Sebagai langkah politik,
kedatangan Hillary Clinton ke Indonesia
dapat dibaca sebagai langkah politik yang cukup serius. Sikap serius ditandai
dengan kedatangan Hillay Clinton ke Indonesia padahal saat bersamaan tengah
dilangsungkan Konvensi Partai Demokrat di North California . Walaupun Partai Demokrat tetap
mencalonkan Barack Obama sebagai Presiden AS dari Partai Demokrat berhadapan
dengan Mitt Romney, Calon Presiden dari Partai Republik, Konvensi Partai
Demokrat merupakan salah satu agenda penting Hillary Clinton untuk mendukung
Barack Obama dalam kancah politik menghadapi resesi Eropa dan ancaman
kebangkrutan ekonomi.
Dalam perjalanan tour 11 harinya
ke kawasan Asia Pasifik, Hillary membicarakan pencegahan terorisme, hubungan
Asean dengan Amerika dalam persoalan kawasan laut Cina Selatan maupun persoalan
HAM yang paling menyita energi Pemerintahan SBY berhadapan dengan Pemerintahan
AS.
Sementara itu, penyambutan
Hillary Clinton oleh Presiden SBY juga dapat ditafsirkan langkah politik. Momen
Konferensi Gerakan Non Blok (GNB) sebagai salah momen penting dalam sikap
politik luar negeri yang terkenal bebas aktif dan sebagai salah satu penggagas
lahirnya GNB tidak digunakan oleh Presiden SBY. Presiden SBY hanya mengirimkan
Wakil Presiden Budiono dan Menteri Luar Negeri dalam Konferensi GNB
Padahal konferensi GNB merupakan
moment dan agenda penting ketatanegaraan dalam hubungan luar negeri Indonesia dalam
percaturan global selain PBB dan Asean. Posisi Indonesia
cukup strategis baik dilihat dari perjalanan panjang GBN maupun peran Indonesia dalam
berbagai konflik di berbagai belahan dunia.
Sehingga tidak salah apabila dua
peristiwa politik yang penting yang tidak dihadiri Hillary Clinton di Konvensi
Partai Demokrat di North California dan Konferensi GNB yang tidak dihadiri oleh
Presiden SBY kemudian dihubungkan dengan issu Freeport .
Dalam berbagai sumber disebutkan,
PT. Freeport telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan 724,7 JUTA ton emas. Bandingkan
dengan Pajak PT Freeport Indonesia yang “hanya” mencapai USD 1,922 miliar (Baca
Rp 17 triliun lebih), setiap tahunnya disetor ke Pemerintah Pusat. Dari Rp 17 triliun tersebut, hanya Rp 400
miliar yang kembali ke Provinsi Papua.
Begitu pentingnya Freeport bagi
Amerika, maka Penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang
menjadikan PTFI sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah
10 km persegi. Tahun 1991 kemudian Penandatanganan Kontrak Karya baru dengan
masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun ditandatangani
bersama Pemerintah Indonesia.
Tahun 2001, Tingkat produksi
pabrik pengolahan (mill) mencapai rekor dengan hampir 238.000 ton/hari serta
produksi emas rata-rata setiap tahun mencapai hampir 3,5 juta ons. Tahun 2002
Produksi tembaga mencapai rekor dengan 1,8 miliar pon tembaga.
1991, KK Freeport di perpanjang
menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK Freeport
akan berakhir di tahun 2021.
Dengan model KK, maka Indonesia tidak mempunyai akses terhadap
kegiatan operasional Freeport .
Indonesia hanya menerima royalti didalam kontrak KK yang Untuk
tembaga, royalty sebesar 1,5% dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari US$ 0.9/pound) sampai
3.5% dari harga jual (jika harga
US$ 1.1/pound). Sedangkan untuk emas dan perak ditetapkan
sebesar 1% dari harga jual. Bayangkan.
Maka membuat Freeport
McMoRan sangat menguntungkan. Total aset Freeport McMoran per Desember 2009
sebesar US$ 25 Milyar (atau Rp 225 Triliun, hampir 1/4 APBN kita. Dengan hasil
ini, Freeport merupakan “primadona bagi Freeport
McMoRan.
Dengan melihat angka-angka
fantastik yang diraih oleh Freeport, sehingga tidak salah apabila kepentingan
amerika dalam agenda politik merupakan salah satu pintu masuk “mengamankan”
Freeport di Indonesia. Dan langkah politik Hillary Clinton tidak dapat
dilepaskan dari issu Freeport .