IRONI KEADILAN
Sebutlah namanya SL, seorang tersangka yang dituduh dan dipersalahkan karena menguasai nomor HP 085266770251 karena ketelodoran semata.
No HP tersebut merupakan nomor milik korban R yang menjadi korban dari tindak pidana perampokan.
Terdakwa dihadirkan dimuka persidangan karena semata-mata hasil pengembangan penyidikan kepolisian yang berpatokan kepada nomor HP milik saksi korban yang dikuasai oleh terdakwa (yang didapat dijalanan).
SL yang berada dirumah peristiwa perampokan terjadi kemudian hanya bisa menghadirkan ibu mertua sebagai saksi ade charge (saksi yang meringankan).
SL kemudian dihukum penjara selama 7 tahun lebih dan menjalani hukuman terhadap perampokan yang tidak dilakukannnya.
Demikian juga “R” yang tidak berada di lokasi kejadian (sedang bekerja) namun kemudian dipersalahkan karena peristiwa perampokan. R hanya bisa menghadirkan satu orang saksi yang benar-benar melihat bekerja di tempat lain dari peristiwa perampokan. R kemudian dihukum selama 4 tahun.
Demikian juga B, yang dituduh sebagai pelaku perampokan laut di daerah Riau yang jauh dari Sabak yang tidak bisa menghadirkan saksi ade charge (karena persoalan ekonomi dan jauhnya tempat tinggal terdakwa dan Pengadilan yang mengadilinya). Padahal B sedang mengantar bidan yang membantu melahirkan istrinya. B kemudian dihukum selama 2 tahun.
Ketiga pelaku kemudian dipersalahkan dan dihukum menurut KUHAP.
Apa pelajaran penting yang bisa kita tarik dari peristiwa tersebut ?
Ketiga pelaku dipersalahkan dan dipertanggungjawabkan menurut KUHAP dengan keterangan saksi yang mempersalahkan mereka.
Ketiganya memang diberi kesempatan untuk menghadirkan saksi ade charge (saksi yang meringankan), namun hingga persidangan yang ditentukan, saksi yang dihadirkan tidak mampu memberikan keyakinan kepada hakim untuk membebaskan perbuatan yang dituduhkan.
Menurut pasal 184 KUHAP, telah diatur tentang alat bukti yang terdiri saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka. KUHAP sendiri telah memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mempersiapkan saksi ade charge (saksi meringankan).
Didalam pembuktian kesalahan SL yang merupakan ibu mertua dari terdakwa, KUHAP telah mengatur keterangan yang diberikan tanpa dibawah sumpah.
Dengan demikian, nilai pembuktiannya tidak sebanding dengna keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Sedangkan, terdakwa R hanya bisa menghadirkan satu orang saksi. Didalam KUHAP belum dapat menjadi alat bukti yang kuat dimuka persidangan.
Didalam KUHAP diterangkan, satu saksi bukanlah saksi (unus testis nullus testis).
Bandingkan dengan B yang tidak mampu menghadirkan saksi (persoalan teknis).
Ketiga terdakwa SL, R, B tidak mampu menghadirkan saksi ade charge dan ketiganya dihukum penjara terhadap perbuatan yang tidak dilakukannya.
Tentu saja apabila kita menggunakan pendekatan hukum positivisme, ketiga pelaku haruslah dipersalahkan karena tidak ada saksi ade charge yang menerangkan ketika peristiwa terjadi, para pelaku berada di tempat lain (alibi).
Hukum acara pidana walaupun telah menyiapkan ruang terhadap saksi ade charge namun tidak bisa digunakan oleh para terdakwa.
Dari dimensi ini, hukum pidana bekerja dengan pendekatan hukum positivisme.
Namun nurani kita harus terketuk.
Hukum pidana dijatuhkan bukan terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana. Hukum pidana dijatuhkan dan bertindak lalim.
Hukum pidana gagal mencapai tujuan hukum pidana itu sendiri. Hukum materiil yang bertujuan menggali keadilan yang seadil-adilnya.
Hukum pidana telah menjadi dan bagian dari pendekatan hukum positivisme.
Tentu saja, kita memerlukan kreatifitas untuk melawan sistem hukum yang menggunakan pendekatan positivisme. Yang menggunakan pendekatan pragmatis dan cenderung gampang untuk menghukum orang yang tidak bersalah.
Dari dimensi inilah, kemudian mengutip tokoh pluralisme hukum Prof Sutandyo Wignyosubroto (77) yang menyatakan “Siapa bilang keadilan akan selalu didapat di meja peradilan?), hukum sangat keras kepada mereka yang lemah, sebaliknya sangat lemah kepada mereka yang kuat. Keadilan sesungguhnya adalah satu di antara sekian banyak atribut Tuhan yang sangat indah.
Manusialah, karena keluhuran akal budinya, yang diberi amanat menjaganya dalam setiap gerak kehidupan.