Tiba-tiba
dada ini seakan-akan sesak. Spanduk dan baliho bertebatan sepanjang
perjalanan. Dimulai dengan tangan terkatup didada hingga tangan
terkepal ke atas.
Ya.
Kita menjelang memasuki Pemilu 2014. Apabila tidak ada aral
melantang, Pemilu dilaksanakan
Pemilu
legislatif dilaksanakan 9 April 2014 kemudian diteruskan Pemilu
Presiden/Wakil Presiden.
Namun
dada ini sudah sesak. Belum lagi ditetapkan Daftar Pencalonan Anggota
Legislatif oleh KPU, sudah bertebaran baliho, spanduk, umbul ataupun
berbagai atribut sepanjang perjalanan. Entah dengan alasan hendak
sosialisasi Nomor urut Partai, para kandidate anggota Parlemen
“seakan-akan” berlomba hendak “memperkenalkan diri”.
Kata-katanya
mulai dari “bombastis” seperti “memperjuangkan kepentingan
rakyat”, “menjalankan amanah rakyat” hingga kata-kata biasa,
datar seperti “teruskan perjuangan rakyat”, “mohon doa restu”,
“yang muda memimpin”.
Melihat
spanduk, baliho dan berbagai atribut lainnya, maka sudah dipastikan
semangat untuk memperkenalkan diri dilatar belakangi idiom-idiom
partai. Partai-partai yang mengusung nasionalis tentu saja menawarkan
simbol-simbol nasionalis. Maka kata-kata seperti “rakyat”,
“kepentingan rakyat” merupakan tema yang paling sering
dikumandangkan. Begitu juga sebaliknya. Partai yang berlatar belakang
islam menggunakan kata-kata seperti “Mohon doa restu”,
“menjalankan amanah rakyat”, “Beri kepercayaan kepada kami,
Insya allah amanat bisa ditunaikan”.
Begitu
juga warna-warna partai begitu mendominasi. Partai yang menggunakan
warna merah, maka sudah dipastikan akan diusung para kandidate
nasionalis yang menggunakan kata-kata “rakyat”. Partai Islam yang
menggunakan warna hijau menggunakan kata-kata “Amanah”, “mohon
doa restu”, insya allah”.
Kandidate
yang berlatar belakang nasionalis kebanyakan “mengepalkan tangan”.
Sedangkan kandidate partai islam, selalu dengan tangan terkatup
didada.
“Seakan-akan”
belum cukup. Untuk memperkenalkan diri, selain menuliskan namanya
secara lengkap, biasanya dengan background gambar tokoh terkenal.
Dimulai dari Soekarno, Pimpinan Nasional, tokoh-tokoh berpengaruh.
Bahkan banyak kandidate juga memasang photo Kepala Daerah.
Ada
juga yang memasung photo orang tuanya untuk menegaskan “siapa
dirinya'.
Sementara
kandidate yang sudah terkenal dan melanjutkan periode jabatan anggota
parlemen selanjutnya, selalu mencantumkan “pekerjaan” yang sudah
dilakukan. Lengkap dengan gambar pemberian pupuk atau alat-alat
pertanian. Dan ditambahi dengan kata-kata seperti “melanjutkan”,
“kami tidak berjanji, kami memberikan bukti'.
Pemilu
selalu memberikan harapan kepada rakyat terhadap proses demokrasi
yang tengah berlangsung. Pemilu merupakan sarana yang effekti untuk
mengukur “apakah” rakyat memberikan penilaian kinerja partai atau
sedang melakukan “penghukuman” terhadap partai. Pemilu merupakan
sarana demokrasi yang modern untuk memberikan kekuasaan kepada partai
untuk melakukan perubahan-perubahan di negara.
Pemilu
diharapkan akan memberikan harapan kepada rakyat.
Tanpa
mengurangi semangat untuk membangun negara yang tengah dilakukan oleh
Partai dan para kandidate, sudah semestinya, tempat-tempat pemasangan
spanduk, baliho, umbul-umbul disediakan tempat yang “enak”
dilihat. Sudah semestinya Pemilu merupakan “pesta demokrasi” yang
bisa dirasakan rakyat.
Pemilu
jangan “kehilangan” semangat kepada rakyat untuk memilih di kotak
suara. Sudah semestinya, cara-cara yang benar dan baik diperlukan
untuk “meyakini” rakyat agar memilih pada pemilu. Tidak mengambil
ruang publik untuk melihat keindahan kota tanpa dipengaruhi oleh
berbagai baliho, spanduk ataupun umbul-umbul yang sesak dan “memaksa”
kita harus melihatnya.