Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan dari Ratu Inggris
Elizabeth II berupa penghargaan Knight Grand Cross in the Order of
the Bath. Sebelum Presiden
Yudhoyono, Knight Grand Cross in the Order of the Bath
hanya diberikan kepada mantan Presiden AS Ronald Reagan, mantan
Presiden Perancis Jacques Chirac, serta Presiden Turki Abdullah Gul.
Order of the Bath
terdiri atas tiga kelas. Knight Grand Cross
merupakan kelas yang tertinggi. Dua kelas berikutnya adalah Knight
Commander serta Companion.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/10/29/17044978/Presiden.SBY.Mendapat.Penghargaan.dari.Ratu.Inggris)
Terlepas
dari berbagai kontroversi, pemberian yang diberikan kepada SBY
merupakan kehormatan bagi bangsa Indonesia. Kehormatan akan dedikasi
besar dan menyumbang berbagai kemajuan bangsa.
Namun
tanpa mengurangi rasa hormat terhadap pemberian kepada SBY oleh
Inggeris, harus diakui, pemberian kehormatan merupakan salah satu
bentuk pengakuan terhadap kiprah perjalanan bangsa Indonesia. Pada
kesempatan itulah, kemudian dunia menyoroti berbagai dimensi
kebangsaan bangsa Indonesia dalam putaran global.
Mengharapkan
sesuatu dari pemberian terhadap SBY tentu saja tidak dapat serta
merta membatalkan pemberian penghormatan itu. Sama sekali tidak. Tapi
seharusnya momentum pemberian penghargaan harus juga diletakkan pada
dedikasi dan penghormatan terhadap bangsa Indonesia sehingga gelar
itu mempunyai makna yang dapat dipandang sebagai sebuah gelar “
Knight Grand Cross in the Order of the Bath”.
Momentum
penghargaan “sungguh-sungguh” tidak elok dan
sungguh-sungguh tidak pantas”. Meminjam istilah SBY “cara
dan timingnya tidak tepat”.
Sebelum
pemberian penghargaan, Inggeris terbukti sudah menginvasi Irak.
Pernyataan politik yang sampai sekarang masih berlaku dan tidak
dicabut. Inggeris bersama-sama dengan Amerika Serika dan Australia
merupakan “tulang punggung”
invasi Irak tanpa “persetujuan (resolusi)” PBB.
Menginvasi negara yang “berdaulat”
merupakan cara-cara barbar yang sungguh-sungguh tidak diterima dalam
pergaulan internasional. Dalam sejarah panjang kelam di Eropa, Eropa
“sangat” merasakan
bagaimana perang dunia I dan Perang Dunia II yang merusak berbagai
infrastruktur dan pranata sosial berbagai lapisan masyarakat Eropa.
Pengalaman traumatik panjang yang kemudian “memaksa”
Eropa gigih menerapkan berbagai varian HAM untuk dipraktekkan di
berbagai dunia. Ujaran yang paling sering didengar “kami
tidak mau saudara kami di berbagai penjuru dunia mengalami sejarah
kelam di Eropa”. Berbagai
varian HAM dan demokrasi kemudian menjadi wacana berbagai lapisan
masyarakat.
Selain
itu juga, pemberian penghargaan dari Inggeris justru bersamaan dengan
penjatuhan 163 hukuman TKI oleh Pemerintah Malaysia (yang
bagian dari commonwealth Inggeris).
SBY diberi gelar. Tapi Inggeris membiarkan “anaknya (baca
Malaysia) untuk membunuh (dengan
hukuman mati). Sungguh Ironi.
Entah
apa yang terjadi. Tapi semuanya mengingatkan kelakuan “kolonial”
yang memberikan gelar-gelar kebangsawan kepada raja-raja kecil di
nusantara. Masih ingat dalam berbagai literatur sejarah yang
menerangkan, bagaimana gelar-gelar bangsawan “kolonial”
diberikan di “Onder Afdeling”
namun pada saat bersamaan “menyerbu kampung-kampung”,
membakar lumbung, membabat padi, menghancurkan irigasi. Sementara
“raja-raja kecil”
di suguhi “pesta dansa ala kolonial”.
Tidak terdengar jeritan rakyat karena kalah dengan suguhan
musik-musik barat.
SDA
Tidak
dapat dipungkiri, pemberian penghargaan merupakan salah satu bentuk
sikap resmi Pemerintahan Inggeris didalam mengamankan investasinya.
Saat ini, investasi Inggris di Indonesia telah mencapai US$ 3 miliar
dan menempatkan negara itu di posisi dua besar setelah Singapura.
Hingga 2015 mendatang, nilai investasi Inggris di Indonesia
diharapkan dapat mencapai dua kali lipat, atau sekitar US$ 6
miliar.
Peluang investasi Inggris di Indonesia sangat beragam,
termasuk sektor berbasis teknologi tinggi, seperti energi dan
manufaktur. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
sepanjang 2011, investasi Inggris masuk ke Indonesia bernilai US$ 419
juta, menurun dibandingkan tahun 2010 yang mencapai US$ 1,89 miliar.
Angka
yang tidak begitu berbeda disampaikan Menteri Perdagangan RI Gita
Wirjawan dan Menteri Perdagangan dan Investasi Inggris Lord Stephen
Green yang menargetkan nilai perdagangan menjadi US$6 miliar pada
tahun 2015 dari sebelumnya US$2,9 miliar pada 2011.
Bandingkan
dengan Indonesia, yang hanya mampu dengan nilai ekspor ke
Inggris pada 2011 yang mencapai US$1,72 miliar, naik sedikit dari
tahun sebelumnya yang senilai US$ 1,7 miliar.
Investasi
yang dilakukan sejumlah perusahaan Inggris di Tanah Air lebih banyak
bergerak di bidang industri kimia, barang logam, pertambangan, real
estate/kawasan industri, transportasi dan komunikasi, industri
makanan, perdagangan, hotel dan restoran, serta elektronik dan jasa.
Dengan
melihat berbagai angka-angka yang dapat menjamin investasi dari
Inggeris, sehingga tidak salah kemudian Inggeris berkepentingan untuk
“menjamin” investasi. Pemberian gelar kebangsawan Knight
Grand Cross in the Order of the Bath diharapkan
dapat memberikan jaminan politik kepada Inggeris.
DAN
SEBAGAINYA
Harusnya
momentum pemberian gelar kehormatan Knight
Grand Cross in the Order of the Bath kepada
SBY dapat digunakan sebagai “medium”
kampanye oleh SBY. SBY dapat menggunakan panggung kehormatan itu
untuk menyampaikan keberatan Pemerintah Indonesia terhadap Invasi
Irak. SBY dapat menggunakan dengan idiom Politik Bebas aktif.
Menghapuskan penjajahan dari muka bumi sebagaimana amanat konstitusi.
SBY
dapat mempertanyakan kepada Inggeris, mengapa Malaysia masih
menerapkan hukuman mati terhadap 163 TKI. SBY dapat meminta kepada
Inggeris agar Malaysia “dapat
menunda”
hukuman mati sampai urusan diplomatik selesai. SBY dapat menggunakan
panggung itu untuk menjelaskan kebijakan Pemerintah Indonesia yang
lagi-lagi “semangat”
akan menghapuskan hukuman mati (ingat
remisi hukuman mati).
Namun
berharap terhadap panggung kehormatan untuk menyampaikan gagasan
adalah sebuah utophia. Karena “sense
of humanisme”
dalam pemerintahan habis. Tidak ada lagi. Meminjam istilah Syaafi
Maarif. Nurani sudah mati.
Dimuat di Posmetro online, 4 November 2012.
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/11582-sby-sda-dan-sebagainya.html
Dimuat di Posmetro online, 4 November 2012.
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/11582-sby-sda-dan-sebagainya.html