30 Desember 2011

opini musri nauli : Belajar dari lapangan


BELAJAR DARI LAPANGAN
(Studi Kasus Masyarakat Desa Rantau Gedang dengan PT. SJL)
Musri Nauli[1]


          BELAJARLAH DARI SIAPAPUN, DIMANAPUN DAN KAPANPUN..

Saya meyakini kata-kata itu setelah ketemu dengan Tarmizi, AB[2], seorang Kepala Desa[3] Rantau Gedang Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari[4]. Saya kaget, ketika ketemu dengan beliau, penguasaan materi hukumnya sangat baik, menguasai sistem hukum ketatanegaraan, administrasi sangat rapi, dokumentasi baik. Kekagetan saya ditambah, disaat bersamaan, ketika mendampingi masyarakat Desa Rantau Gedang berhadapan dengan PT. SJL, Kepala Desa mempunyai strategi yang canggih[5] yang mungkin selama ini tidak pernah terpikirkan oleh saya.

KRONOLOGIS[6]

Tarmizi, AB sudah memperjuangkan masalah hak milik atas tanah  PT.SJL  Sejak tahun 1993. Perjuangan tanah ini dari awal pembukaan lahan menyerobot kebun/lahan hak milik Tarmizi, AB bersamaan dengan hak milik warga lainnya. Pada awal pembukaan lahan untuk areal perkebunan kelapa sawit PT. SJL dengan warga desa Rantau Gedang tanpa adanya pengumuman,  penyuluhan dan pemberitahuan.
Setelah  Kebun/lahan digarap oleh PT.SJL, diupayakan melarangnya untuk tidak  Dikerjakan. Namun pihak PT.SJL selalu memberikan janji kebun/lahan yang digarapnya akan diganti rugi maupun diikutsertakan peserta pirtrans.  Lama kelamaan janji PT.SJL tidak menepati janji, warga melalui desa melaporkan kepada kakansospol selaku ketua Tim kebun/lahan. Hal ini juga tidak terealisasi sehingga melanjutkan hal ini melalui surat bapak Gubernur jambi untuk meminta penyelesaian sebanyak dua kali hal tidak terealisasi. Selain itu melakukan aksi Demo ke Batanghari, kekantor BPN Propinsi namun juga tidak terealisasi. Sebagai Kepala Desa juga mengirim surat ke Bupati Batanghari maupun ke DPRD batanghari agar hak hak dapat diberikan baik hak kebun/lahan yang digarap PT. maupun Hak Pir-Trans Lokal.
Masyarakat desa  mengadakan aksi demo ke DPRD Batanghari tanggal 26 Agustus 2002 dengan hasil DPRD Batanghari akan membentuk TIM terpadu antara Legislatif dan  dan akan turun kelapangan proyek PT.SJL. Tanggal 31 agustus 2003 turun  bersama Tim Terpadu Legislatif dan Eksekutif dahadiri oleh pihak PT.SJL, hasilnya  Rantau Gedang diberikan 165 kk/ 165 kaling lahan sawit PT.SJL.  Sampai tahun 2002 tidak terealisasi.
Dikarenakan PT.SJL tidak penuhi janjinya, masyarakat sepakat melakukan  musawarah desa pada tanggal 1 januari 2003. Musyawarah desa dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Pemerintahan,kaur Umum, Kaur Pembangunan, Kepala, Ketua RT. BPD beserta anggota, LPM, tokoh masyarakat dan masyarakat. Rapat saat musawarah desa masyarakat menganggap pihak PT.SJL selalu  memenuhi janjinya. Oleh karena itu masyarakat kemudian akan menduduki kebun/lahan inti PT.SJL. Berdasarkan hasil musawarah desa dibuat berita acara musawarah desa yang isinya sebagai berikut : (1) memblokede inti perkebunan kelapa sawit PT.SJL, (2) mengambil alih lahan/kebun masyarakat yang telah ditanami kelapa sawit oleh PT.SJL yang diselesaikan, (3) agar kepala desa mengirim surat kepada Bapak Batanghari dan Kapolsek Mersam dengan tembusan kepada Intansi terkait. Sebagai kepala desa sesuai dengan berita acara musawarah kemudian mengirimkan surat kepada Kopolres Batanghari dan ke Kapolsek Mersam yang pada pokoknya memberitahukan maksud dan tujuan memblokade dan mengambil alih kebun inti PT.SJL terhitung dari tanggal 11 Januari 2003 sampai adanya penyelesaian dari pihak pihak PT.SJL.
Berdasarkan musyawarah desa cara pembagian tanah dengan sistim pemetakan /pemblokan dari blok A sampai Blok I yang diketuai oleh masing masing Ketua RT. Masyarakat kemudian merawat,  dan memupuk. Sejak tahun 2003 sampai 2008 perusahaan mengetahui yang merawat, memupuk dan memanen.
Sebagai kepala desa, pada bulan Februari tahun 2008, menghadiri mengenai penyuluhan PBB.  Pertemuan itu membicarakan juga Pajak Bumi dan Bangunan PT.SJL yang tidak  membayar PBB sejak diberikan izin. Dilanjutkan untuk mendapatkan forrmulir untuk pengisian wajib  pajak untuk warga simpang Rantau Gedang dan warga lainnya yang menduduki kebun/lahan kebun PT.SJL. Formulir tersebut diisi sesuai dengan laporan nama, alamat dan luas lahan warga itu sendiri. Setelah selesai formulir tersebut diberikan KPPBB jambi. Tidak beberapa lama kemudian terbitlah SPPT PBB dan SPPT PBB tersebut langsung diberikan kepada warga yang bersangkutan. Setelah SPPT PBB sampai ke yang bersangkutan maka masyarakat mulai melaksanakan pembayaran. Hasilnya dikumpulkan dan diserahkan kepada kantor pajak PBB Jambi. Bahkan SPPT PBB tahun 2009 masih tetap dibayar oleh warga.

NORMA HUKUM

Pada Tanggal 27 Maret 2009, masyarakat yang telah merawat, memupuk dan memanen dilaporkan oleh PT. SJL dengan tuduhan pasal pencurian (Pasal 362 KUHP). 4 orang Kemudian ditetapkan sebagai tersangka (Hendri, M. Ziat, Angga, Guntur) dan disidangkan di Pengadilan Negeri Muara Bulian.
Didalam persidangan kemudian, terdakwa memaparkan fakta-fakta yang menerangkan, masyarakat selama ini telah melakukan perawatan, pemupukan dan pemanenan oleh masyarakat. PT. SJL tidak pernah mempermasalahnya sejak tahun 2003. Bahkan PT. SJL sendiri telah mengajukan permohonan pembatalan pajak berdasarkan suratnya Nomor : 71/ SJL/XII/2007 tanggal 3 Desember 2007.
Dengan demikian, maka masyarakat telah melakukan perawatan, pemupukan dan pemanenan sebenarnya sudah diketahui oleh PT. SJL dan PT. SJL telah menyetujuinya secara diam-diam. Pendapat ini disampaikan oleh  Dr. Sahuri yang menyatakan pemilik HGU melepaskan kewajiban untuk membayar pajak bumi dan Bangunan dan ada pihak lain yang membayarnya, maka pemilik HGU berdasarkan teori Ratificatian dan teori tolerantion, yang berati telah menyetujui/mengesahkan secara diam diam/membiarkan adanya peralihan hak milik, karena kantor pajak tidak akan menerbitkan surat pemberitahuan pajak terutang sebagai suatu kewajiban wajib pajak untuk membayar.
Dengan demikian, maka menurut hukum PT. SJL telah melepaskan haknya untuk menikmati hasil dan menyerahkan kepada negara. Negara melalui Ditjen Pajak kemudian menerbitkan SPPT untuk masyarakat Rantau Gedang dan kemudian terbitlah SPT Pajak yang juga diterima oleh masyarakat Dengna diterimanya SPPT Pajak dan kemudian masyarakat telah membayar  sudah memenuhi syarat sebagaimana diatur didalam pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 592/KMK/04/2000 yang kemudian diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomo 21 Tahun/PMK.03/2000 junto pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2007.
Dengan demikian jika ada pemilik HGU melepaskan kewajiban untuk membayar pajak bumi dan Bangunan dan ada pihak lain yang membayarnya, maka pemilik HGU berdasarkan teori Ratificatian dan teori tolerantion, yang berati telah menyetujui/mengesahkan secara diam diam/membiarkan adanya peralihan hak milik, karena kantor pajak tidak akan menerbitkan surat pemberitahuan pajak terutang sebagai suatu kewajiban wajib pajak untuk membayar.
Selain itu juga, pada tanggal 1 Januari 2003 telah diadakan rapat musyawarah desa yang dihadiri Kepala Desa, BPD, perangkat Desa, Kepala Dusun, RT, dan tokoh masyarakat.  Didalam musyawarah desa disepakati  (1) memblokede inti perkebunan kelapa sawit PT.SJL, (2) mengambil alih lahan/kebun masyarakat yang telah ditanami kelapa sawit oleh PT.SJL yang diselesaikan, (3) agar kepala desa mengirim surat kepada Bapak Batanghari dan Kapolsek Mersam dengan tembusan kepada Intansi terkait. Bahwa hasil musyarah desa kemudian telah dilakukan pengirirman surat ke berbagai instansi oleh Kepala Desa. Keterangan ini didukung oleh bukti surat. Bahwa setelah dilakukan musyawarah desa kemudian diikuti dengna berita acara pemetaan dan pemblokan dan sistem pembagian kepada warga masyarakat Rantau Gedang. Bahwa menurut hukum, musyawarah desa sah dan mengikat dan dapat dijadikan dasar.
Dengan pertimbangan yang telah disampaikan, maka Pengadilan Negeri Muara Bulian kemudian melepaskan para terdakwa. Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian dikuatkan di Mahkamah Agung.

REKOMENDASI

Dari rekonstruksi yang telah dipaparkan, pembelajaran yang telah didapat dari lapangan menggambarkan bagaimana strategi reclaiming yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Rantau Gedang, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari memberikan pelajaran penting. Proses advokasi yang sistematis yang tetap merujuk kepada ketentuan yang berlaku, selain dapat melepaskan masyarakat dengna tuduhan pasal-pasal pidana juga dapat memberikan kepastian hak kepada masyarakat.
Sekali lagi pelajaran penting yang saya dapatkan, ternyata masyarakat mempunyai cara-cara yang canggih didalam memperjuangkan dan mempertahankan haknya.

Disampaikan dalam Dialog ”Refleksi Advokasi Kelapa Sawit
Jambi, 28 – 30 Desember 2011




[1] Advokat, Tinggal di Jambi
[2] Lahir di Desa Rantau Gedang tanggal 2 Desember 1962
[3] Sebagai Kepala Desa, praktis jabatannya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Hampir praktis tugas administrasi Desa diserahkan kepada Sekretaris Desa. Termasuk berbagai kegiatan pedesaan (seperti pembagian beras, minyak, dsb).
[4] Desa Rantau Gedang, Kecamatam Mersam, Kabupaten Batanghari terletak 120 km arah barat dari Jambi. Desa Simpang Rantau Gedang adalah salah satu desa asli di Kecamatan Mersam Kabupaten Batanghari yang dimekarkan dari Desa Rantau Gedang pada tanggal 14 September 2005. Pekerjaan umum masyarakat desa adalah petani karet, petani sawit, petani holtikultura, pedagang, menyusul pegawai negeri kecil, dll. Luas Desa Simpang Rantau Gedang adalah 6.009 KM, terdiri dari 3 Dusun dan 14 RT dengan jumlah penduduk sebayak 1.938 jiwa/475 Kepala keluarga (KK), Laki-laki berjumlah 1.003 jiwa dan perempuan berjumlah 935 jiwa. Adapun batas-batas Desa, Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Benanak Kec. Merlung Kab. Tanjabbar, Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Batanghari, Sebelah barat berbatasan dengan Sungai Ruan, Tebing Tinggi, Sungai Rengas dan Kabupaten Tebo Sebelah timur berbatasan dengan Sengkati Baru, Sengkati Kecil, Sungai Puar dan Sungai Danglo.
[5] Saya mendefinisikan sebagai “strategi canggih”, karena Laporan perusahaan untuk menjerat dia sebagai Kepala Desa di Kepolisian mencapai 12 Laporan. Hingga kini laporan tersebut tidak bisa diproses karena sebagai Kepala Desa, Tarmizi sangat piawai lepas dari berbagai perangkat hukum.
[6] Dikutip dari buku Perjuangan masyarakat “Kesatuan Tani Sialang Pangkal”, tidak terbit..