17 Juli 2024

opini musri nauli : Koto Atau Kota

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti koto adalah bulir padi yang masak paling dahulu. Sedangkan arti kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Kota juga dapat diartikan daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian. Ada juga yang mengartikan dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan. 


Lalu bagaimana dengan penggunaan kata “koto” didalam memahami pesan bertutur ditengah masyarakat Melayu Jambi ? 


Ditengah masyarakat Melayu Jambi, berbagai tempat menggunakan kata Koto. 


Pertama. Nama Koto dikaitkan dengan Tembo (batas wilayah). Berisikan tentang Tembo (wilayah), arah mata angin, pantang larang, penamaan tempat yang dilihat dari sungai, Pulau, Lubuk, Renah, Muara, Teluk, Rantau, danau, Tanjung, Bukit, Ujung,  dan Lembah. Selain itu penamaan berdasarkan tanda alam seperti kayu, tebing, batu, Kapuk, Alur, pohon, rumput, sialang dan Koto. 

Tata ruang pengaturan di masyarakat telah dicatat sebagai lingkup kesatuan negeri yang membentuk pemerintahan. Cara ini biasa dikenal istilah talang/koto. 

Koto adalah simbol penghormatan terhadap leluhur sekaligus sebagai benteng pertahanan.  Koto diartikan sebagai benteng tempat berlindung. Koto terdiri dari 3 suku asal dan sudah bersawah, berladang dan beternak peliharaan. Dengan demikian maka Koto adalah tempat benteng perlindungan yang didalamnya terdapat persawahan, peladangan dan tempat gembala ternak. 


Untuk menjaga keamanan didusun, sebagaimana tutur di Teluk Kuali, maka dibuatkan parit yang mengelilingi Dusun. Parit yang dibangun selain lebar juga cukup lebar. Dengan dibangunnya parit yang mengelilingi dusun, sehingga binatang buas tidak dapat memasuki dusun. “Maklumlah. Negeri harus aman”. Istilahnya “harus aman dari musuh alam”.


Kedua. Penamaan “Koto” menunjukkan jejak peradaban. Koto adalah simbol penghormatan terhadap leluhur sekaligus sebagai benteng pertahanan. Berupa parit yang cukup dalam. Biasanya mengelilingi wilayah untuk melindungi dari serangan musuh, hewan yang berbahaya bagi manusia. 


Kisah ini terdapat di Marga IX Koto, Marga VII Koto dan di Koto Teguh, Koto Renah di Marga Sungai Tenang. 


Didalam tuturan ditengah masyarakat Marga IX Koto, Makna koto dapat diartikan  koto yang ramai”. Kata Koto adalah Kota. Kota dimaksudkan bukanlah makna kota. Tapi dusun atau kampong yang dihuni oleh penduduk.  Untuk menjaga keamanan didusun, sebagaimana tutur di Teluk Kuali, maka dibuatkan parit yang mengelilingi Dusun. Parit yang dibangun selain lebar juga cukup lebar. Dengan dibangunnya parit yang mengelilingi dusun, sehingga binatang buas tidak dapat memasuki dusun. “Maklumlah. Negeri harus aman”. Istilahnya “harus aman dari musuh alam”. 


Ketiga. Nama Koto dilekatkan dengan nama Marga seperti Marga IX Koto, Marga VII Koto. Terletak di Kabupaten Tebo. 


Atau Koto 10 yang termasuk kedalam Marga Sungai Tenang.  Didalam Marga Sungai Tenang terdapat pembagian wilayah. Dengan menggunakan punggung (bukit) maka bisa ditentukan dusun asal dari Punggung Bukit Maka dikenal istilah “Pungguk 6”, “pungguk 9” dan Koto 10”.


Keempat. Nama koto dilekatkan dengan nama tempat. Seperti  Koto Teguh, Koto Renah, Koto Baru, Koto Tapus, Koto Renah dan Koto Tapus (Jangkat). Kesemunya adalah nama tempat yang termasuk kedalam Marga Sungai Tenang. 


Selain itu juga dikenal nama tempat Koto Rayo dan Koto Petai yang dikenal didalam Desa Pematang Pauh. Desa pematang Pauh dikenal juga termasuk kedalam Marga Sungai Tenang. 


Atau Koto Rami yang termasuk kedalam Marga Peratin Tuo.  Di Marga V Bangko dikenal Koto Rayo. Di Marga Sumay dikenal Koto Tinggi. 


Kekokohan “Koto” juga ditemukan di Koto Rayo, pemukiman kuno Sungai Tabir. Koto Rayo adalah pemukiman kuno atau Kerajaan kecil yang menguasai wilayah.


Sehingga ditengah masyarakat Melayu Jambi, kata koto tidak hanya menunjukkan tembo, nama tempat, nama marga namun juga sebagai bentuk benteng tempat berlindung. Namun yang lebih utama Penamaan “Koto” menunjukkan jejak peradaban. Sehingga kata Koto bukanlah makna harfiah sebagaimana didalam kamus besar bahasa Indonesia. 


Lalu bagaimana dengan Desa Koto Kandis Dendang dan Desa Koto Kandis ?. Desa Koto Kandis Dendang dan Desa Koto Kandis termasuk kedalam Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur.


Kecamatan Dendang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur No. 14 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Kecamatan Muara Sabak Barat, Kecamatan Kuala Jambi, Kecamatan Mendahara Ulu, Kecamatan Geragai dan Kecamatan Berbak (Perda No. 14 Tahun 2004).


Kecamatan Dendang kemudian terdiri dari Desa Catur Rahayu, Desa Jati Mulyo, Desa Koto Kandis, Desa Koto kandis Dendang, Desa Kuala Dendang, Desa Sidomukti dan Kelurahan Rantau Indah. Pusat Kecamatan kemudian terletak di Kelurahan Rantau Indah. 


Sehingga menurut Perda No. 14 Tahun 2004 kata yang digunakan adalah Koto. Untuk menunjuk nama Desa Koto Kandis Dendang dan Desa Koto Kandis. 


Namun kata koto kurang begitu dikenal di masyarakat Desa Koto Kandis Dendang. Masyarakat Desa Koto Kandis Dendang lebih suka berikrar dengan kata “kota”. Sehingga nama yang lebih tepat adalah Desa Kota Kandis Dendang. 


Walaupun kata Kota harus dilekatkan dengan makna yang sama dengan kata Koto, bukanlah kota sebagaimana menurut kamus Besar bahasa Indonesia namun ikrar penamaan sebagai masyarakat Melayu Koto Kandis Dendang yang kemudian memilih kata Kota, maka ikrar itu harus diletakan sebagai pandangan masyarakat itu sendiri. 



Advokat. Tinggal di Jambi