Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri bahasa melayu jambi. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri bahasa melayu jambi. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

21 Agustus 2025

opini musri nauli : Simbolisme Tumbuhan Seloko Melayu Jambi


Seloko Melayu Jambi adalah perumpamaan atau peribahasa tradisional yang kaya akan makna filosofis dan moral. Salah satu tema yang dominan adalah penggunaan simbolisme tumbuhan yang mencerminkan pandangan mendalam masyarakat Melayu Jambi terhadap alam, kepemimpinan dan kehidupan sosial. 

Didalam  seloko tumbuhan menunjukkan untuk menyampaikan ajaran luhur dan nilai-nilai yang fundamental.


1. Kepemimpinan Sebagai Pohon Pelindung


Banyak seloko mengibaratkan pemimpin seperti pohon yang besar dan rindang, yang menunjukkan fungsinya sebagai pelindung dan pengayom. 


Seloko seperti “Pohon Beringin. Pohon Gedang ditengah dusun. Akarnya kuat tempat besilo. Dahannya kuat tempat begayut” menggambarkan seorang pemimpin yang memiliki kekuatan dan dapat diandalkan, menjadi tempat bersandar dan bernaung bagi masyarakat. 


Pemimpin juga diibaratkan sebagai pohon rindang yang akarnya tempat bersila, tempat berteduh dari panas dan hujan, serta tempat bertanya dan berbagi cerita. 

17 Agustus 2025

opini musri nauli : Kunyit


Seloko "larik tepung. Larik kunyit. Larik seko" sebagai bagian dari "Tembo" atau narasi sejarah yang diikrarkan pada upacara adat seperti "kenduri sko". 


Tembo adalah catatan genealogi dan sejarah yang dipegang teguh oleh masyarakat adat. Dalam konteks ini, "larik kunyit" tidak dapat diartikan secara harfiah, melainkan sebagai sebuah simbol penanda batas wilayah yang sakral.


Seloko ini berdiri sejajar dengan ungkapan-ungkapan penanda batas lainnya seperti "Kayu pengait", "Sak sangkut", "takuk rajo", dan "Sialang belantak besi". 


Menunjukkan masyarakat adat Melayu Jambi memiliki sistem penandaan batas yang terstruktur dan berlapis, tidak hanya mengandalkan batas fisik, tetapi juga batas-batas simbolis yang diikrarkan secara kolektif. 

29 Juli 2025

opini musri nauli : Kunyit

 


Dalam kekayaan khazanah budaya Melayu Jambi, seloko adat memegang peranan penting sebagai cerminan pandangan hidup, pedoman berperilaku, serta warisan nilai-nilai luhur dari para leluhur. Salah satu seloko yang menarik untuk ditelaah adalah "larik tepung. larik kunyit. larik seko.". Seloko ini, meskipun terdengar sederhana, menyimpan makna filosofis yang mendalam terkait dengan konsep batas dan pewarisan adat.


Identifikasi dan Makna "Seloko Kunyit"


Seloko "larik tepung. larik kunyit. larik seko" dapat dimaknai Kata, Makna dan Estetika. Seloko ini secara spesifik dijelaskan sebagai bagian dari makna simbol "Kayu pengait", "Sak sangkut", "takuk rajo", "Sialang belantak besi". Dalam konteks ini, "larik kunyit" bersama dengan "larik tepung" dan "larik seko" merupakan makna simbolik dari tanda batas.


Makna simbolik dari tanda batas ini diikrarkan di dalam "Tembo" (catatan sejarah atau silsilah adat). Pewarisan dan pemahaman akan makna ini kemudian diturunkan melalui "kenduri sko" atau "kenduri adat", yang merupakan upacara adat penting dalam masyarakat Melayu Jambi.

opini musri nauli : Kunyit

 


Dalam kekayaan khazanah budaya Melayu Jambi, seloko adat memegang peranan penting sebagai cerminan pandangan hidup, pedoman berperilaku, serta warisan nilai-nilai luhur dari para leluhur. Salah satu seloko yang menarik untuk ditelaah adalah "larik tepung. larik kunyit. larik seko.". Seloko ini, meskipun terdengar sederhana, menyimpan makna filosofis yang mendalam terkait dengan konsep batas dan pewarisan adat.


Identifikasi dan Makna "Seloko Kunyit"

30 Juni 2025

opini musri nauli : Datuk Belang

 


Seloko "Datuk belang" dalam masyarakat Melayu Jambi bukan sekadar nama panggilan, melainkan cerminan kompleks dari pandangan dunia masyarakatnya yang menghargai alam, memahami hierarki, dan mengedepankan etika dalam setiap tutur kata dan perilaku.


Makna seloko "Datuk belang" dalam konteks masyarakat Melayu Jambi dapat dilihat didalam berbagai aspek linguistik, budaya, dan peran sosial. 


Dilihat Makna Linguistik dan Simbolis. Datuk" sebagai Penanda Hormat dan Kedudukan: Secara leksikal, kata "datuk" merujuk pada kakek atau orang yang dituakan dalam keluarga atau masyarakat pada umumnya. Namun, ketika digunakan 


dengan huruf kapital ("Datuk"), ia kemudian menjadi gelar kehormatan yang diberikan kepada individu dengan kedudukan tinggi atau yang dihormati. 


Sekaligus menunjukkan  penyebutan "Datuk" bukan sekadar penanda usia. Tapi pengakuan terhadap otoritas, kebijaksanaan atau peran penting seseorang dalam struktur sosial.

06 Juni 2025

opini musri nauli : Alam Kosmpolitan Tentang pemimpin

 


Ditengah masyarakat Melayu Jambi, alam kosmopolitan Pemimpin disebutkan didalam seperti Seloko seperti “memegang lantak nan dak goyang, cermin nan dak kabur, yang punya anak buah/rakyat banyak, yang memasukkan petang mengeluarkan pagi, Yang memuncak, urek nan menunggang dalam negeri” adalah cerminan tanggungjawab yang begitu besar. 

Simbol kepemimpinan dan penghormatan terhadap pembesar sering disebutkan dan dilekatkan didalam Seloko yang menyebutkan Pohon Beringin. Pohon Gedang ditengah dusun. Akarnya kuat tempat besilo. Dahannya kuat tempat begayut”. Ada juga yang menyebutkan “kayu gedang ditengah dusun. Pohonnya rimbun. Akarnyo tempat duduk besilo”. Ada juga yang menyebutkan Pemimpin itu hendaknyo ibarat sebatang pohon, batangnyo besak tempat besandar, daunnyo rimbun tempat belindung ketiko hujan tempat beteduh ketiko panas, akarnyo besak tempat besilo.. pegi tempat betanyo, balik tempat babarito. 


Menempatkan pemimpin sering disampaikan didalam Seloko seperti “kayu gedang ditengah dusun. Pohonnya rimbun. Akarnyo tempat duduk besilo”. Ada juga yang menyebutkan Pemimpin itu hendaknyo ibarat sebatang pohon, batangnyo besak tempat besandar, daunnyo rimbun tempat belindung ketiko hujan tempat beteduh ketiko panas, akarnyo besak tempat besilo.. pegi tempat betanyo, balik tempat babarito. 

06 Oktober 2024

opini musri nauli : Mayam

 


Ketika Al Haris sebagai kandidat Gubernur Jambi 2024 - 2029 menghadiri dan menjadi saksi pernikahan di Rantau Keloyang,  Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, sang pengantin pria menyebutkan “satu terima kawinnya dengan mas kawin satu mayam emas dibayar tunai”. 


Kata “mayam” menunjukkan istilah ukuran mas di daerah tertentu. Pengukuran emas yang didapatkan menggunakan penghitungan dari dahulu kala hingga sekarang tetap digunakan. 


Di kalangan masyarakat Melayu Jambi, sistem penghitungan luas, jauh, lebar, jumlah dikenal di tengah masyarakat. 


Ukuran luas kemudian dihitung antara lebar dan panjang. Ukuran untuk menentukan lebar dan panjang kemudian ditentukan dengna istilah “depa” (depo). 


Depo berasal dari kata Depa. Didalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan “depa” yaitu sistem pengukuran sepanjang kedua belah tangan mendepang dari ujung jari tengah tangan kiri sampai ke ujung jari tengah tangan kanan (empat hasta, enam kaki). Satu depa kemudian diukur menjadi 1,7 meter. 


Begitu juga istilah tumbuk. Tumbuk berasal dari kata “tombak”. Tombak yaitu senjata berupa kayu yang diujungnya terdapat sebilah baja tajam. Sedangkan tombak digunakan untuk berburu dengan cara melempar. Dengan demikian maka tombak yaitu kemampuan orang melempar tombak. Kemampuan manusia untuk melempar tombak ditentukan sejauh 10 meter. Sehingga biasanya 1 tumbuk kemudian diukur 10 meter x 10 meter. Sedikit berbeda istilah “tombak” didalam kamus Bahasa Indonesia. Satu tombak diukur  sama 12 kaki. 


Istilah “tumbuk” masih dikenal di Jambi. Bahkan jual beli tanah di kota Jambi masih sering menyebutkan tanahnya dengan istilah “tumbuk” untuk menunjukkan luas tanah. 


Cara penghitungan lain yaitu menggunakan istilah batu emas. Dibeberapa tempat terhadap pelanggaran terhadap hukum adat dikenal denda adat dengan istilah kambing Sekok, beras 20, batu emas. Istilah batu emas dikonvesi dengna nilai Rp. 500.000,-. 


Melihat nilai konversi, maka Batu emas senilai Lima ratus ribu rupiah tidak berbeda dengan nilai emas di Bungo yang biasa dikenal dengna istilah Mayam. 1 mayam senilai 3,37 gram. Sementara di tempat lain Ada juga menyebutkan 1 suku emas senilai 6 gram. Sehingga tepat kemudian definisi mayam didalam kamus Bahasa Indonesia “satuan ukuran berat emas 1/16 bungkal.

17 Juli 2024

opini musri nauli : Koto Atau Kota

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti koto adalah bulir padi yang masak paling dahulu. Sedangkan arti kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Kota juga dapat diartikan daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian. Ada juga yang mengartikan dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan. 


Lalu bagaimana dengan penggunaan kata “koto” didalam memahami pesan bertutur ditengah masyarakat Melayu Jambi ? 


Ditengah masyarakat Melayu Jambi, berbagai tempat menggunakan kata Koto. 


Pertama. Nama Koto dikaitkan dengan Tembo (batas wilayah). Berisikan tentang Tembo (wilayah), arah mata angin, pantang larang, penamaan tempat yang dilihat dari sungai, Pulau, Lubuk, Renah, Muara, Teluk, Rantau, danau, Tanjung, Bukit, Ujung,  dan Lembah. Selain itu penamaan berdasarkan tanda alam seperti kayu, tebing, batu, Kapuk, Alur, pohon, rumput, sialang dan Koto. 

Tata ruang pengaturan di masyarakat telah dicatat sebagai lingkup kesatuan negeri yang membentuk pemerintahan. Cara ini biasa dikenal istilah talang/koto. 

opini musri nauli : Ngerot

 


Didalam pembicaraan ditengah masyarakat Melayu Jambi dikenal istilah Ngerot. Kata ngerot sama sekali tidak dikenal didalam kamus besar bahasa Indonesia. 


Kata ngerot diucapkan dengan simbol “nge” - R’ot”. Dialek huruf R diucapkan dengan dialek khas Jambi. Sehingga huruf r diucapkan dengan lafal pengucapan khas Jambi. 


Istilah “ngerot” dapat dipadankan dengan perbuatan mengambil dengan cara irisan sedikit demi sedikit. 


Istilah ngerot kemudian didalam persoalan tanah adalah tetangga tanah mengambil tanah dengan cara “menggeser” batas tanah. Termasuk juga menggeser/memindahkan tanaman yang menjadi batas tanah antara satu pemilik dengan pemilik lain. 

15 Juli 2024

opini musri nauli : Tindih Galang

 


Didalam percakapan sehari-hari, saya tertarik dengan sebuah istilah. Tindih Galang. 


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata tindih diartikan dengan impit. Sedangkan arti kata galang adalah barang yang dipasang melintang (seperti bantal, penyangga, ganjal, landasan dari kayu, balok). Arti galang dapat diartikan sebuah kayu yang digunakan sebagai  penunjang atau penopang supaya tinggi atau supaya tidak rebah. Kata galang dapat juga dipadankan dengan arti kalang”. Yang kemudian dapat diartikan sebagai halang. 


Sehingga kata galang adalah sebuah kayu yang digunakan untuk penunjang/penopang. Galang juga dapat diartikan sebagai halang yang berasal dari kayu. 

13 Juni 2024

opini musri nauli : Kamu, Kami dan Kita

 

Kamu, Kami dan Kita

Musri Nauli 


Menurut kamus besar bahasa Indonesia (online), kata kamu dapat diartikan sebagai orang yang diajak bicara. Dapat juga diartikan yang disapa dalam ragam akrab. Diletakkan didalam konteks orang sebaya atau dibawahnya. Dan dimaknai lebih dari satu orang. Perbandingan untuk satu orang yang dikenal “kau”. Dari kata dasar “engkau”. 


Kata Kami dapat diartikan yang berbicara bersama dengan orang lain. Dapat juga dimaknai tidak termasuk yang diajak berbicara. Dan yang ditujukan lebih satu orang. Sebagai sandingan kata “saya”. 


Sedangkan kata kita diletakkan sebagai kata jamak yang diajak berbicara Bersama dengan orang lain. Dan juga diletakkan yang kemudian digabungkan menjadi bersama-sama. 


Demikianlah esensi dari makna kata kamu, kami dan kita didalam Kamus besar bahasa Indonesia. 


Lalu bagaimana penggunaan kata “kamu”, “kami” dan kita didalam pembicaraan sehari-hari masyarakat Melayu Jambi. 


Penggunakan kata “kamu” adalah tuturan yang paling sopan ditujukan kepada orang yang dihormati, orang yang berusia diatasnya ataupun orang yang terpandang.


Justru kata “kamu’ menunjukkan derajat penghormatan dari penutur kepada lawan bicara. Sehingga didalam forum-forum resmi sekalipun, penggunaan kata kamu menunjukkan rasa hormat dari sang penutur. 


Tentu saja apabila orang yang tidak memahami penggunaan kata kamu didalam pembicaraan sehar-hari masyarakat Melayu Jambi justru menunjukkan kehebohan. 


Berbagai interaksi maupun didalam berbagai pertemuan, seringkali “seseorang” membisikkan kepada saya, ketika sang penutur mengucapkan kata “kamu” kepada saya. Padahal sang penutur usianya jauh dibawah saya. 


“Apakah tidak sopan mengucapkan kata kamu ?“, sang penanya heran. Sekaligus menunjukkan protes dan ketidaksukaan. 


Sayapun kemudian tersenyum. “Justru ketika dia menyebutkan saya dengan ujaran “kamu” menunjukkan rasa penghormatan kepada saya. 


Tentu saja penggunaan kata “kamu” akan menimbulkan problema budaya di masyarakat yang belum memahami pembicaraan sehari-hari masyarakat Melayu Jambi. 


Sedangkan kata “kami” adalah pengungkapan kata “aku” atau “saya”. Namun menunjukkan sang penutur mengucapkan dengan kata sopan. 


Kata kami sebagai pengganti kata “aku” atau “saya” menempatkan rasa hormat dari sang penutur dihadapan lawan bicaranya. 


Sehingga kata “kami” bukan menunjukkan lebih satu orang. Sebagaimana makna didalam bahasa Indonesia. 


Saya teringat ketika seorang mahasiswa didepan penguji Skripsi yang menggunakan kata “kami” sebagai kata Ganti “aku” dan “saya” yang kemudian diprotes oleh sang penguji. 


“Kok Kami. Bilang saja saya !!!”. Bukankah yang mempresentasikan hanya satu orang. Tanya sang penguji heran. Sekaligus menunjukkan penggunaan kata Ganti yang tidak tepat. 


Saya kemudian memahami sang penguji justru tidak paham. Penggunaan kata “kami” dari sang mahasiswa yang sedang presentasi, menunjukkan rasa hormat didalam forum. 


Begitu juga penggunaan kata “kita” dari sang penutur. Kata “kita” sama sekali tidak dapat mewakili seluruh lawan bicara. Namun justru menunjukkan “kebersamaan” didalam masyarakat Melayu Jambi. 


Penggunaan kata “kita” justru bertujuan agar sang penutur kemudian mengajak seluruh yang terlibat pembicaraan agar menjadi bagian dari pembicaraan. 


Dengan demikian maka kata “kamu”, kata “kami” dan kata “kita harus diletakkan dari cara berfikir masyarakat Melayu Jambi didalam bertutur. 


Kata “kamu”, kata “kami” dan kata “kita tidak dapat dimaknai (harfiah/letterlijk) menurut kamus Besar Bahasa Indonesia. 


Bukankah seloko Jambi sering menyebutkan “lain ladang lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya”. 




19 Mei 2024

opini musri nauli : Kritik dan Berisik

 


Menurut kamus besar bahasa Indonesia , kritik adalah kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Sedangkan arti kata berisik adalah ribut adalah ramai, ingar bingar suaranya. Dengan demikian maka ada perbedaan esensial antara kritik dan berisik. 


Didalam alam demokrasi, menyampaikan kritik dijamin konstitusi yang memberikan kebebasan berpendapat (freedoom of speech). Sebagai  kebebasan berpendapat (freedoom of speech) maka terhadap para pengkritik tidak dapat dibenarkan untuk dijatuhi hukum. 


Namun ketika hanya sekedar menghujat kemudian disandingkan dengan kata-kata sama sekali tidak memberikan kupasan atau tanggapan terhadap tema yang ditawarkan bahkan malah memberikan penilaian terhadap pribadi bukan Kebijakan ataupun perbuatannya maka dapat dikategorikan sebagai “menghina”. Yang kemudian sering juga disebutkan sebagai “fitnah”. 

11 Maret 2024

opini musri nauli : Istilah gambut

 


Akhir-akhir ini, istilah gambut menjadi perhatian nasional. Perhatian nasional akibat kebakaran tahun 2015 dan tahun 2019.


Menurut BNPB, tanggal 22 Oktober 2019, Luas Lahan terbakar seluruh Indonesia mencapai 857 Ribu Ha. Sedangkan di Jambi luas terbakar mencapai 39.638 ha (September 2019). 

14 November 2023

opini musri nauli : Ingkar didalam Seloko Jambi

 


Ditengah-tengah masyarakat Melayu Jambi, terhadap kesalahan berdasarkan hukum adat maka kemudian dijatuhi sanksi. Namun ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan hukuman ataupun sama sekali tidak mau mematuhi berbagai perintah maupun hukum adat Melayu Jambi kemudian dikenal sebagai “ingkar”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata “ingkar” diartikan sebagai “menyangkal”. Atau “tidak membenarkan” atau “tidak mengakui”. 


Ditengah masyarakat Melayu Jambi, kata ingkar dilekatkan kepada orang yang telah dijatuhi denda adat. Maka setelah diputuskan oleh pemangku adat, maka terhadap sanksi haruslah dilaksanakan. 


Tidak dapat dipungkiri, terhadap sanksi adat yang telah dijatuhkan, kadangkala adanya pihak yang tidak mau mematuhinya untuk membayar Denda adat. 

08 November 2023

opini musri nauli : Sang Pengadil menurut Masyarakat Melayu Jambi

 


Ketika Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman (AU) dari jabatan Ketua MK dan dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat, tentu saja menarik perhatian. 


Putusan ini dijatuhkan berdasarkan laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI.