Publik
terhenyak, ketika KPK “menangkap petinggi” sebuah partai.
Tanpa mengurangi kampanye sebagai partai “bersih”, reaktif
(penulis sengaja menggunakan kata-kata “reaktif” melihat
respon) dari partai sungguh-sungguh aneh dan memerlukan logika
yang tepat untuk memahaminya. Ada sebuah kata penting dari respon
itu. Kata “Konspirasi”. Kata-kata ini penting selain ingin
mengetahui bagaimana kejadian “sebenarnya” sehingga kita
mudah memahami pesannya, juga akan berkaitan dengan integritas dari
KPK itu sendiri.
Proses
hukum “sedang” berlangsung”. Kita tetap berharap kepada
KPK menjalankan tugasnya secara profesional. Namun yang menarik
perhatian tentu saja kata-kata “konspirasi” didalam
melihat peristiwa itu.
Kata-kata
“konspirasi” selalu terungkap apabila adanya politisi yang
“ditangkap” dalam berbagai kasus termasuk kasus korupsi.
Entah dengan tudingan “serius” seperti “tudingan”
Wa Ode yang “berbicara” di Talkshow “Mata Najwa”
di Metro TV, diseretnya pengurus Partai penguasa, ditangkapnya
berbagai anggota parlemen dalam kasus “travel ceque”
pemilihan Deputy Gubernur BI.
Kata-kata
“konspirasi” dapat dibaca juga ketika para penguasa
“hendak”membungkam” kaum kritis seperti Rizal Ramli,
mantan Kabarreskim, mantan Ketua KPK, kriminalisasi Bibit-Chandra dan
sebagainya. Waktu yang kemudian membuka mata ternyata asumsi yang
beredar di tengah masyarakat menjawab, memang adanya “konspirasi”
serius terhadap kasus-kasus diatas.
Namun
berbanding terbalik dengan “konspirasi” terhadap kaum
kritis, tuduhan serius terhadap konspirasi “ditangkapnya”
petinggi partai terkuak di Pengadilan. Dalam berbagai persidangan,
secara kasatmata sudah terlihat bagaimana “upaya skenario”
yang sangat sistematis, rapi dan terbungkus dengan cara-cara yang
sangat canggih dipertontonkan. Ada pembagian “fee” untuk
petinggi partai, ada bau busuk “gratifikasi sex”, ada
istilah “apel Washington” atau “apel malang”.
Ada kata-kata sandi yang hanya dimengerti mereka sendiri. Cara-cara
ini kemudian diperlihatkan KPK di persidangan sehingga praktis ketika
diputuskan perkaranya, publik semakin apatis istilah kata
“konspirasi” dari petinggi partai.
Dengan
melihat perbandingan antara kata-kata “konspirasi”
terhadap kaum kritis dengan yang disampaikan oleh petinggi partai,
penulis berkeyakinan, kinerja KPK tidak mudah dipertaruhkan kepada
“urusan politik”. Harga mahal yang terlalu resiko yang
harus ditanggung KPK.
Namun
waktu yang menjawabnya. Apakah pernyataan “konspirasi”
dari petinggi partai hanyalah “sekedar mengalihkan issu”
atau memang adanya upaya “konspirasi” terhadap petinggi
partai.