05 September 2012

opini musri nauli : FREEPORT DAN HILLARY CLINTON



Sebagai langkah politik, kedatangan Hillary Clinton ke Indonesia dapat dibaca sebagai langkah politik yang cukup serius. Sikap serius ditandai dengan kedatangan Hillay Clinton ke Indonesia padahal saat bersamaan tengah dilangsungkan Konvensi Partai Demokrat di North California. Walaupun Partai Demokrat tetap mencalonkan Barack Obama sebagai Presiden AS dari Partai Demokrat berhadapan dengan Mitt Romney, Calon Presiden dari Partai Republik, Konvensi Partai Demokrat merupakan salah satu agenda penting Hillary Clinton untuk mendukung Barack Obama dalam kancah politik menghadapi resesi Eropa dan ancaman kebangkrutan ekonomi.
Dalam perjalanan tour 11 harinya ke kawasan Asia Pasifik, Hillary membicarakan pencegahan terorisme, hubungan Asean dengan Amerika dalam persoalan kawasan laut Cina Selatan maupun persoalan HAM yang paling menyita energi Pemerintahan SBY berhadapan dengan Pemerintahan AS.

Sementara itu, penyambutan Hillary Clinton oleh Presiden SBY juga dapat ditafsirkan langkah politik. Momen Konferensi Gerakan Non Blok (GNB) sebagai salah momen penting dalam sikap politik luar negeri yang terkenal bebas aktif dan sebagai salah satu penggagas lahirnya GNB tidak digunakan oleh Presiden SBY. Presiden SBY hanya mengirimkan Wakil Presiden Budiono dan Menteri Luar Negeri dalam Konferensi GNB

Padahal konferensi GNB merupakan moment dan agenda penting ketatanegaraan dalam hubungan luar negeri Indonesia dalam percaturan global selain PBB dan Asean. Posisi Indonesia cukup strategis baik dilihat dari perjalanan panjang GBN maupun peran Indonesia dalam berbagai konflik di berbagai belahan dunia.

Sehingga tidak salah apabila dua peristiwa politik yang penting yang tidak dihadiri Hillary Clinton di Konvensi Partai Demokrat di North California dan Konferensi GNB yang tidak dihadiri oleh Presiden SBY kemudian dihubungkan dengan issu Freeport.

Dalam berbagai sumber disebutkan, PT. Freeport telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan 724,7 JUTA ton emas. Bandingkan dengan Pajak PT Freeport Indonesia yang “hanya” mencapai USD 1,922 miliar (Baca Rp 17 triliun lebih), setiap tahunnya disetor ke Pemerintah Pusat.  Dari Rp 17 triliun tersebut, hanya Rp 400 miliar yang kembali ke Provinsi Papua.

Begitu pentingnya Freeport bagi Amerika, maka Penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang menjadikan PTFI sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi. Tahun 1991 kemudian Penandatanganan Kontrak Karya baru dengan masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun ditandatangani bersama Pemerintah Indonesia.

Tahun 2001, Tingkat produksi pabrik pengolahan (mill) mencapai rekor dengan hampir 238.000 ton/hari serta produksi emas rata-rata setiap tahun mencapai hampir 3,5 juta ons. Tahun 2002 Produksi tembaga mencapai rekor dengan 1,8 miliar pon tembaga.
Freeport yang berinvestasi dengan model Kontrak Karya (KK) berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967 (UU dalam paket ekonomi dalam rezim orde baru) mendapatkan konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres = 0.4047 Ha).

1991, KK Freeport di perpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK Freeport akan berakhir di tahun 2021.

Dengan model KK, maka Indonesia tidak mempunyai akses terhadap kegiatan operasional Freeport. Indonesia hanya menerima royalti didalam kontrak KK yang Untuk tembaga, royalty sebesar 1,5% dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari US$ 0.9/pound) sampai 3.5% dari harga jual (jika harga US$ 1.1/pound). Sedangkan untuk emas dan perak ditetapkan sebesar 1% dari harga jual. Bayangkan.

Maka membuat Freeport McMoRan sangat menguntungkan. Total aset Freeport McMoran per Desember 2009 sebesar US$ 25 Milyar (atau Rp 225 Triliun, hampir 1/4 APBN kita. Dengan hasil ini, Freeport merupakan “primadona bagi Freeport McMoRan.

Dengan melihat angka-angka fantastik yang diraih oleh Freeport, sehingga tidak salah apabila kepentingan amerika dalam agenda politik merupakan salah satu pintu masuk “mengamankan” Freeport di Indonesia. Dan langkah politik Hillary Clinton tidak dapat dilepaskan dari issu Freeport.