalah perintah yang harus dipertanggungjawabkan. 


Nilai-nilai dan sikap ganjar adalah Oase ditengah sikap hipokrit dari berbagai partai. Yang cenderung memotong proses dan hanya berkonsentrasi terhadap kemenangan yang diraihnya. 


Mereka menabrak Aturan, mekanisme Partai hingga nalar publik yang kemudian menjadikan mereka hanyalah “sekedar petualang politik”. 


Nilai-nilai dan sikap ganjar adalah keteladanan yang mengajarkan sikap yang harus diambil seorang pemimpin. 


Dan saya memilih berada didalam barisan orang yang selalu Teguh memegang nilai dan sikap yang diambil Ganjar.