Dalam kejahatan konvensional sebagaimana diatur didalam KUHP, kita hanya mengenal pertanggungjawaban pribadi (naturalijk persoon). Rumusan ini dapat kita jumpai kata unsur “barang siapa (nijk)” setiap tindak pidana didalam KUHP.
Menurut Moeljatno, “hanya terhadap orang-orang yang keadan jiwa normal sajalah, dapat kita harapkan akan mengatur tingkah lakunya sesuai dengan pola yang telah dianggap baik dalam masyarakat”.
Didalam pembuktian terhadap terbukti atau tidaknya pelaku dalam tindak pidana, unsur ini merupakan unsur yang mutlak yang harus dibebankan kepada pelaku dan pelaku dapat diminta pertanggungjawabkan secara hukum sebagaimana asas “tiada pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan (Geen straf zonder schuld)
Namun dalam perkembangan ilmu hukum yang berkembang cepat dan belum diakomodasi didalam KUHP, kita kemudian mengenal pertanggungjawaban korporasi(corporate liability) sebagai badan hukum (recht persoon), tanggung jawab mutlak (vicarious liability), pertanggungjawaban komando (command responsibility)
Rechtspersoon biasa disebut badan hukum yang merupakan persona ficta atau orang yang diciptakan oleh hukum sebagai persona. Maksudnya bahwa badan hukum dapat diakui sebagai subyek hukum sebagai rechtspersoon. Badan hukum tidak mempunyai kehendak sendiri. Badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan melalui perantaraan orang atau orang-orang yang duduk sebagai pengurus. Orang atau orang-orang yang menjadi pengurus tersebut bekerja tidak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nama badan hukum tersebut.
Sedangkan terhadap pertanggungjawaban komando (command responsibility)merupakan perkembangan dari tindak pidana kejahatan dalam lapangan hukum HAM. Pertanggungjawaban komando dapat dilihat baik karena kesengajaan, kehendak dari tanggung jawab komando maupun adanya pembiaran (by ommision)