Membicarakan air berarti membicarakan kehidupan.
Pernyataan itu harus tegas dan menjadi perhatian setiap kompnonen bangsa.
Pernyataan ini sengaja disampaikan sebagai bentuk sikap Walhi Jambi.
Sebagai sikap sebagai organisasi advokasi lingkungan hidup, Walhi Jambi secara konsisten menyatakan bahwa persoalan air merupakan persoalan pengelolaan sumber daya.
Banjir, kekeringan, penggundulan hutan, pencemaran dan berbagai persoalan pengelolaan sumber daya alam merupakan bentuk sikap pongah manusia didalam melihat alam.
Manusia yang ditakdirkan sebagai pemimpin didunia dan mempunyai akal pikiran yang tidak terdapat didalam jenis ciptaan Tuhan lainnya, disatu sisi dapat menjadi perusak lingkungan. Kerusakan alam lebih cepat dan lebih berbahaya daripada daya dukung lingkungan dalam membenahi alam.
Manusia juga dengan berbagai akal pikiran ternyata juga menjadi salah satu sebab dalam merusak alam. Manusia juga yang paling merasakan dampak langsung dari salah kelola sumber daya alam.
Berbagai produk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam seperti privatisasi air yang memberikan kewenangan negara untuk menentukan air sebagai komoditas ekonomi yang secara jelas-jelas bertentangan dengan prinsip dasar negara Indonesia yang menganggap air adalah sektor publik yang tidak dapat dikategorikan sebagai komoditas eknomi, berbagai peraturan yang memberikan kewenangan negara untuk menghilangkan fungsi tatanan hutan sebagai daya dukung penyedia air, berbagai peraturan yang memberikan kewenangan negara untuk menentukan wilayah-wilayah ekonomi dimana wilayah itu sebenarnya merupakan pondasi dasar wilayah penyedia air merupakan bentuk sikap negara yang menganggap bahwa negara telah salah urus didalam menata dan mengelola sumber daya alam.
Di Jambi, pencemaran di berbagai daerah industri perusahaan pulp PT. WKS seperti di Tebing Tinggi (Hasil Konferensi Rakyat Jambi, tanggal 31 Agustus – 2 Agustus 2007), penggundulan hutan (illegal logging) di berbagai kabupaten di Propinsi Jambi, pembangunan ruko yang menjamur di Kota Jambi yang didaerah resapan air seperti pembangunan gedung WTC dan daerah Hotel Abadi, perampasan tanah-tanah adat oleh negara baik dalam persoalan Rencana perluasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, tanah adat di daerah Mersam maupun berbagai persoalan-persoalan pengelolaan sumber daya alam membuktikan bahwa di Jambi sendiri berpotensi akan mengakibatkan krisis air yang sulit diakses oleh masyarakat. Air “direncanakan” menjadi komoditas yang bernilai tinggi dan berpotensi akan menimbulkan potensi konflik horizontal.
Berangkat dari pemikiran bahwa manusia yang menjadi pongah dan berbagai peraturan negara yang meletakkan air sebagai komoditas ekonomi, maka kekeringan, kebanjiran, penggundulan hutan, pencemaran merupakan akibat langsung dari negara yang salah mengurusi pengelolaan sumber daya alam.
Dari titik inilah, maka sudah semestinya, kita sejenak tersadar bahwa didalam rangka memperingati Hari Air Sedunia, kita kembali sebagai fitrah manusian yang diberi tugas untuk mengelola sumber daya alam secara bijak dan menyadari bahwa bumi tidak sanggup lagi menanggung kesalahan manusia.
Dan kembali kepada fitrah untuk kembali menata bumi dan mengelola sumber daya alam dalam rangka penyediaan air sebagai kebutuhan yang tidak dapa digantikan dengan apapun.
Ditulis dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia 22 Maret 2008.