04 Juni 2011

opini musri nauli : MEMAHAMI SI DELAY

Para penumpang pesawat Lion Tujuan Jambi diharapkan menaiki pesawat dengan menunjukkan tiket.. bla.. blaaa..” Demikian seruan dari maskapai LION AIR Butuh waktu 3 jam lebih (17.20-20.20) mendengarkan kalimat dari loudspeaker mengabarkan kepada seluruh penumpang LION AIR tujuan Jambi – Jakarta tanggal 2 MEi 2011. 



Tidak ada kabar sebelumnya akan terjadi delay (keterlambatan) keberangkatan. Kalimat yang sudah ditunggu-tunggu 3 jam lebih merupakan sebuah “oase” dari kering dahaga di padang pasir. Kalimat “penyeduh” dari omelan panjang seluruh penumpang “delay”. 
Kalimat penghibur setelah penat melanda dan mengusir kebosanan. 

 Sebagai konsumen pesawat penumpang berbiaya murah, posisi penumpang tidak seimbang dengan maskapai penerbangan (baca LION AIR). 

“Delay” yang sering terjadi merupakan konsekwensi dari management yang tidak transparan didalam memberikan posisi yang seimbang kepada penumpang. 

Penumpang sebagai pengguna jasa “sering” diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. UU Penerbangan No. 1 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 telah mengamanatkan “sebagai bagian dari system transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal” dituntut “akuntabilitas”. 

 Menurut pasal 1 (3) UU No. 1 Tahun 2009 “ Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan. 

 Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : 25 Tahun 2008, “Keterlambatan penerbangan 30-90 menit maka airlines (maskapai penerbangan) wajib memberikan minuman dan makanan ringan”. 

Begitu seterusnya, “Keterlambatan penerbangan lebih dari 180 menit maka airlines wajib memberkan minuman, makanan ringan, makan siang atau makan malam dan apabila penumpang tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan penerbangan berjadwal lainnya, maka kepada penumpang wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya”. 

Didalam pasal lain dicantumkan “Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga”. 

Tulisan ini bisa kita lihat menjelang kita masuk ke pintu pemberangkatan (gate). Namun pada hari itu, entah disengaja atau tidak, tulisan tidak ada lagi. 

Selain juga, tidak ada maskapai yang berangkat pada sore hari ke Jambi. Tidak ada pilihan kepada penumpang mengakibatkan, posisi penumpang tidak seimbang. 

Dari titik inilah, sebenarnya “ketidakadilan” terhadap “delay” pesawat LION AIR. Tidak ada pilihan dan “memaksa” menunggu waktu “delay” menyebabkan berbagai skedule dan berbagai biaya yang mesti dikeluarkan. 

Biaya komunikasi dikeluarkan oleh penumpang mengabarkan kepada keluarga yang menanti di Jambi, kepada supir yang akan menjemput, kepada rekan bisnis yang bertemu pada skedul awal (pukul 19.00-20.00). Semua skedule yang sudah diatur mesti dijadwalkan ulang. 

 Belum lagi rasa bosan, marah, menggerutu dari sebagian penumpang terhadap “delay” LION AIR. 

Ada yang membunuh rasa sepi, keluar dari “gate” nongkrong di restorant, toko buku, membaca koran, mengobrol dengan teman di samping, menggunakan fasilitas hotspot, berhandphone-ria, atau sekedar mengotak-atik alat elektronik fasilitas MP3 sambil menggoyangkan kepala. Macam ragam tingkah laku penumpang sedikit mengurangi rasa sepi, bosan, marah, menggerutu. 

 Dari titik inilah, regulasi diterapkan secara ketat. 

Terlepas ada atau tidaknya gugatan, regulasi harus dievalusi terhadap seluruh maskapai penerbangan.harus ada pemeringkatan (rangking) maskapai yang sering mengalami “keterlambatan”, pelayanan “delay”, hingga perlakuan terhadap penumpang. 

Score ini diumumkan setiap tahun, sehingga calon maskapai dapat membeli tiket dengan perhitungan dan informasi yang layak. 

Calon penumpang maskapai tidak membeli karena “keterpaksaan” dan tidak ada pilihan. 

Calon penumpang maskapai membeli tiket dengan kesadaran penuh sehingga “fairplay” terhadap produk yang ditawarkan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku (baik UU Konsumen apalagi UU Penerbangan). 

Dan pelanggaran terhadap ketentuan dapat diselesaikan melalui mekanisme di pengadilan. 

 Harus juga dicantumkan Membuat iklan minta maaf kepada public terhadap terganggunya komitmen LION AIR untuk menepati jadwal penerbangan. 

 Regulasi akan memberikan reward terhadap maskapai yang paling sedikit melakukan “delay” sehingga calon penumpang maskapai merasa nyaman menaiki pesawat dan terbang di udara. 

 Para Penumpang terhormat, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandar Udara Sultan Thaha, Jambi. 

Waktu menunjukkan pukul 21.20. Tidak ada perbedaan waktu antara Jambi dan Jakarta….” Kalimat itu merupakan rangkaian kalimat akhir dari suara loudspeaker yang mengabarkan akan mendarat di Jambi.