CERITA
“SANG ANGGREK”.
Mengapa
nama ente diganti ? Ujarku sambil berkenyit kening ketika memulai
pertanyaan. (Sebelumnya
nama yang kukenal Abdul Rasyid. Mantan Anggota KPU Propinsi Jambi.
Kemudian di Facebook, terakhir kuketahui Abdullah Rasyid).
Sambil memulai pembicaraan, Si Abdul Rasyid bercerita.
Waktu
ke Medan beberapa waktu yang lalu, Abdul Rasyid bertemu dengan
seseorang. Dia menganjurkan agar nama “Abdul
Rasyid”
dianggap kurang lengkap. Seharusnya lebih lengkap “Abdullah”
tidak cukup “Abdul.
Karena nama Abdul jarang dipakai. Seperti nama Ayah Rasullah.
Abdullah. Bukan Abdul. Rasyid kemudian banyak bercerita mengenai
nama. Dan Rasyid kemudian “mengikrarkan
diri”
melengkapi nama Abdul Rasyid menjadi “Abdulah
Rasyid sebagaimana
Facebooknya.
Sekali
lagi saya mengernyitkan kening. Dalam perjalanan sepuluh tahun,
seseorang dipengaruhi berbagai pengalaman, pendidikan dan pergaulan.
Pada
awal-awal saya ketemu, saya masih ingat betul. Bagaimana seorang
Abdul Rasyid menegaskan kepada saya. Setiap yang diraihnya merupakan
perjuangan dan konsistensi. Dia memberikan contoh bagaimana
mempersiapkan diri menjadi Ketua Umum Senat Universitas USU, menjadi
Ketua Umum BM PAN. Bahkan dalam “urusan”
asmara. Dia juga bercerita.
Cerita
mengenai “meraih”
jabatan penting di kampus bagi saya, cerita biasa walaupun saya juga
sudah sering mendengarkan cerita-cerita orang sukses. Tapi cerita
mengenai asmara itu yang paling saya ingat.
Saya
ingat betul. Bagaimana untuk “menaklukkan”
sang Kekasih Hati, si Rasyid menanyakan hobby orang tua. Si Pacar
kemudian menceritakan sang Ibu yang “Hobby”
menanam kembang anggrek.
Dunia
anggrek merupakan Dunia aneh. Rasyid-pun tidak kehilangan akal. Namun
tidak menghalangi dan Rasyid untuk “menaklukan”
sang “Camer”.
Sang Rasyid kemudian harus “riset”
mengetahui nama-nama anggrek. Cara “stek”,
umur tanaman, cara merawat anggrek. Bagaimana “menjemur”
tanaman anggrek. Harus beli buku, mampir ke tukang anggrek, sibuk
tanya-tanya ke teman-teman dari fakultas Pertanian. Pokoknya “Belajar
habis hal ikhwal”
tentang anggrek. “Perlu
waktu 3 bulan untuk belajar semuanya”
kata Rasyid untuk menegaskan “kesungguh-sungguhan”
menaklukkan sang Camer.
Setelah
“dianggap
cukup mengetahui tentang anggrek”.
Barulah Rasyid berani ke rumah Sang Pacar.
Nah,
pas waktu ke rumah sang “Camer”.
Memang sang Ibu lagi “sibuk”
berkebun dengan “anggrek”.
Sang Rasyid kemudian mendekati Sang Ibu. Si Rasyd kemudian bisa
menceritakan dengan baik. Lengkap bagaimana cara “Stek”,
lama pertumbuhan, pakai pernik-pernik.
Mendengarkan
penjelasan yang disampaikan sang Calon “mantu”,
tentu saja sang “Camer”
akan luluh. Dia kemudian memberikan “gunting
tanaman”
kepada Rasyid dan Rasyid kemudian mengerjakan berdasarkan “teori”
yang telah disampaikan. Dia kemudian malah banyak “belajar”
dengan “sang
mantu”.
Saya
kagum dengan perjuangan “gigih”
dari Sang Mantu. Tidak pernah terpikirkan. Tidak pernah terbayangkan
“bagaimana
menaklukan sang camer”
oleh “sang
Mantu”.
Cerita ini sangat berkesan.
Sambil
menutup pembicaraan kemudian, saya bertanya “masih
ingat semuanya”.
Sambil mengeloyor pergi ambil minuman dia berujar “tidak
ada satupun yang ingat”.
Kami tertawa lepas.
Cerita
mengenai “menaklukkan”
mertua dengan “cerita
anggrek”
memberikan kesan yang dalam. Bahwa “seorang
Rasyid”
meraih semuanya dengan perencanaan yang matang, sangat berhitung,
tidak menyerah, konsistensi dan segala sesuatu dengan baik. Kesan ini
sangat berbekas. Sehingga segala sesuatu yang telah diraihnya
kemudian adalah proses yang panjang. Tidak serta-merta mendapatkan
dengan mudah.
Lantas
apakah dengan “berganti”
nama dari Abdul Rasyid menjadi “abdullah
Rasyid”,
ada keraguan terhadap diri Rasyid ? Apakah cerita yang telah
disampaikan kepada saya tidak begitu diingatkan lagi ? Apakah Rasyid
tidak yakin bahwa segala sesuatu harus diraih dengan perencanaan yang
matang, dan kemudian harus berganti nama ?
Saya
tidak “mempersoalkan”
pergantian nama. Namun yang pasti, cerita tentang “anggrek”
lebih berkesan. Memberikan inspirasi baru kepada saya. Dan itu lebih
penting daripada cuma sekedar “cerita
ganti nama”.
Terima kasih atas cerita tentang “anggrek”, Bung Abdul Rasyid. Eh. Abdullah Rasyid.