03 November 2012

opini musri nauli : SBY, SDA DAN SEBAGAINYA



Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan dari Ratu Inggris Elizabeth II berupa penghargaan Knight Grand Cross in the Order of the Bath. Sebelum Presiden Yudhoyono, Knight Grand Cross in the Order of the Bath hanya diberikan kepada mantan Presiden AS Ronald Reagan, mantan Presiden Perancis Jacques Chirac, serta Presiden Turki Abdullah Gul. Order of the Bath terdiri atas tiga kelas. Knight Grand Cross merupakan kelas yang tertinggi. Dua kelas berikutnya adalah Knight Commander serta Companion. (http://nasional.kompas.com/read/2012/10/29/17044978/Presiden.SBY.Mendapat.Penghargaan.dari.Ratu.Inggris)

Terlepas dari berbagai kontroversi, pemberian yang diberikan kepada SBY merupakan kehormatan bagi bangsa Indonesia. Kehormatan akan dedikasi besar dan menyumbang berbagai kemajuan bangsa.

Namun tanpa mengurangi rasa hormat terhadap pemberian kepada SBY oleh Inggeris, harus diakui, pemberian kehormatan merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap kiprah perjalanan bangsa Indonesia. Pada kesempatan itulah, kemudian dunia menyoroti berbagai dimensi kebangsaan bangsa Indonesia dalam putaran global.

Mengharapkan sesuatu dari pemberian terhadap SBY tentu saja tidak dapat serta merta membatalkan pemberian penghormatan itu. Sama sekali tidak. Tapi seharusnya momentum pemberian penghargaan harus juga diletakkan pada dedikasi dan penghormatan terhadap bangsa Indonesia sehingga gelar itu mempunyai makna yang dapat dipandang sebagai sebuah gelar “ Knight Grand Cross in the Order of the Bath”.

Momentum penghargaan “sungguh-sungguh” tidak elok dan sungguh-sungguh tidak pantas”. Meminjam istilah SBY “cara dan timingnya tidak tepat”.

Sebelum pemberian penghargaan, Inggeris terbukti sudah menginvasi Irak. Pernyataan politik yang sampai sekarang masih berlaku dan tidak dicabut. Inggeris bersama-sama dengan Amerika Serika dan Australia merupakan “tulang punggung” invasi Irak tanpa “persetujuan (resolusi)” PBB. Menginvasi negara yang “berdaulat” merupakan cara-cara barbar yang sungguh-sungguh tidak diterima dalam pergaulan internasional. Dalam sejarah panjang kelam di Eropa, Eropa “sangat” merasakan bagaimana perang dunia I dan Perang Dunia II yang merusak berbagai infrastruktur dan pranata sosial berbagai lapisan masyarakat Eropa. Pengalaman traumatik panjang yang kemudian “memaksa” Eropa gigih menerapkan berbagai varian HAM untuk dipraktekkan di berbagai dunia. Ujaran yang paling sering didengar “kami tidak mau saudara kami di berbagai penjuru dunia mengalami sejarah kelam di Eropa”. Berbagai varian HAM dan demokrasi kemudian menjadi wacana berbagai lapisan masyarakat.

Selain itu juga, pemberian penghargaan dari Inggeris justru bersamaan dengan penjatuhan 163 hukuman TKI oleh Pemerintah Malaysia (yang bagian dari commonwealth Inggeris). SBY diberi gelar. Tapi Inggeris membiarkan “anaknya (baca Malaysia) untuk membunuh (dengan hukuman mati). Sungguh Ironi.

Entah apa yang terjadi. Tapi semuanya mengingatkan kelakuan “kolonial” yang memberikan gelar-gelar kebangsawan kepada raja-raja kecil di nusantara. Masih ingat dalam berbagai literatur sejarah yang menerangkan, bagaimana gelar-gelar bangsawan “kolonial” diberikan di “Onder Afdeling” namun pada saat bersamaan “menyerbu kampung-kampung”, membakar lumbung, membabat padi, menghancurkan irigasi. Sementara “raja-raja kecil” di suguhi “pesta dansa ala kolonial”. Tidak terdengar jeritan rakyat karena kalah dengan suguhan musik-musik barat.

SDA

Tidak dapat dipungkiri, pemberian penghargaan merupakan salah satu bentuk sikap resmi Pemerintahan Inggeris didalam mengamankan investasinya. Saat ini, investasi Inggris di Indonesia telah mencapai US$ 3 miliar dan menempatkan negara itu di posisi dua besar setelah Singapura. Hingga 2015 mendatang, nilai investasi Inggris di Indonesia diharapkan dapat mencapai dua kali lipat, atau sekitar US$ 6 miliar.

Peluang investasi Inggris di Indonesia sangat beragam, termasuk sektor berbasis teknologi tinggi, seperti energi dan manufaktur. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2011, investasi Inggris masuk ke Indonesia bernilai US$ 419 juta, menurun dibandingkan tahun 2010 yang mencapai US$ 1,89 miliar.

Angka yang tidak begitu berbeda disampaikan Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan dan Menteri Perdagangan dan Investasi Inggris Lord Stephen Green yang menargetkan nilai perdagangan menjadi US$6 miliar pada tahun 2015 dari sebelumnya US$2,9 miliar pada 2011.

Bandingkan dengan Indonesia, yang hanya mampu dengan nilai ekspor ke Inggris pada 2011 yang mencapai US$1,72 miliar, naik sedikit dari tahun sebelumnya yang senilai US$ 1,7 miliar.

Investasi yang dilakukan sejumlah perusahaan Inggris di Tanah Air lebih banyak bergerak di bidang industri kimia, barang logam, pertambangan, real estate/kawasan industri, transportasi dan komunikasi, industri makanan, perdagangan, hotel dan restoran, serta elektronik dan jasa.

Dengan melihat berbagai angka-angka yang dapat menjamin investasi dari Inggeris, sehingga tidak salah kemudian Inggeris berkepentingan untuk “menjamin” investasi. Pemberian gelar kebangsawan Knight Grand Cross in the Order of the Bath diharapkan dapat memberikan jaminan politik kepada Inggeris.

DAN SEBAGAINYA

Harusnya momentum pemberian gelar kehormatan Knight Grand Cross in the Order of the Bath kepada SBY dapat digunakan sebagai “medium” kampanye oleh SBY. SBY dapat menggunakan panggung kehormatan itu untuk menyampaikan keberatan Pemerintah Indonesia terhadap Invasi Irak. SBY dapat menggunakan dengan idiom Politik Bebas aktif. Menghapuskan penjajahan dari muka bumi sebagaimana amanat konstitusi.

SBY dapat mempertanyakan kepada Inggeris, mengapa Malaysia masih menerapkan hukuman mati terhadap 163 TKI. SBY dapat meminta kepada Inggeris agar Malaysia “dapat menunda” hukuman mati sampai urusan diplomatik selesai. SBY dapat menggunakan panggung itu untuk menjelaskan kebijakan Pemerintah Indonesia yang lagi-lagi “semangat” akan menghapuskan hukuman mati (ingat remisi hukuman mati).

Namun berharap terhadap panggung kehormatan untuk menyampaikan gagasan adalah sebuah utophia. Karena “sense of humanisme” dalam pemerintahan habis. Tidak ada lagi. Meminjam istilah Syaafi Maarif. Nurani sudah mati. 

Dimuat di Posmetro online, 4 November 2012.

http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/11582-sby-sda-dan-sebagainya.html