14 Juni 2010

opini musri nauli : HUKUM DIMATA KANDIDATE GUBERNUR



Debat kandidate Calon Gubernur Jambi 2010 – 2015 akan berlangsung dan mengakhiri putaran debat kandidate. 
Debat kandidate menjelang Pilgub diharapkan dapat menjawab keragu-raguan masyarakat dan masyarakat dapat memilih dengan mengetahui program-programnya. 

 Sebagai orang berlatar belakang hukum, konsentrasi penulis terhadap visi-misi Kandidate Gubernur tentu saja tertuju kepada program yang bersinggungan dengan hukum. 

Dengan menggunakan pendekatan dua issu hukum maka dapat diklarifikasikan program-program yang ditawarkan para kandidate. 

Untuk memudahkan melihat program yang ditawarkan, maka penulis berkonsentrasi kepada dua hal. Penyelesaian konflik Menurut logika, semakin banyak sumber daya alam maka masyarakat seharusnya makmur dan terjamin akan hak-hak dasarnya. 

Dalam catatan penulis, Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Hampir setiap sumber daya alam didunia, ada di Indonesia. Minyak yang mempunyai cadangan 87 M Barrel baru diproduksi 0,387 M barrel. Gas 384,7 TSCF, diproduksi 2,95 TSFC. Batubara 58 M Ton, diproduksi 0,132 M Ton. Belum lagi emas, nikel, tembaga, biji besi, hutan 190 Jt Ha yang bisa dikonversi 22 juta hektar, Laut 500 Jt Ha yang menyediakan Ikan laut 6,4 Jt Ton/th. 

Belum lagi ambisi Indonesia yang mencadangkan 9 juta hektar sawit yang bisa mengungguli Malaysia. (MEWUJUDKAN NEGARA KEPULAUAN YANG MAJU, KUAT DAN MANDIRI, Dr. Ir. Son Diamar, MSc). 

Belum lagi potensi sumber pariwisata yang paling lengkap. Mulai dari gunung, danau, sungai, laut dan berbagai eksotik keindahan alam yang menarik perhatian dunia. 

 Sekedar perumpamaan, Malaysia yang mempunyai areal sekitar 6 juta hektar sawit namun mampu memakmurkan rakyatnya. Begitu juga Australia, Jepang yang bersandarkan kepada ikan laut, Brunei Darussalam yang semata-mata dari minyak bumi, atau Thailand, Kroasia, yang sebagian besar justru dari pariwisata. 

Yang paling ironi apabila dihitung dari keuntungan hasil Freeport maka dapat menyekolahkan anak-anak Indonesia dari Sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi. 

 Namun hasil riset Walhi 2006 justru memberikan jawaban yang berbanding terbalik dengan angka-angka yang berasal dari sumber daya alam. Walaupun Indonesia mempunyai berbagai sumber daya alam yang melimpah ruah, namun tingkat kemiskinan justru terjadi di daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. 

Di Propinsi Kalimantan Timur, sebagai daerah kaya di Asia Tenggara dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita 3.319 US$ pada tahun 1985, akan tetapi dilihat dan tingkat kesejahteraan yang benar-benar dinikmati oleh penduduk, yakni dan pengeluaran konsumsinya, hanya mencapai 293 US$. 

Dengan demikian besarnya konsumsi per kapita hanya 8,82% dan jumlah PDRB per kapita selebihya, kemakmuran tersebut tidak dinikmati sebagai bagian dan tingkat kesejahteraan. 

 Walaupun kekayaan sumber daya alam yang melimpah namun penduduk miskin tidak berkurang. Th. 1987 30 juta jiwa (17.4%). Th. 2008 33 juta jiwa (16.6%). 

Angka-angka ini sekedar perumpamaan bagaimana tidak ada korelasi antara kekayaan sumber daya alam dengan kemiskinan 

 Sementara di Jambi sendiri, Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi terbatas dimana eksploitasinya dilakukan dengan system tebang pilih dan tanam. Kawasan ini mencapai 252.775 Ha, atau 4,73 % dari luas Provinsi Jambi, yang menyebar di beberapa wilayah kabupaten. 

Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan protan produksi tetap dimana eksploitasinya dilakukan dengan system tebang pilih atau tebang habis dan tanam. Kawasan ini mencapai 702.662 Ha, atau 13,15 % dari luas Provinsi Jambi yang menyebar di dibeberapa wilayah kabupaten. (RTRW 2010) 

Belum lagi Kawasan minyak dan gas bumi terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Batanghari,Kabupaten Sarolangun, Kota Jambi, Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo. Batubara terletak di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat. Kawasan pertambangan mineral terletak di Kabupaten Kerinci, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur. Kehutanan, perkebunan Muara Bulian, Tanjabbar, Tebo, Sarolangun, Bangko, Tanjabtim, Kerinci, Bungo, Muara Jambi dan Bungo. 

 Sumber daya alam yang kaya ini memperkaya potensi hasil karet yang menjadi primadona rakyat Jambi. Potensi Karet di Jambi telah dirasakan oleh masyarakat Jambi. 

 Tahun 2006 luas kebun karet mencapai 623.825 ha dengan produksi 225.702 ton per tahun. Begitu juga dengan Lahan kelapa sawit seluas 259.786 ha dengan produktivitas 3.110 kg per hektar setiap tahunnya. 

Jambi sendiri kemudian berambisi menjadikan Perkebunan Kelapa sawit seluas 1 juta hektar. Akibatnya hutan menjadi rusak atau terjadi lahan kritis. Hutan produksi pun di Jambi hampir seluas 1,2 juta hektare (HA) sebagian besar telah rusak atau gundul. 

 Sedangkan di Jambi Lahan kelapa sawit seluas 347.355 ha dengan produktivitas 3.110 kg per hektar setiap tahunnya. Jambi sendiri kemudian berambisi menjadikan Perkebunan Kelapa sawit seluas 1 juta hektar (RTRW Jambi, 2010). 

Untuk memenuhi Produksi Kelapa sawit tandan buah segar (TBS) Indonesia pada tahun 2007 mencapai 5,17 juta ton dan CPO mencapai 1.035 juta ton. (Kompas, 16 September 2008). 

Melengkapi ambisi Indonesia untuk menyediakan 20 juta hektar sawit tahun 2020. 

 Namun ambisi membangun sejuta hektar sawit berbanding terbalik dengna kesejahteraan petani. 

 Bahkan dalam kurun waktu Kerusuhan Massa 1998 – 2007 ternyata menimbulkan konflik di tengah masyarakat. 

Ini dapat dilihat pada kurun November 1998 di Tungkal Ulu di Kab. Tanjab Pembakaran PT. DAS Akibat pembakaran. 1 orang petani dijadikan tersangka. April 1999 di Tanah Tumbuh Kab. Bute Pembakaran PT. TEBORA 3 September 1999 di Empang Benao Kab. Bangko Pembakaran PT. KDA 13 orang dijadikan tersangka . 

Januari 2000 di Tanah Tumbuh Kab. Bute Pembakaran PT. Jamika Raya 13 orang dijadikan tersangka. September 2002 di Bungo Pengrusakan PTPN VI 18 Orang dijadikan tersangka. Desember 2006 di Singkut Kabupaten Sarolangun Pembakaran PT. DIPP 27 orang dijadikan tersangka. 

Desember 2007 di Lubuk Madrasah Kab. Tebo Pembakaran alat-alat berat di PT. WKS 9 orang dijadikan tersangka. Bahkan masih dalam hitungan hari, justru masih terjadi di PT. TLS. Apabila dilihat dari kurun waktu periodik terjadinya konflik didalam perkebunan besar kelapa sawit dan sebaran wilayahnya, maka praktis terjadi di seluruh kabupaten di Propinsi Jambi (kecuali Kotamadya Jambi dan daerah Kerinci). 

Sebaran wilayah yang merata membuat penulis meyakini, bahwa para kandidate yang berasal dari Bupati mempunyai ancaman besar akan meledak dan menimbulkan persoalan di kemudian hari. 

 Data-data ini sekedar gambaran bagaimana konflik didalam perkebunan besar kelapa sawit merupakan “bom waktu” yang setiap saat meledak dan siap menghancurkan berbagai pranata sosial. Ancaman perang antar desa, yang diakibatkan berbagai persoalan sosial belum menarik para kandidate maupun pemangku pemerintah untuk menyelesaikannya. 

Ucapan basa-basi seperti “sedang diupayakan penyelesaiannya” dan berbagai pernyataan yang sering kita lihat di media massa sama sekali tidak menyentuh dan berupaya untuk menyelesaikannya. 

Dengna kata lain maka Tidak ada yang memberikan perhatian penuh terhadap ancaman konflik sosial Bantuan Hukum Titik perhatian kedua adalah bantuan hukum. Membicarakan bantuan hukum tidak semata-mata berkaitan dengna pekerjaan advokat (officium nobile). 

Tapi yang penulis maksudkan tentu saja melihat Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang memberikan ruang pengakuan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya dari fakir miskin. Dengan demikian adanya pengakuan terhadap hak untuk dibela oleh advokat atau pembela umum bagi fakir miskin. 

Terjemahan konsep bantuan hukum dinyatakan secara jelas dan tegas di dalam UUD 1945, agar hak konstitusional rakyat untuk memperoleh bantuan hukum dapat terjamin merupakan konsep negara hukum (rechtsstaat) dimana negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu Pengakuan negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum bagi semua orang. 

Dalam suatu negara hukum semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment). 

 Kalau seorang yang mampu (the have) mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. 

Sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu (the have not) juga dapat meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. 

Tidak adil bilamana orang yang mampu saja yang dibela oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum, sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang advokat Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia setiap orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang (justice for all). 

Tidak ada seorang pun dalam negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar belakangnya, seperti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik, strata sosio-ekonomi, warna kulit dan gender. (Dasar Konstitusional Bantuan Hukum, Frans Hendra Winata, KHN) 

 Penjelasan yang penulis maksudkan tentu saja bukan semata-mata bagaimana advokat mendampingi kasus-kasus prodeo. 

Tapi bagaimana negara dalam hal ini adalah pemerintah daerah memberikan perhatian penuh dan mengalokasikan APBD untuk dana bantuan hukum (prodeo). 

Uraian ini sengaja penulis paparkan, karena sampai sekarang, penulis tidak menemukan alokasi khusus dana bantuan hukum terhadap masyarakat yang butuh bantuan hukum. 

Perhatian dan alokasi khusus ini untuk menjawab bagaimana para kandidate ketika menjabat sebagai Bupati telah memberikan perhatikan alokasi khusus untuk dana bantuan hukum. 

 Nah, setelah paparan telah penulis sampaikan, dengna gampang kita akan menentukan pilihan kita dengna melihat dua issu hukum diatas. 

Terlepas dari pandangan kita sebagai pemilih dan pilihan kita tanggal 19 Juni, secara jujur kita melihat pilihan kita dengna melihat kiprah para kandidate ketika menjabat Bupati didalam upaya penyelesaian konflik perkebunan besar kelapa sawit. 

Dan juga melihat perhatian didalam persoalan bantuan hukum struktural. Viva demokrasi 

 Dimuat di Jambi Ekspress, 15 Juni 2010 http://www.jambiekspres.co.id/index.php/opini/13478-hukum-dimata-kandidat-gubernur.html