11 Maret 2012

Ketika Hukum Tertinggal mengikuti Perkembangan zaman



Ketika Hukum Tertinggal mengikuti Perkembangan zaman


Beberapa waktu yang lalu, media massa mengabarkan peristiwa “rencana” pembobolan dana nasabah di sebuah Bank di Jambi. Penulis sengaja menuliskan “rencana” karena pembobolan dana nasabah kemudian digagalkan oleh Pihak Kepolisian Kota Sektor Pasar Polresta Jambi. Dalam istilah hukum, “rencana” yang kemudian gagal dikenal dengan istlah “poeging”. Artinya “gagal” itu disebabkan bukan dari kehendak pelaku.

Dari berbagai pemberitaan di media massa, kemudian penyidik menetapkan pasal-pasal seperti tindak pidana pemalsuan (karena para pelaku dengna modus operandi memalsukan buku tabungan nasabah) dan pasal pencurian sebagaimana diatur didalam Pasal 363 KUHP.

Dari titik ini, penulis merasa gelisah. Modus operandi canggih (sebelumnya para pelaku berhasil membobol di sebuah Bank di Bengkulu Selatan) namun kemudian hanya menerapkan pasal-pasal di dalam KUHP. Perbuatan pencurian yang berkaitan dengan Bank (kejahatan canggih/white crime) namun hanya menerapkan pasal didalam KUHP (kejahatan konvensional).

Penulis kemudian tersentak ketika membaca rumusan tindak pidana didalam UU Perbankan sebagaimana diatur didalam UU No. 10 Tahun 1998. Didalam norma tindak pidana didalam UU Perbankan sama sekali tidak mencantumkan perbuatan pidana yang dapat diterapkan kepada para pelaku. Begitu juga didalam UU ITE sebagaimana didalam rumusan UU No. 11 Tahun 2008. Sama sekali tidak mencantumkan tindak pidana yang dapat diterapkan kepada para pelaku.

UU Perbankan hanya mengatur terhadap komunitas perbankan seperti mengenai pencatatan nasabah, bisnis perbankan, tata aturan mengenai perbankan. Pokoknya segala sesuatu yang berkaitan dengan perbankan. Sedangkan didalam UU No. 11 Tahun 2008 mengenai ITE hanya mengatur terhadap pembobolan dana nasabah dengan modus operandi cyber crime. Kejahatan pembobolan dana nasabah melalui internet.

Penulis kemudian sadar, ternyata semangat membuat UU Perbankan hanya mengatur yang berkaitan dengan perbankan. Atau dengna kata lain, tindak pidana hanya ditujukan kepada komisaris, Direktur dan pegawai bank. Sama sekali tidak mengatur tindak pidana sebagaimana peristiwa tersebut.

Tiba-tiba penulis tersentak, bagaimana mungkin tindak pidana yang dilakukan para pelaku kemudian tidak termasuk kedalam rumusan tindak pidana dalam UU Perbankan. Ketika membuat UU Perbankan, para dafter tidak memasukkan kejahatan para pelaku tidak memasukkan kedalam UU perbankan.

Alangkah naifnya apabila tidak dikatakan sebagai upaya yang lemah para dafter yang tidak memasukkan kejahatan ini kedalam UU Perbankan. Peristiwa ini merupakan peristiwa yang serius yang terjadi. Kejahatan yang sangat canggih kemudian hanya diterapkan dalam rumusan KUHP yang konvensional

Dari peristiwa ini, maka sesungguhnya kelemahan para dafter, membuat hukum menjadi tertinggal dari perkembangan yang cepat dari peristiwa tindak pidana. Peristiwa ini juga mengajarkan bagaimana kejahatan terus terjadi, semakin canggih dan senantiasa selalu mengintai di sekeliling kita.

Dimuat di Harian Jambi Ekspress, 12 Maret 2012

http://www.jambiekspres.co.id/opini/21693-ketika-hukum-tertinggal-mengikuti-perkembangan-zaman.html