BELAJAR
DARI LAPANGAN
(Studi
Kasus Masyarakat Desa Rantau Gedang dengan PT. SJL)
Musri Nauli[1]
BELAJARLAH DARI
SIAPAPUN, DIMANAPUN DAN KAPANPUN..
Saya meyakini kata-kata
itu setelah ketemu dengan Tarmizi, AB[2], seorang Kepala Desa[3] Rantau Gedang Kecamatan
Mersam, Kabupaten Batanghari[4]. Saya kaget, ketika ketemu
dengan beliau, penguasaan materi hukumnya sangat baik, menguasai sistem hukum
ketatanegaraan, administrasi sangat rapi, dokumentasi baik. Kekagetan saya
ditambah, disaat bersamaan, ketika mendampingi masyarakat Desa Rantau Gedang
berhadapan dengan PT. SJL, Kepala Desa mempunyai strategi yang canggih[5] yang mungkin selama ini
tidak pernah terpikirkan oleh saya.
KRONOLOGIS[6]
Tarmizi, AB sudah
memperjuangkan masalah hak milik atas tanah
PT.SJL Sejak tahun 1993.
Perjuangan tanah ini dari awal pembukaan lahan menyerobot kebun/lahan hak milik
Tarmizi, AB bersamaan dengan hak milik warga lainnya. Pada awal pembukaan lahan
untuk areal perkebunan kelapa sawit PT. SJL dengan warga desa Rantau Gedang
tanpa adanya pengumuman, penyuluhan dan
pemberitahuan.
Setelah Kebun/lahan digarap oleh PT.SJL, diupayakan
melarangnya untuk tidak Dikerjakan.
Namun pihak PT.SJL selalu memberikan janji kebun/lahan yang digarapnya akan
diganti rugi maupun diikutsertakan peserta pirtrans. Lama kelamaan janji PT.SJL tidak menepati
janji, warga melalui desa melaporkan kepada kakansospol selaku ketua Tim
kebun/lahan. Hal ini juga tidak terealisasi sehingga melanjutkan hal ini
melalui surat bapak Gubernur jambi untuk meminta penyelesaian sebanyak dua kali
hal tidak terealisasi. Selain itu melakukan aksi Demo ke Batanghari, kekantor
BPN Propinsi namun juga tidak terealisasi. Sebagai Kepala Desa juga mengirim
surat ke Bupati Batanghari maupun ke DPRD batanghari agar hak hak dapat diberikan
baik hak kebun/lahan yang digarap PT. maupun Hak Pir-Trans Lokal.
Masyarakat desa mengadakan aksi demo ke DPRD Batanghari
tanggal 26 Agustus 2002 dengan hasil DPRD Batanghari akan membentuk TIM terpadu
antara Legislatif dan dan akan turun
kelapangan proyek PT.SJL. Tanggal 31 agustus 2003 turun bersama Tim Terpadu Legislatif dan Eksekutif
dahadiri oleh pihak PT.SJL, hasilnya
Rantau Gedang diberikan 165 kk/ 165 kaling lahan sawit PT.SJL. Sampai tahun 2002 tidak terealisasi.
Dikarenakan PT.SJL
tidak penuhi janjinya, masyarakat sepakat melakukan musawarah desa pada tanggal 1 januari 2003.
Musyawarah desa dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Pemerintahan,kaur
Umum, Kaur Pembangunan, Kepala, Ketua RT. BPD
beserta anggota, LPM, tokoh masyarakat dan masyarakat. Rapat saat musawarah
desa masyarakat menganggap pihak PT.SJL selalu
memenuhi janjinya. Oleh karena itu masyarakat kemudian akan menduduki
kebun/lahan inti PT.SJL. Berdasarkan hasil musawarah desa dibuat berita acara
musawarah desa yang isinya sebagai berikut : (1) memblokede inti perkebunan
kelapa sawit PT.SJL, (2) mengambil alih lahan/kebun masyarakat yang telah
ditanami kelapa sawit oleh PT.SJL yang diselesaikan, (3) agar kepala desa
mengirim surat kepada Bapak Batanghari dan Kapolsek Mersam dengan tembusan
kepada Intansi terkait. Sebagai kepala desa sesuai dengan berita acara
musawarah kemudian mengirimkan surat kepada Kopolres Batanghari dan ke Kapolsek
Mersam yang pada pokoknya memberitahukan maksud dan tujuan memblokade dan
mengambil alih kebun inti PT.SJL terhitung dari tanggal 11 Januari 2003 sampai
adanya penyelesaian dari pihak pihak PT.SJL.
Berdasarkan musyawarah desa cara pembagian
tanah dengan sistim pemetakan /pemblokan dari blok A sampai Blok I yang
diketuai oleh masing masing Ketua RT. Masyarakat kemudian merawat, dan memupuk. Sejak tahun 2003 sampai 2008
perusahaan mengetahui yang merawat, memupuk dan memanen.
Sebagai kepala desa, pada bulan Februari
tahun 2008, menghadiri mengenai penyuluhan PBB.
Pertemuan itu membicarakan juga Pajak Bumi dan Bangunan PT.SJL yang tidak membayar PBB sejak diberikan izin. Dilanjutkan
untuk mendapatkan forrmulir untuk pengisian wajib pajak untuk warga simpang Rantau Gedang dan
warga lainnya yang menduduki kebun/lahan kebun PT.SJL. Formulir tersebut diisi
sesuai dengan laporan nama, alamat dan luas lahan warga itu sendiri. Setelah
selesai formulir tersebut diberikan KPPBB jambi. Tidak beberapa lama kemudian
terbitlah SPPT PBB dan SPPT PBB tersebut langsung diberikan kepada warga yang
bersangkutan. Setelah SPPT PBB sampai ke yang bersangkutan maka masyarakat
mulai melaksanakan pembayaran. Hasilnya dikumpulkan dan diserahkan kepada
kantor pajak PBB Jambi. Bahkan SPPT PBB tahun 2009 masih tetap dibayar oleh
warga.
NORMA
HUKUM
Pada Tanggal 27 Maret 2009, masyarakat yang
telah merawat, memupuk dan memanen dilaporkan oleh PT. SJL dengan tuduhan pasal
pencurian (Pasal 362 KUHP). 4 orang Kemudian ditetapkan sebagai tersangka
(Hendri, M. Ziat, Angga, Guntur)
dan disidangkan di Pengadilan Negeri Muara Bulian.
Didalam persidangan kemudian, terdakwa
memaparkan fakta-fakta yang menerangkan, masyarakat selama ini telah melakukan
perawatan, pemupukan dan pemanenan oleh masyarakat. PT. SJL tidak pernah
mempermasalahnya sejak tahun 2003. Bahkan PT. SJL sendiri telah mengajukan
permohonan pembatalan pajak berdasarkan suratnya Nomor : 71/ SJL/XII/2007
tanggal 3 Desember 2007.
Dengan demikian, maka masyarakat telah
melakukan perawatan, pemupukan dan pemanenan sebenarnya sudah diketahui oleh
PT. SJL dan PT. SJL telah menyetujuinya secara diam-diam. Pendapat ini
disampaikan oleh Dr. Sahuri yang
menyatakan pemilik HGU melepaskan kewajiban untuk membayar pajak bumi dan
Bangunan dan ada pihak lain yang membayarnya, maka pemilik HGU berdasarkan
teori Ratificatian dan teori tolerantion, yang berati telah
menyetujui/mengesahkan secara diam diam/membiarkan adanya peralihan hak milik,
karena kantor pajak tidak akan menerbitkan surat pemberitahuan pajak terutang
sebagai suatu kewajiban wajib pajak untuk membayar.
Dengan demikian, maka
menurut hukum PT. SJL telah melepaskan haknya untuk menikmati hasil dan
menyerahkan kepada negara. Negara melalui Ditjen Pajak kemudian menerbitkan
SPPT untuk masyarakat Rantau Gedang dan kemudian terbitlah SPT Pajak yang juga
diterima oleh masyarakat Dengna diterimanya SPPT Pajak dan kemudian masyarakat
telah membayar sudah memenuhi syarat
sebagaimana diatur didalam pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No.
592/KMK/04/2000 yang kemudian diubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomo 21 Tahun/PMK.03/2000 junto pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 80 tahun
2007.
Dengan demikian jika
ada pemilik HGU melepaskan kewajiban untuk membayar pajak bumi dan Bangunan dan
ada pihak lain yang membayarnya, maka pemilik HGU berdasarkan teori
Ratificatian dan teori tolerantion, yang berati telah menyetujui/mengesahkan
secara diam diam/membiarkan adanya peralihan hak milik, karena kantor pajak
tidak akan menerbitkan surat pemberitahuan pajak terutang sebagai suatu
kewajiban wajib pajak untuk membayar.
Selain itu juga, pada
tanggal 1 Januari 2003 telah diadakan rapat musyawarah desa yang dihadiri
Kepala Desa, BPD, perangkat Desa, Kepala Dusun, RT, dan tokoh masyarakat. Didalam musyawarah desa disepakati (1)
memblokede inti perkebunan kelapa sawit PT.SJL, (2) mengambil alih lahan/kebun
masyarakat yang telah ditanami kelapa sawit oleh PT.SJL yang diselesaikan, (3)
agar kepala desa mengirim surat kepada Bapak Batanghari dan Kapolsek Mersam
dengan tembusan kepada Intansi terkait. Bahwa hasil musyarah desa kemudian
telah dilakukan pengirirman surat ke berbagai instansi oleh Kepala Desa.
Keterangan ini didukung oleh bukti surat. Bahwa setelah dilakukan musyawarah
desa kemudian diikuti dengna berita acara pemetaan dan pemblokan dan sistem
pembagian kepada warga masyarakat Rantau Gedang. Bahwa menurut hukum,
musyawarah desa sah dan mengikat dan dapat dijadikan dasar.
Dengan pertimbangan
yang telah disampaikan, maka Pengadilan Negeri Muara Bulian kemudian melepaskan
para terdakwa. Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian dikuatkan di Mahkamah
Agung.
REKOMENDASI
Dari rekonstruksi yang
telah dipaparkan, pembelajaran yang telah didapat dari lapangan menggambarkan
bagaimana strategi reclaiming yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Rantau
Gedang, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari memberikan pelajaran penting.
Proses advokasi yang sistematis yang tetap merujuk kepada ketentuan yang
berlaku, selain dapat melepaskan masyarakat dengna tuduhan pasal-pasal pidana
juga dapat memberikan kepastian hak kepada masyarakat.
Sekali lagi pelajaran
penting yang saya dapatkan, ternyata masyarakat mempunyai cara-cara yang
canggih didalam memperjuangkan dan mempertahankan haknya.
Disampaikan
dalam Dialog ”Refleksi Advokasi Kelapa Sawit
Jambi, 28 – 30 Desember
2011
[1] Advokat, Tinggal di Jambi
[2] Lahir di Desa Rantau Gedang tanggal 2
Desember 1962
[3] Sebagai Kepala
Desa, praktis jabatannya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Hampir praktis
tugas administrasi Desa diserahkan kepada Sekretaris Desa. Termasuk berbagai
kegiatan pedesaan (seperti pembagian beras, minyak, dsb).
[4] Desa Rantau Gedang, Kecamatam Mersam, Kabupaten Batanghari terletak 120 km
arah barat dari Jambi. Desa Simpang Rantau Gedang adalah salah satu desa asli
di Kecamatan Mersam Kabupaten Batanghari yang dimekarkan dari Desa Rantau
Gedang pada tanggal 14 September 2005. Pekerjaan umum masyarakat desa adalah petani
karet, petani sawit, petani holtikultura, pedagang, menyusul pegawai negeri
kecil, dll. Luas Desa Simpang Rantau Gedang adalah 6.009 KM, terdiri dari 3
Dusun dan 14 RT dengan jumlah penduduk sebayak 1.938 jiwa/475 Kepala keluarga
(KK), Laki-laki berjumlah 1.003 jiwa dan perempuan berjumlah 935 jiwa. Adapun
batas-batas Desa, Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Benanak Kec. Merlung
Kab. Tanjabbar, Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Batanghari, Sebelah
barat berbatasan dengan Sungai Ruan, Tebing Tinggi, Sungai Rengas dan Kabupaten
Tebo Sebelah timur berbatasan dengan Sengkati Baru, Sengkati Kecil, Sungai Puar
dan Sungai Danglo.
[5] Saya mendefinisikan sebagai “strategi canggih”,
karena Laporan perusahaan untuk menjerat dia sebagai Kepala Desa di Kepolisian
mencapai 12 Laporan. Hingga kini laporan tersebut tidak bisa diproses karena
sebagai Kepala Desa, Tarmizi sangat piawai lepas dari berbagai perangkat hukum.
[6] Dikutip dari buku Perjuangan masyarakat
“Kesatuan Tani Sialang Pangkal”, tidak terbit..