10 November 2012

opini musri nauli : MEMAKNAI PAHLAWAN DITENGAH KETIDAKTELADANAN



Entah mimpi atau lagi bingung, strategi Pemerintahan SBY-Boediono menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soekarno dan Hatta. Pemberian ini kemudian menyentak alam bawah sadar rakyat Indonesia. Indonesia kemudian sadar, ternyata Pengucap Ikrar Merdeka (Sang Proklamator) baru diangerahi Gelar Pahlawan Nasional. Logikapun terbanting. Daya pengetahuan publikpun terganggu. Konsentrasi nasionalpun pecah.

Dari kalkulasi manapun, sulit menerima kenyataan ketika ternyata Sang Proklamator belum diberi gelar Pahlawan Nasional. Dua orang yang “paling penting”, paling banyak dibicarakan sejarah, selalu dirayakan setiap tahun, diperdengarkan lagu Indonesia Raya kemudian disandingkan suara Proklamasi, photo Soekarno Hatta ternyata “belum menjadi Pahlawan Nasional. Belum lagi jalan-jalan utama di kota-kota (protokol) yang selalu pasti ada nama Jalan Soekarno Hatta. Bahkan tahun 1984-pun, Bandara Internasional Indonesi telah resmi menjadi Bandara Soekarno Hatta.

Mungkin Sang Proklamator kurang “keren” dibandingkan beberapa pejabat yang telah diberi gelar sebelumnya. Lihat bagaimana hampir setiap pergantian rezim, selalu kemudian diberi Bintang Jasa kepada para kroni lengkap dengan istrinya. Setiap pergantian rezim, entah bagaimana prestasi diukur kemudian diberi penganugerahan gelar Bintang jasa.

Tidak perlu lagi analisis lebih jauh tentang peran Soekarno dan Hatta. Literatur apapun tentang Sejarah Indonesia tidak mungkin menghapus satu barispun tentang kiprah Soekarno Hatta dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, mengisi kemerdekaan maupun perang-perang gerilya menghadapi agresi Belanda. Tidak ada satupun ahli sejarah yang menghapuskan peran Soekarno Dan Hatta dalam kancah sejarah Indonesia. Setiap literatur, catatan sejarah, ataupun perdebatan akademis tidak lupa mencantumkan nama Sang Proklamator.

Ironi Di Tengah Rakyat

Dalam bukunya “Manusia Dalam Kemelut Sejarah”, berbagai kontroversi memang tidak dapat dipisahkan dari peran Soekarno Hatta. Sebagai bagian dari perjalanan panjang sejarah bangsa, berbagai peristiwa penting di Indonesia, Soekarno dan Hatta salah satu figur kunci baik sebelum maupun sesudah Kemerdekaan.

Dalam perjalanan sebelum kemerdekaan, Soekarno dan Hatta merupakan salah satu pejuang yang paling sering melewati dari penjara ke penjara. Sukamiskin, Banda Naira, Bengkulu, adalah sebagian kecil dari catatan kota-kota yang dilewati

Namum pemberian dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional memberikan logika berfikir yang terbalik. Apakah selama 67 tahun Indonesia merdeka, kemudian baru Indonesia mengakui peran Soekarno Hatta.

Apakah secara politik, kontroversi Soekarno dalam peristiwa G 30 S/PKI atau Hatta dalam PRRI sehingga negara belum mengakuinya. Atau memang ada persoalan politik yang membuat negara belum memberikan ruang terhadap pemberian gelar ?

Dalam dimensi yang lain, gelar pahlawan nasional ini dipersoalkan sejarawan Asvi Warman Adam. Pemberian gelar itu dinilai merendahkan Soekarno-Hatta yang sudah mendapat gelar pahlawan proklamator, yang merupakan gelar tertinggi.

Pemberian gelar itu juga dituding menyalahi UU No 20/2009 karena gelar pahlawan proklamator dalam UU itu disebutkan juga sebagai pahlawan nasional.

Pahlawan di Tengah ketidakteladanan

Makna simbolik dari kepahlawanan merupakan wujud nyata dari kiprah dan dukungan nyata dari peran kepahlawanan. Kepahlawanan merupakan keteladanan, kejujuran, keikhlasan, tanpa pamrih, mengutamakan kepentingan diatas kepentingan pribadi. Kepahlawanan tidak dapat dipisahkan dari sikap konsistensi, satu perbuatan dengan satu ucapan.

Sehingga ketika seseorang diberi gelar kepahlawanan, maka berbagai sikap, keteladanan bagian dari tidak terpisahkan.

Maka makna kepahlawanan diberi kepada Soekarno dan Hatta ditengah ketidakteladan bangsa Indonesia. Sehingga negara memberikan gelar kepada Soekarno Hatta memberikan pelajaran keteladan kepada kita.

Terlepas dari kontroversial dan polemik yang berkaitan pemberian gelar Pahlawan nasional, peran Soekarno dan Hatta tidak dapat dipungkiri. Kepahlawanan Soekarno dan Hatta sudah hidup dari relung hati rakyat Indonesia. Dan simbol-simbol pemberian gelar Pahlawan nasional tidak menghentikan dukungan, simpati terhadap diri Soekarno Hatta.