26 Maret 2013

opini musri nauli : TUMBUH DIATAS TUMBUH DALAM PANDANGAN VON BURI



Entah beberapa kali, sang penutur selalu mengeluarkan kata “Tumbuh diatas Tumbuh” ketika pertanyaan disampaikan untuk menjawab bagaimana masyarakat menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul akibat dilanggarnya hukum adat.
Kata-kata itu seakan-akan bak mantra. Mampu menjawab berbagai persoalan yang tidak pernah terpikirkan oleh penulis untuk memahami bagaimana masyarakat menyelesaikan persoalan.

Berangkat dari kata-kata “Tumbuh diatas Tumbuh”, maka kemudian mencoba melihat apakah kata-kata itu mantra dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari persoalan hukum adat.

Kata-kata “Tumbuh diatas tumbuh” penulis temukan di daerah Desa-desa penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (buffer zone TNBT) seperti Semambu, Muara Sekalo Suo-suo dan Tuo Sumay yang kemudian termasuk kedalam Kecamatan Sumay. Setiap masyarakat dengan fasih menerangkan nilai-nilai agung ini dengan baik.

Sebagai Desa-desa yang langsung berbatasan dengan Propinsi Riau, mereka mengenal batas Desa (Tambo) yang kemudian mereka tandai seperti “Salo belarik”, bakal bekuak, Sebekal Bekual, Kerbau bekuak”. Sampai sekarang batas itu masih dapat ditandai dengan baik.

Sebagai wilayah adat dalam persekutuan hukum (rechtsgemeenshap), mereka mengikrarkan diri dalam Margo Sumay. Margo Sumay dalam perkembangannya menjadi Kecamatan Sumay, sebuah Kecamatan di Tebo di bawah kaki Bukit Tigapuluh.

Tanpa dipengaruhi oleh hikayat, mitos ataupun cerita yang diterima dari nenek moyang, harus diakui, didalam melihat segala sesuatu dilatar belakang dengna pemikiran mistis dan rasional. Dikatakan mistis karena ada beberapa jawaban yang masih memerlukan kajian yang mendalam. Sedangkan apabila dikatakan rasional apabila jawaban diberikan, dapat diterima dengan akal pikiran yang rasional.

Tumbuh diatas tumbuh adalah nilai filosofis yang fundamental. Dalam bacaan modern, nilai ini merupakan nilai fundamental (ground norm) dalam pemikiran Hans Kelsen yang kemudian dapat ditarik menjadi norma-norma yang dapat diterapkan secara praktis.

Tumbuh diatas tumbuh apabila dilihat dari makna harfiahnya berarti “setiap persoalan harus dilihat dari sebab perbuatan itu terjadi”. Sebagai contoh, sebuah perkelahian yang terjadi, tentu saja harus didengarkan dari keterangan dua pihak. Mengapa perkelahian itu terjadi. Sebelum dijatuhkan pidana adat (delik adat) seperti “menguak daging. Merencong tulang”, harus dipastikan mengapa peristiwa itu terjadi.

Pemikiran ini sebenarnya berangkat dari teori yang disampaikan oleh von Buri yang kemudian dikenal Teori hubungan sebab akibat yang biasa dikenal dengan istilah teori kausalitas (Teori conditio sine qua non). Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873 oleh Von Buri, ahli hukum dari Jerman. Beliau mengatakan bahwa tiap-tiap syarat yang menjadi penyebab suatu akibat yang tidak dapat dihilangkan (weggedacht) dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap “causa” (akibat).

Tiap faktor tidak diberi nilai, jika dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta tidak ada hubungan kausal dengan akibat yang timbul. Tiap factor diberi nilai, jika tidak dapat dihilangkan (niet weggedacht) dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta memiliki hubungan kausal dengan timbulnya akibat.

Teori conditio sine qua non disebut juga teori equivalen (equivalent theorie), karena tiap factor yang tidak dapat dhilangkan diberi nilai sama dan sederajat. Maka teori Von Buri ini menerima beberapa sebab (meervoudige causa)

Sebutan lain dari teori Von Buri ini adalah “bedingungs theorie” (teori syarat). Disebut demikian karena dalam teori ini antara syarat (bedingung) dengan sebab (causa) tidak ada perbedaan.

Dengan melihat teori yang disampaikan oleh Von Buri, maka nilai filosofi dari “tumbuh diatas tumbuh” berangkat dari setiap perbuatan yang ditimbulkan merupakan akibat dari sebab sebuah peristiwa.

Tumbuh diatas tumbuh merupakan salah satu nilai fundamental penting yang masih tetap kukuh dipertahankan masyarakat. Berangkat dari Tumbuh diatas tumbuh, mereka dapat menyelesaikan masalah yang timbul tanpa harus menghakimi dan memberikan putusan yang keliru.

Sehingga teori von Buri ternyata merupakan teori yang universal, rasional dan dapat digunakan masyarakat didalam menyelesaikan berbagai persoalan.

Dengan melihat paparan yang telah disampaikan, maka harus diakui, masih banyak pengetahuan lokal yang harus digali dan diolah.

Merupakan kesempatan dan kehormatan apabila kita mau sejenak untuk memalingkan wajah untuk menemukan, menggali bahkan mengolahnya pengetahuan dari masyarakat. Kita tidak egois menawarkan dogma-dogma yang dibawa dari negara barat. Padahal di sekitar alam telah mengajarkannya.

Dimuat di "Tinta Emas untuk Jambi", Pelanta, 2014