04 Januari 2004

opini musri nauli : Peran Anak Muda dalam Pertarungan Transformasi Sosial

Tiba-tiba kita dikejutkan dengan perkembangan dunia yang semakin cepat. Anak muda Indonesia lebih mengenal pakaian jeans dan kaos oblong daripada teluk belango. 

Lebih mengenal Kentucy Fried Chicken daripada ayam goreng Mbok Berek. Lebih kenal Britney Spears daripada Wayang Orang atau Dul Muluk. Lebih kenal Coca Cola daripada Teh Poci. 
Lebih suka menonton MTVdan mengikuti perkembangan musik dunia daripada menonton drama keliling dan mendengarkan krinok Nyaris di segala penjuru dunia, negara-negara berkembang mulai mengadopsi kebijakan-kebijakan yang dimaksudkan untuk merestrukturisasi watak peran negara dalam perekonomian untuk meliberalisasikan perdagangan domestik dan regulasi investasi dan untuk meswastakan perusahaan-perusahaan milik negara. 

 Berbagai reformasi kebijakan tersebut nyaris mengganti secara keseluruhan semua kebijakan sebelumnya yang mendominasi negara-negara berkembang dari tahun 1950-an hingga 1970-an. 

Orientasi mutakhir pembangunan di dunia ketiga didasarkan pada premis-premis kebijakan memandang keluar dirancang untuk mengintegrasikan perekonomian kedalam pasaran global, utamanya ketika strategi-strategi berorientasi ekspor menggantikan industrialisasi substitusi impor. 

Illustrasi sederhana dipaparkan penulis sebelumnya membuktikan bahwa transformasi social sedang terjadi. Sebagai warga dunia, perkembangan itu tidak dapat dihentikan. Kita dipaksa untuk mengikutinya. Hampir praktis seluruh kendali hidup kita sudah dikendalikan oleh pertarungan global secara cepat. 

Namun ketakutan itu sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kita mempersiapkannya. Transformasi social yang terjadi dapat berakibat baik maupun buruk Transformasi yang terjadi di tengah masyarakat dunia merupakan gejala normal. Pengaruhnya cepat dan dapat terjadi karena adanya komunikasi modern Perubahan didalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai social, kaidah-kaidah social, pola-pola perikelakuan, organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi social dan sebagainya. 

Dan apabila seseorang hendak membuat uraian tentang perubahan dalam masyarakat, perlu terlebih dahulu ditentukan secara tegas, perubahan mengenai hal apa yang dimaksudkan olehnya, sebagai titik tolak kerangka berfikir. Sebelum kita melakukan penelitian tentang perubahan social dan terjadinya transformasi social maka kita harus mengadakan klasifikasi masyarakat. Klasifikasi ini digunakan untuk melihat terjadinya perubahan social yang terjadi dimasyarakat. Perubahan social itu terjadi dapat disebabkan 1. intern a. pertambahan penduduk atau berkurangnya ; b. penemuan baru; c. pertentangan (conflict); d. revolusi; 2. ekstern a. lingkungan alam fisik; b. pengaruh kebudayaan masyarakat lain; c. peperangan; Perubahan social lebih mudah terjadi apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat lain, lapisan social yang terbuka, penduduk yang heterogen serta ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang kehidupan tertentu. 

Dalam sorotan penulis, perubahan social dan perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsure lain dari masyarakat atau sebaliknya. 

Apabila terjadi hal yang demikian, maka terjadilah social lag, yaitu suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan kepincangan. Tahun 2002, Yayasan Keadilan Rakyat berhasil mengolah data perubahan masyarakat yang tidak diikuti oleh perkembangan hukum. 

 PERISTIWA YANG TERJADI MENARIK PERHATIAN PUBLIK

 1. Januari 2002 Masyarakat mendatangai Pengadilan Negeri Muara Bungo yang membebaskan terdakwa, Syawal dari segala dakwaan JPU dalam tindak pidana kesusilaan. DPRD kemudian membentuk Pansus terhadap kasus ini yang kemudian dikenal sebagai Pansus Syawalgate 2. Maret 2002 Hakim mengabulkan tuntutan JP dan menghukum terdakwa dengan penjara selama 4 tahun dari tuntutan JPU 7 tahun. Hakim menganggap bahwa dakwaan JPU tentang perbuatan pemerkosaan tidak terbukti. 

Namun yang terbukti adalah perbuatan cabul. Keluarga korban kemudian mengejar hakim dan berteriak histeris di Pengadilan Negeri Jambi 3. April 2002 Hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi ketentuan pasal 340 KUHP (Pembunuhan berencana) dan hanya terbukti perbuatan yang dituduhkan pasal 338 KUHP (Pembunuhan biasa). Hanya memberikan hukuman (strafmacht) selama 10 tahun dari tuntutan JPU 12 tahun. Keluarga korban tidak puas dan mengamuk di Pengadilan Negeri Muara Bulian. 
Sumber : Pusat Data Yayasan Keadilan Rakyat, 2002 

 Table yang penulis paparkan diatas, membuktikan bahwa adanya dua perbedaan system hukum yaitu system Hukum Nasional (civil law system) yang dibuktikan dengan putusan Pengadilan Negeri dan system hukum masyarakat (customary law system) yang menghendaki pelaku haruslah dihukum. 

Apabila pelaku tidak dihukum berdasarkan system hukum masyarakat, maka masyarakat menganggap bahwa hukum tidak berpihak kepada masyarakat. Sebuah pandangan yang kemudian bertentangan dengan system hukum pidana 

Namun tertinggalnya kaidah-kaidah hukum juga dapat mengakibatkan disorganisasi. Yaitu suatu keadaan diamana kaidah lama sudah tidak diterima, sedangkan kaidah baru atau pengganti belum disusun atau dibentuk. 

Keadaan tersebut selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya anomalie, yaitu suatu keadaan yang kacau oleh karena tidak adanya pegangan bagi warga masyarakat untuk mengukur kegiatan-kegiatannya. 

Table diatas sekedar wacana yang penulis sampaikan sebagai bahan diskusi mengenai transformasi social. 

Perkembangan social yang cepat ternyata tidak diikuti dengan perkembangan transformasi dibidang hukum, politik, ekonomi dan sebagainya. Ketertinggalan ini selain struktur, kelompok bidang-bidang itu juga dipengaruhi factor-faktor seperti sikap masyarakat yang mengagung-agungkan masa lalu (tradisionalisme), adanya kepentingan (vested interest), prasangka terhadap hal yang baru dan hambatan ideology. 

Dari titik inilah kita meletakkan posisi anak muda Indonesia dalam melakukan transformasi social. Pertanyaan kritis timbul “Apakah peran yang dapat dimainkan oleh kaum muda ?”. Apakah kaum muda larut, terpengaruh atau mewarnai dalam putaran itu. Dalam rekonstruksi yang telah penulis paparkan, maka peran dinamis kaum muda mutlak diperlukan. Gugatan konkrit terhadap dominasi global senantiasa dikumandangkan. 

Dan penulis percaya bahwa kaum muda Indonesia dapat memainkan peran itu.