19 Februari 2012

opini musri nauli : PRAGMATISME KAUM REFORMIS





Akhir-akhir ini media massa menggambarkan sikap pragmatisme kaum reformis yang terjebak dalam pusaran politik praktis dan korupsi. Anas Urbaningrum (AU), Nazaruddin (MN), Angelia Sondakh (AS) hanya sepenggal catatan kecil yang meruak dan menghiasi media massa. Belum lagi sikap ngotot anggota DPR yang membangun kantor “super megah” 1,3 trilyun yang disampaikan oleh Pius Lustrilanang (PL) dan sikap Staf Ahli Presiden  Andi Arif (AA) dalam kasus laporan Bank Century yang melibatkan Misbakum.
Nama-nama yang disebutkan semata-mata memang lahir dari rahim reformasi yang turut menjadi saksi dan pelaku penting dari reformasi. Di tangan merekalah, mengalami fase dari orde baru dan menjadi orde reformasi. Terlepas andil atau kiprah mereka lakukan, sikap yang ditunjukkan mereka sama sekali jauh dari amanat reformasi.

Pasca lengsernya Soeharto Mei 1998, membuat aktivis reformis seakan-akan kehilangan arah kendali. Mereka terjebak dalam pusaran politik praktis dan terlibat berbagai kegiatan partai politik. Orientasi yang terjebak dalam pusaran pragmatis membuat mereka berkejaran waktu untuk menyelesaikan kuliah, berumah tangga dan memulai hidup baru. Waktu yang tersita kemudian direbut oleh kaum oportunis yang berhasil menguasai panggung politik. Amin Rais mendefinisikan ”Reformasi telah dibajak”.

Pada periode ini kemudian, kaum orde baru kemudian menata kembali kekuatannya dan berhasil ”berubah wajah ”seakan-akan menjadi ”reformis”. Ahli kemudian mendefinisikan sebagai ”neo orde baru” dan neo orde baru berhasil menguasai panggung politik. Sehingga sikap pragmatis, sikap instan mewarnai setiap peristiwa didalam masa ini. Hingga dapat dimengerti dalam setiap peristiwa tender proyek, pemilihan pilkada diwarnai bumbu dan bau tidak sedap ”uang”. 

Sikap pragmatis dan sikap instan yang diwariskan neo orde baru ”seakan-akan” ditasbihkan oleh kaum reformis. Warisan neo orde baru yang berhasil dan menjadi ”jimat” ampuh dalam setiap peristiwa membuat kaum reformis tidak berdaya. Kekuatan besar dan didukung masyarakat yang sudah muak terhadap sistem yang diwariskan neo orde baru seakan-akan menemukan tembok yang kokoh. Dalam berbagai peristiwa inilah, catatan penting ini disuarakan.

Dengan tidak menafikan berbagai praktek tingkah laku yang diwariskan neo orde baru, masih banyak ditemukan para reformis yang konsisten berjuang dan tetap kukuh dengan ide-ide perubahan. Aktivis buruh, aktivis petani ataupun aktivis yang teriak dijalanan masih banyak diwarnai para reformis. Mereka tetap mendengarkan suara yang tertindas, berjuang mengangkat poster, jalan dari kampung ke kampung, mencoret kegelisahan dengan membangun organisasi masyarakat sipil, bertarung dengan kekuasaan, suara tetap nyaring dan masih rela berhujan panas melewati waktu. Mereka tersebar di berbagai organisasi masyakarat sipil, menjadi wartawan, menjadi pokrol bambu, menjadi pendamping masyarakat, menjadi relawan yang tiap hari bergelut dengan persoalan rakyat. Mereka tenggelam dan terabaikan dari hiruk pikuk pemberitaan. Mereka tersisihkan dari putaran zaman yang pragmatis dan sikap instant. Mereka tetap konsisten dan rela berjuang mewujudkan cita-citanya. Mereka tersebar dari sabang hingga merauke. Ada dalam setiap peristiwa penting Republik ini.

Tanpa mengabaikan dan tetap mengutuk sikap pragmatisme dan sikap instant pelaku yang jauh menjunjung amanat reformasi, mereka teriak dan selalu mengingatkan negara agar amanah menjalankan tugasnya. Mereka tidak capek dan terus berjuang.

Dari titik inilah, sebenarnya asa reformasi tetap disuarakan. Sembari bergandengan tangan dengan tetap berikrar.

Sembari mengingatkan dan tetap menjalankan amanat reformasi, mereka yang terjebak dalam pusaran politik dan terlibat dalam kasus-kasus korupsi, akan terlindas oleh putaran zaman dan terpental dari seleksi alam dan sejarah, masih senantiasa harapan selalu kita kumandangkan agar negeri ini akan lebih baik. Kita sebagai pelaku dan saksi sejarah putaran reformasi, harus optimis dan menatap masa depan lebih baik.

Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 23 Februari 2012