07 September 2012

opini musri nauli : Sidang Anggie

Akhirnya sidang kasus yang melibatkan anggota DPR-RI dari Partai Demokrat Angelina Sondakh (Anggie) dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Anggie didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 12,580 milyar dan $US 2.350.000 (istilah yang digunakn Apel Malang dan Apel Washington). Persidangan ini menarik perhatian publik sehingga media elektronik menayangkan secara “live”.
Kasus “anggie” menarik perhatian publik disaat persidangan terhadap Nazaruddin dilangsungkan. Dengan lugas tanpa tedeng aling-aling, Nazaruddin menyebutkan beberapa tokoh penting Partai Demokrat termasuk Anggie. Maka praktis, para petinggi Partai Demokrat berseliweran keluar masuk KPK. Bukan dalam rangka membangun hubungan koordinasi dalam kewajiban ketatanegaraan. Namun lebih sibuk “menjadi” saksi dan diliput media massa termasuk Anas Urbaningrum dan Andi Mallaranggeng. Belum lagi nama-nama seperti Mirwan Amir, Wayan Koster yang dikait-kaitkan.

Praktis “energi” Partai Demokrat menghadapi badai dan hantaman ombak yang luar biasa. Pasca ditangkapnya Mindu Rossa Manulang (bawahan Nazaruddin) kemudian kaburnya Nazaruddin, sering dikait-kaitkan nama Anas Urbaningrum yang kemudian bersumpah bersedia “Digantung” di Monas, pemeriksaan terhadap Andi Mallaranggeng, pemeriksaan sebagai saksi terhadap Anggie, penetapan tersangka Anggie, penahanan hingga persidangan terhadap Anggie “membuat” energi Partai Demokrat tersita. Hampir praktis selama 2 tahun, badai dan hantaman ombak terus menerpa Partai Demokrat. Terlepas dari akhir lakon yang akan digelar, Partai Demokrat mengalami fase tersulit bahkan terancam berbagai issu yang dapat saja digugat ke MK untuk mengikuti peserta Pemilu.

Sementara “Anggie” sendiri menarik perhatian publik disaat pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara Mindo Rossa Manulang. Anggie yang menjadi saksi sering memberikan keterangan dengan jawaban “tidak tahu, Yang Mulia”, “lupa, Yang Mulia”, “Tidak ingat, Yang Mulia”. Jawaban yang diberikan oleh Anggie kemudian “konon” dijadikan ringtone HP dan menjadi bahan joke yang paling lucu.

Posisi Anggie sebagai saksi menimbulkan persoalan yang cukup serius dalam tataran praktek peradilan hukum pidana.

Didalam KUHAP sudah ditentukan, Yang dimaksudkan dengan keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan di muka persidangan. Harus diperhatikan apakah keterangan tersebut sama dengan keterangan yang diberikan di muka pejabat yang berwenang. Apakah keterangan yang diberikan dihadapan Penyidik maupun keterangan di hadapan Jaksa Penuntut Umum. Keterangan tersebut dibuat dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Apabila saksi yang telah memberikan keterangan tersebut mencabut keterangannya, maka haruslah mempunyai alasan yang cukup untuk mencabut keterangan itu. Sedangkan keterangan yang diberikan di muka persidangan itulah yang menjadi alat bukti sebagaimana ditentukan dalam pasal 184 KUHAP. Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan benar-benar mengalami, melihat dan mendengar sendiri. Keterangan itu adalah keterangan yang menjelaskan tentang peristiwa pidana. Baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan keterangan saksi. Sedangkan Keterangan yang didapat dari orang lain tidak dapat menjadi alat bukti yang sah (Testimonium de audito.lihat penjelasan pasal 185 KUHAP

Namun berdasarkan ketentuan pasal 168 ayat (1) huruf a KUHAP, “keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa”, memberikan tafsiran bahwa seseorang dalam suatu penyertaan tindak pidana untuk mengundurkan diri sebagai saksi. Hal ini disebabkan karena saksi mahkota (kroon getuide) adalah kesaksian seorang yang sama-sama menjadi terdakwa. Dengan kata lain saksi mahkota terjadi apabila terdapat beberapa orang terdakwa dalam suatu peristiwa tindak pidana

Oleh karena itu bahwa kehadiran dan/atau penggunaan saksi mahkota ini dilarang oleh KUHAP dan Yurisprudensi MA. (Lihat Yurisprudensi Mahkamah Agung  No.1174 K/Pid/1994 tanggal 3 Mei 1995, Yurisprudensi Mahkamah Agung MARI, No. 1950 K/Pid/1995, tanggal 3 Mei 1995, Yurisprudensi Mahkamah Agung No.1952 K/Pid/1994, tanggal 29 April 1995, Yurisprudensi Mahkamah Agung No 1706 K/Pid/1994,  Yurisprudensi Mahkamah Agung No 381 K/Pid/1995, Yurisprudensi Mahkamah Agung No 429 K/Pid/1995).

Dari pendekatan itulah, maka penulis membenarkan apabila terhadap Anggie dapat menolak menjadi saksi. Namun persoalan menjadi lain apabila Anggie tidak mengundurukan diri menjadi saksi dan tetap bersedia menjadi saksi. Keterangan Anggie yang kemudian dapat dibuktikan “memberikan keterangan palsu” dimuka persidangan menimbulkan persoalan yang cukup serius. Anggie dapat diseret  “memberikan keterangan palsu”. Dari titik inilah, maka kesempatan tidak digunakan oleh Hakim untuk “membongkar” pertanyaan publik bagaimana rangkaian kejahatan yang sedang ditutupi oleh “pihak yang berkepentingan”.

Maka persidangan terhadap Anggie menjadi “kesempatan besar” untuk membuktikan apakah keterangan Anggie sebagai saksi (waktu itu dalam perkara Mindo Rossa Manullang) adalah “memberikan keterangan palsu” atau keterangan itu hanya berlaku sendiri sebagai terdakwa dalam perkara yang sedang berjalan.

Selain itu juga “merupakan kesempatan besar” untuk membongkar “manipulasi” anggaran yang akan mengancam nama Partai. Atau kejahatan yang dilakukan hanya berkaitan dengan oknum partai (meminjam istilah petinggi Partai Demokrat).

Terlepas dari “kepentingan” publik ingin mengetahui rangkaian perbuatan yang sedang dilakukan, pengungkapan kasus ini harus diapresiasi kepada kinerja KPK yang terus membaik. KPK harus memberikan porsi yang seimbang agar siapapun yang terlibat harus dipertanggungjawabkan dimuka persidanga.