Jambi kehilangan tokoh pemuda yang kritis terhadap politik dan Hukum. Seorang
Dosen berdedikasi, Thabrani M Sholeh SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, siang tadi
meninggal dunia, Jumat, 02 Maret 2012
Thabrani M Sholeh SH, MH sebelumnya dikenal dengan sebagai Ketua Panwaslu Provinsi Jambi ini. Namun sedikit yang mengetahui sebagai mantan Sekretaris KNPI Provinsi Jambi.
Pernyataannya di berbagai media massa sebagai Ketua Panwaslu sering menarik
dan di tunggu publik. Disaat bersamaan berbagai hajatan menjelang Pemilu.
Pernyataan tidak berhenti walaupun tidak menjadi ketua Panwaslu Propinsi Jambi.
Analisis dan prediksi berbagai Pilkada di Jambi mewarnai berbagai dan menjadi
bagian dari pengamatan kita menunggu demokrasi berbagai daerah.
Secara pribadi, penulis tidak mengikuti langkah dan perjalanan panjang
Thabrani M. Saleh, SH. MH. Beliau adalah Dosen mengajar yang berkaitan dengan
hukum pidana. Sewaktu menjadi mahasiswa,
berdasarkan nomor mahasiswa, yang biasa dikenal dengan mahasiswa bernomor
ganjil dan mahasiswa bernomor genap. Maka kemudian ditentukan Kelas A, Kelas B,
Kelas C dan Kelas D. Penulis termasuk nomor ganjil. Sedangkan Thabrani M.
Saleh, SH, MH mengajar hukum pidana di kelas nomor genap. Maka beliau mengajar
di Kelas B dan di kelas D. Dengan demikian, praktis selama menjadi mahasiswa,
penulis tidak pernah bertatap muka dan pernah diberi mata kuliah oleh beliau.
Walaupun dalam kegiatan ekstra kurikuler seperti kegiatan pertandingan olahraga
di kampus sering bertemu dan bertegur sapa, namun secara pribadi, penulis tidak
begitu mengenal pribadi secara dekat.
Sebagai pribadi yang mengajarkan nilai-nilai intelektual seperti
mengeluarkan pendapat, berdebat secara hukum, mempertahankan pendapat diberi ruang.
Penulis ingat, pada waktu merebak kasus Soeharto, penulis berbeda pendapat
secara tajam. Secara singkat suasana psikologis waktu itu, Soeharto diseret
dimuka persidangan dengan berbagai tuduhan pidana. Namun pada waktu yang
ditentukan, Soeharto tidak dapat hadir dengan alasan sakit. Proses pemeriksaan
tidak dapat dilanjutkan. Disinilah perdebatan muncul. Thabrani M. Saleh menulis
opini, kasus Soeharto sebaiknya dihentikan dengna ”pertimbangan sakit”. Namun penulis berpendapat berbeda. Soeharto
tidak dapat dihentikan kasusnya dengan alasan sakit. Namun apabila terdakwa sakit, maka pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan. Dan itu sudah
ditentukan didalam KUHAP. Secara hakiki
itu perbedaan yang mendasar. Disatu sisi, beliau menganjurkan ”menghentikan perkara, namun disisi lain,
penulis tidak sependapat. Alasan
sakit hanya digunakan sebagai alasan untuk ”menghentikan”
pemeriksaan terhadap Soeharto. Bukan menghentikan”
perkara.
Beliau kemudian menulis menanggapi tulisan penulis keesokan harinya untuk
mempertahankan pendapatnya.
Berangkat dari perdebatan opini, tentu saja tidak dapat ditentukan apakah pendapat
beliau atau pendapat penulis yang benar atau salah. Namun yang pasti kemudian,
dalam suatu kesempatan, penulis bertemu dengan beliau, dia mengangguk saja
menerima alasan yang disampaikan oleh penulis.
Pengalaman itu kemudian mengajarkan, walaupun penulis sebagai mahasiswa
beliau, namun beliau memberikan ruang untuk berbeda pendapat dan beliau
menghormati pendapat yang berbeda dengan siapapun termasuk dengan mahasiswa
beliau sendiri.
Suasana itu kemudian memberikan nilai-nilai keteladanan dari seorang
intelektual dan tetap memberikan suasana akademis di ruang publik. Beliau
adalah sedikit orang yang masih mau menulis di media massa. Dan pengalaman yang diberikan beliau justru memberikan rasa
hormat kepada beliau.
Selamat Jalan, Guruku. Percayalah, keteladanan yang diberikan akan
senantiasa dikenang selalu.
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 3 Maret 2012
Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 3 Maret 2012