14 Januari 2012

Pojok Hukum : Bantuan Hukum

 


Sebagai negara hukum (Rechtstaat), Indonesia yang kemudian meratifikasi berbagai konvensi yang berkaitan dengan HAM kemudian menempatkan manusia dengna menghargai martabatnya. 


Asas ini kemudian diatur didalam KUHAP. Didalam pasal 64 – 74 KUHAP, makna ini kemudian menempatkan bantuan hukum sebagai pondasi didalam proses hukum acara pidana. 

Sebagaimana diatur didalam KUHAP, maka siapapun berhak mendapatkan bantuan hukum. Baik didalam proses penangkapan, penahanan hingga putusan hakim (baik ditingkat pengadilan negeri hingga ke Mahkamah Agung). 


Dengan adanya bantuan hukum, maka bantuan hukum menjadi penting. Sebab dengan didampingi seorang advokat/penasehat hukum, maka tersangka/terdakwa dapat memberikan penjelasan mengenai hak-haknya secara bebas. 


Selain hak yang melekat terhadap tersangka/terdakwa, adanya kewajiban dari negara untuk memberikan bantuan hukum. 


Terhadap kejahatan yang diancam hukum mati/hukum seumur hidup/hukum 20 tahun penjara, maka kewajiban didampingi oleh penasehat hukum adalah keharusan. Negara berkewajiban untuk menyiapkan penasehat hukum. Demikian makna tegas yang diatur didalam KUHAP. 


Begitu juga ancaman diatas 5 tahun. Pasal 56 Ayat (1) KUHAP menyatakan “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka.”


Kewajiban itu melekat terhadap advokat yang kemudian ditunjuk oleh pejabat hukum. 


Terhadap proses yang kemudian tidak didampingi oleh penasehat hukum maka membuat proses hukum menjadi cacat hukum. Dan kemudian menyebabkan proses hukum menjadi tidak sah. Sehingga proses hukum harus batal demi hukum. 


Berbagai yurisprudensi kemudian memperkuatnya. 


Baca : Bantuan Hukum