15 Agustus 2013

opini musri nauli : MUNAFIK DAN KORUPSI

Katakan tidak kepada “korupsi”. Demikian tagline Partai Demokrat menjelang memasuki Pemilu 2009. Tagline Partai Demokrat memang salah satu faktor yang berhasil mendulang dan memperoleh 150 kursi (26,4%) di DPR RI, setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4%). Sejarahpun mencatat Partai Demokrat berhasil mengantarkan SBY menjadi Presiden 2009-2014.



Namun sejarahpun mencatat, tagline Partai Demokrat kemudian memakan “tuah”. Angelina Sondakh kemudian terseret dalam kasus korupsi dan disebut-sebut oleh Winda Rossa Manullang dalam kasus wisma atlet.
Anas Urbaningrumpun kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Hembalang dan kini menunggu proses hukum selanjutnya.

Bersih dan Peduli.

Bersih dan peduli. Tema itu begitu kental terhadap PKS. Kampanye ini effektif sehingga meraih suara yang sangat signifikan. Tahun 1999, PKS meraih suara 1,436,565 (1,36%) dan berhasil meraih 7 kursi. Tahun 2004 melonjak dratis dengan meraih 8,325,020 (7,34%) dan menempatkan 45 orang. Tahun 2009 terus menaik dengan meraih 8,204,946 (7,88%) dan meraih kursi 57 kursi.

Prediksi lembaga-lembaga survey kemudian menempatkan PKS salah satu partai modern yang akan terus mendulang suara dan berhasil menempatkan partai yang “cukup diperhitungkan” dalam kancah politik.

Manuver yang lincah baik dalam Pansus Century, Pansus Mafia Pajak menempatkan PKS cukup piawai “memainkan” strategi politik. Dalam kancah politik, masuk kedalam koalisi Partai Pendukung Pemerintah namun dalam strategi parlemen “memainkan” oposisi yang effektif.

PKS salah satu Partai yang bersih. Hampir dalam setiap pemberitaan yang berkaitan dengan korupsi, PKS berhasil “menjaga” dan publik kemudian terus berharap kepada PKS.

Namun tagline “bersih” kemudian seakan-akan berbanding dengan ditangkapnya Presiden PKS, Luthi Hassan Ishak dalam skandal “daging Impor sapi”. Kampanye “bersih” memakan “tuahnya”. Tidak tanggung-tanggung. Langsung Tokoh Penting. Dan itu membalikkan logika yang sudah terbangun tagline “bersih”. LHI kemudian membongkar “praktek” dalam urusan “berbau” korupsi. Hampir sulit diterima dengan logika akal sehat. Sulit menerima peristiwa itu.



Guru Besar yang Idealis

Belum lepas dari “kekagetan” kita menerima penetapan LHI sebagai tersangka dan kemudian proses hukum, tiba-tiba kita dikagetkan “berita” ditangkapnya Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas.


Rudi disangka menerima suap sebanyak dua kali, yakni US$ 300 ribu pada bulan Ramadan dan US$ 400 ribu setelah Lebaran. Totalnya US$ 700 ribu. Uang ini dari Kernel Oil Pte Ltd, perusahaan perdagangan minyak mentah dan produk minyak bumi yang bermarkas besar di Singapura

Hampir sebagian besar kalangan “kaget”. Lembaga SKK Migas setelah BP Migas dibubarkan oleh MK, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai persoalan dalam tata niaga migas. Dan Rudi Rubiandini diharapkan dapat menjalankan amanat konstitusi paska putusan MK.

Literatur Rudi Rubiandini cukup menjanjikan. Sebagai Guru Besar ITB yang cerdas, Rudi Rubiandini mempunyai pemikiran yang cemerlang.

Dalam kasus Lumpur Lapindo sempat mencetuskan ide menghentikan luapan lumpur melalui teknik relief well. Teknik pengeboran relief well ini memungkinkan menghentikan semburan lumpur panas. Caranya, tiga titik sumur dibor hingga kedalaman 3 kilometer dengan menyemprotkan semen pada jalur pengeboran migas sumur Banjar Panji-1 milik Lapindo Brantas Inc.

Rudi bersikeras bahwa semburan lumpur Lapindo karena kesalahan teknik pengeboran, bukan bencana alam.

Rudi menuliskan ide ini dalam buku berjudul “Gerakan Menutup Lumpur Lapindo” pada 2008. Rudi sempat menjadi anggota Timnas Penggulangan Lumpur Lapindo bentukan presiden. Ia sendiri saat itu masuk sebagai anggota Timnas Sosial Ekonomi Penanggulangan Lumpur. (tempo).

Karirnya kemudian “melejit”. Dia kemudian masuk kedalam birokrat baik sebagai komisaris Bank Mandiri, Wamen ESDM dan Guru Besar ITB.

Munafik

Tiga tagline diatas “sekedar” menggambarkan bagaimana pemberitaan yang terus menerus tentang “katakan tidak pada korupsi”, “bersih dan peduli” dan “Guru Besar yang idealis” mencengkram pikiran kita. Kita kemudian dikabarkan “bagaimana' mengelola negara dengan menghadirkan tokoh-tokoh diatas. Mempunyai prestasi moncer, rising star, terjamin secara finansial, dihormati dan tentu saja menjadi panutan dan menginspirasi banyak orang.

Tagline terus menerus yang mencengkram otak kita. Ketika ketiga tagline berbanding terbalik, kita kemudian “dipaksa” menerima kenyataan. Mereka terus menerus menyebarkan tagline namun bersembunyi untuk “korupsi” kekayaan negara. Mereka kemudian “digelandang” KPK ke tahanan.

Hanya ada satu kata untuk menggambarkan rasa “kekagetan” kita. Munafik.