PUSARAN PARLEMEN SAROLANGUN
(Peristiwa
Mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD Sarolangun)
Akhir-akhir ini kita disuguhi pusaran
parlemen di Sarolangun. ”Mosi tidak
percaya” (penulis sengaja memberikan
tanda kutip) 22 anggota DPRD Sarolangun kepada Ketua DPRD membuat kita
sejenak ingin melihat bagaimana proses terhadap “mosi tidak percaya”.
Terlepas dari substansi yang akan kemudian
diuji di peradilan, ada beberapa paradigma yang mesti diluruskan untuk melihat
persoalan ini secara obyektif.
Paradigma Pertama adalah kekeliruan beberapa
kalangan yang menganggap bahwa pengajuan “mosi
tidak percaya” adalah mekanisme dalam sistem politik di Indonesia. Dalam
ranah ilmu politik, “mosi tidak percaya”
sebenarnya disampaikan oleh kalangan oposisi di parlemen terhadap kebijakan
Pemerintah. Dalam ranah ini sebenarnya, “mosi
tidak percaya” lebih tepat didalam sistem Pemerintahan Parlementer. Bandingkan
dengan sistem Pemerintahan di Indonesia yang secara tegas-tegasnya mengikrarkan
dengan sistem Pemerintahan Presidentiiil. Berbagai pasal didalam UUD 1945, misalnya
Presiden dipilih langsung, Presiden tidak dapat diberhentikan oleh DPR,
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, adalah identitas khas dalam sistem
pemerintahan Presidentiil. Walaupun ada beberapa perubahan fundamental dalam
amandemen UUD 1945 (adanya kecendrungan
menguatnya parlemen dan pergeseran dari executive heavy atau dominan dan menonjolnya peran
eksekutif, menjadi legislative heavy justru menguat), namun secara prinsip,
Indonesia masih tegas mengikrarkan sebagai sistem Pemerintahan Presidentiil.
Sejarah Indonesia telah mengajarkan, sejak Dekrit 5 Juli 1959, Indonesia
kembali menjadi sistem Presidentiil dan babak ini menjaid tonggak penting
terhadap berbagai ”percobaan” sistem
Pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, maka upaya skenario ”mosi tidak percaya” tidak tepat didalam
sistem Pemerintahan Presidentiil.
Paradigma Kedua. Adanya
perubahan fundamental dalam sistem politik pengangkatan dan pemberhentian anggota
parlemen. Apabila sebelumnya dalam kurun reformasi, anggota parlemen yang
terpilih berdasarkan nomor urut dalam partai, namun sejak diputuskan didalam
putusan MK, sudah beralih menjadi suara terbanyak. Begitu juga terhadap
pemilihan ketua Parlemen. Apabila sebelumnya, Ketua Parlemen dipilih oleh
anggota parlemen, maka sejak tahun 2009, Ketua Parlemen dipilih berdasarkan
suara pemenang pemilu di daerah bersangkutan.
Paradigma ketiga. Adanya perubahan yang fundamental dari
sistem electoral threshold (ET) menjadi Parliamentary Threshold
(PT). Perubahan fundamental ini mempengaruhi suara yang diraih
untuk menjadi anggota parlemen. Apabila sebelumnya anggota parlemen yang telah
meraih suara ditentukan, dapat menjadi anggota parlemen, maka dengan sistem PT,
walaupun suara yang ditentukan telah diraih, namun apabila suara partai tidak
memenuhi ambang batas minimal PT, maka suara yang diraih oleh anggota parlemen
tersebut tidak dapat duduk di senayan. Dalam peristiwa ini, kita dapat melihat
suara yang diraih oleh Dita Indah Sari (PBR) yang memenuhi kuota untuk duduk di
parlemen, namun disebabkan PBR tidak memenuhi ambang suara minimal berdasarkan
ketentuan PT, maka Dita Indah Sari yang sudah memenuhi kuota suara tidak dapat
duduk menjadi anggota DPR-RI.
Kesalahan Paradigma anggota
DPRD Sarolangun dalam peristiwa ”mosi
tidak percaya” membuktikan, paradigma yang digunakan masih terjebak dalam
pusaran dalam konteks sistem Pemerintahan Parlementer. Sistem yang sudah ditinggalkan
sejak dekrit 5 Juli 1959. Selain itu juga paradigma yang digunakan masih terjebak
dalam pemikiran sistem politik ET yang sudah ditinggalkan menjadi sistem
politik PT.
Beberapa kesalahan paradigma
yang dilakukan oleh 22 anggota DPRD Sarolangun masih memerlukan pengujian di
muka persidangan. Tanpa mempengaruhi terhadap proses yang akan bergulir di
Pengadilan, peristiwa ”mosi tidak percaya”
yang berangkat dari konsepsi politik ”an
sich”, harus dilalui berdasarkan mekanisme hukum di Indonesia. Kita tentu
saja menunggu bagaimana kiprah pengadilan didalam menyelesaikannya. Dan tentu saja
kita terlalu sayang melewatkan peristiwa ini.
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 16 Januari 2012
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 16 Januari 2012