JOKOWI,
DAHLAN ISKAN DAN HIDAYAT NUR WAHID
Wabah
“Jokowi” menjalar secara cepat. Meluas hingga ke ujung tulang
sumsum. Semua berdecak, menunggu kabar terbaru dari berita Jokowi.
Hampir praktis tidak ada hari tanpa berita Jokowi. Media online
sengaja membuat tagline untuk mengabarkan isu terbaru Jokowi. Media
cetak tidak mau kalah. Memberitakan “seakan-akan” mereka sumber
utama mendapatkan berita Jokowi.
Demam
“Jokowi” mewabah. Slogan “Jakarta baru”, “Jakarta Bersih”
disimbolkan dengan baju kotak-kotak. Baju kotak-kotakpun mewarnai
berbagai tayangan. Baju kotak-kotak dengan simbol mengacungkan tangan
tiga jari menjadi simbol anti kemapanan. Simbol perlawanan. Terus
menghantui mimpi-mimpi kita akan suasana demokratis.
Membandingkan
style, performance dan gaya sederhana mengingatkan orang akan Dahlan
Iskan. Seorang “bisnisment” yang paling berhasil. Dari media
massa pinggiran kemudian menjadi “raksasa” pers. Tidak
terbayangkan, mengelola media massa menjadi “raksasa” pers yang
kemudian hadir di setiap pelosok daerah.
Masih
ingat akan “sepak terjang” teatrikal Dahlan Iskan yang
“mengamuk”, membanting kursi keluar ruangan di pintu tol. Masih
ingat gaya Dahlan Iskan yang “rela” antri menunggu jadwal kereta
api dan berdesak-desakkan di antara penumpang yang naik kereta api.
Style
dan performence Jokowi juga mengingatkan Hidayat Nur Wahid. Ketua MPR
yang kemudian diliput media massa “tidur” di ruangan kerja.
Menampakkan “kesederhanaan”. Teladan yang mampu memberikan
inspirasi akan pemimpin yang mau “mengenyampingkan” urusan
pribadi diatas kepentingan negara. Seorang pemimpin yang berhasil
menjadikan MPR sebagai lembaga negara yang sangat dihormati.
Namun
dalam perkembangannya memberikan pelajaran penting. Style dan
performance dari Dahlan Iskan tidak diimbanging dengan prestasi
“tockernya”didalam mengelola Kementerian BUMN. Kementerian yang
“konon kabarnya” harus mengelola BUMN yang assetnya
mencapai ratusan trilyunan rupiah malah sibuk mengurusi berbagai
kasus di berbagai daerah. Meledaknya kasus PTPN VII di Palembang yang
kemudian menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Belum lagi masih
adanya “trend” pasukan keamanan didalam areal perusahaan BUMN
“menghadapi” berbagai sengketa yang terus menerus
mempersoalkannya.
Begitu
juga dengan Hidayat Nur Wahid. “Kepemimpinan” Hidayat Nur Wahid
tidak dimbangi dengan “kinerja” anggota parlemen. Dalam berbagai
tayangan di media massa, secara kasat mata “diperlihatkan”
bagaimana tingkah pola anggota parlemen. Menaikkan fasilitas negara,
studi banding, kelakuan pribadi anggota parlemen, membolos, telat
menghadiri rapat dan berbagai tingkah laku lainnya yang “justru”
menampar wajah parlemen. Inspirasi dari Hidayat Nur Wahid tidak mampu
memberikan warna anggota parlemen sehingga tidak salah kemudian,
keteladanan dari Hidayat Nur Wahid cuma “sekedar” membangun diri
teladan kepada Hidayat Nur Wahid. Namun tidak mampu “merubah”
keadaan dan memperbaiki parlemen yang dapat dirasakan oleh rakyat.
Berbeda
dengan Jokowi. Terlepas prestasi yang akan diraihnya saat memimpin
Jakarta, prestasi dalam kinerja di Solo telah menjawab semuanya. Solo
telah menjawab semuanya. Kartu Pintar, kartu sehat dan berbagai
kemajuan yang dirasakan rakyat Solo selama dipimpin oleh Jokowi
selama 8 tahun tuntas dikerjakannya. Ada perubahan yang sangat nyata
apabila dibandingkan sebelum dipimpin oleh Jokowi dan sesudah
dipimpin Jokowi. “Pemindahan” pedagang kaki lima yang digagas
oleh Jokowi “menjadikan” inspirasi berbagai persoalan yang sama
di berbagai daerah. Belum lagi metode dan cara yang digunakan Jokowi
yang menjadi perhatian berbagai kota-kota besar dan Jokowi pernah
mempresentasikan di forum PBB.
Namun
membandingkan antara Jokowi, Dahlan Iskan dan Hidayat Nur Wahid
tidaklah sederhana. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan
masing-masing, catatan penting yang menjadi perhatian rakyat
Indonesia terletak bagaimana kekuasaan kemudian digunakan dan
dijadikan inspirasi terhadap perbaikan ke depan. Dan bagaimana
kemudian kekuasaan digunakan untuk memenuhi amanat konstitusi.
Kesejahteraan masyarakat.
Dimuat di Posmetro, 26 Oktober 2012.
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/11284-jokowi-dahlan-iskan-dan-hidayat-nur-wahid.html
.
Dimuat di Posmetro, 26 Oktober 2012.
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/11284-jokowi-dahlan-iskan-dan-hidayat-nur-wahid.html
.