Katakan tidak kepada
“korupsi”. Demikian tagline Partai Demokrat menjelang
memasuki Pemilu 2009. Tagline Partai Demokrat memang salah satu
faktor yang berhasil mendulang dan memperoleh 150 kursi (26,4%) di
DPR RI, setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4%). Sejarahpun
mencatat Partai Demokrat berhasil mengantarkan SBY menjadi Presiden
2009-2014.
Namun sejarahpun
mencatat, tagline Partai Demokrat kemudian memakan “tuah”.
Angelina Sondakh kemudian terseret dalam kasus korupsi dan
disebut-sebut oleh Winda Rossa Manullang dalam kasus wisma atlet.
Anas Urbaningrumpun
kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Hembalang dan
kini menunggu proses hukum selanjutnya.
Bersih dan Peduli.
Bersih dan peduli. Tema
itu begitu kental terhadap PKS. Kampanye ini effektif sehingga meraih
suara yang sangat signifikan. Tahun 1999, PKS meraih suara 1,436,565
(1,36%) dan berhasil meraih 7 kursi. Tahun 2004 melonjak dratis
dengan meraih 8,325,020 (7,34%) dan menempatkan 45 orang. Tahun 2009
terus menaik dengan meraih 8,204,946 (7,88%) dan meraih kursi 57
kursi.
Prediksi lembaga-lembaga
survey kemudian menempatkan PKS salah satu partai modern yang akan
terus mendulang suara dan berhasil menempatkan partai yang “cukup
diperhitungkan” dalam kancah politik.
Manuver yang lincah baik
dalam Pansus Century, Pansus Mafia Pajak menempatkan PKS cukup piawai
“memainkan” strategi politik. Dalam kancah politik, masuk
kedalam koalisi Partai Pendukung Pemerintah namun dalam strategi
parlemen “memainkan” oposisi yang effektif.
PKS salah satu Partai
yang bersih. Hampir dalam setiap pemberitaan yang berkaitan dengan
korupsi, PKS berhasil “menjaga” dan publik kemudian terus
berharap kepada PKS.
Namun tagline “bersih”
kemudian seakan-akan berbanding dengan ditangkapnya Presiden PKS,
Luthi Hassan Ishak dalam skandal “daging Impor sapi”.
Kampanye “bersih” memakan “tuahnya”. Tidak
tanggung-tanggung. Langsung Tokoh Penting. Dan itu membalikkan logika
yang sudah terbangun tagline “bersih”. LHI kemudian
membongkar “praktek” dalam urusan “berbau”
korupsi. Hampir sulit diterima dengan logika akal sehat. Sulit
menerima peristiwa itu.
Guru Besar yang Idealis
Belum lepas dari
“kekagetan” kita menerima penetapan LHI sebagai tersangka
dan kemudian proses hukum, tiba-tiba kita dikagetkan “berita”
ditangkapnya Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas.
Rudi disangka menerima
suap sebanyak dua kali, yakni US$ 300 ribu pada bulan Ramadan dan US$
400 ribu setelah Lebaran. Totalnya US$ 700 ribu. Uang ini dari Kernel
Oil Pte Ltd, perusahaan perdagangan minyak mentah dan produk minyak
bumi yang bermarkas besar di Singapura
Hampir sebagian besar
kalangan “kaget”. Lembaga SKK Migas setelah BP Migas
dibubarkan oleh MK, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai persoalan
dalam tata niaga migas. Dan Rudi Rubiandini diharapkan dapat
menjalankan amanat konstitusi paska putusan MK.
Literatur Rudi Rubiandini
cukup menjanjikan. Sebagai Guru Besar ITB yang cerdas, Rudi
Rubiandini mempunyai pemikiran yang cemerlang.
Dalam kasus Lumpur
Lapindo sempat mencetuskan ide menghentikan luapan lumpur melalui
teknik relief well. Teknik pengeboran relief well ini memungkinkan
menghentikan semburan lumpur panas. Caranya, tiga titik sumur dibor
hingga kedalaman 3 kilometer dengan menyemprotkan semen pada jalur
pengeboran migas sumur Banjar Panji-1 milik Lapindo Brantas Inc.
Rudi bersikeras bahwa
semburan lumpur Lapindo karena kesalahan teknik pengeboran, bukan
bencana alam.
Rudi menuliskan ide ini
dalam buku berjudul “Gerakan Menutup Lumpur Lapindo” pada 2008.
Rudi sempat menjadi anggota Timnas Penggulangan Lumpur Lapindo
bentukan presiden. Ia sendiri saat itu masuk sebagai anggota Timnas
Sosial Ekonomi Penanggulangan Lumpur. (tempo).
Karirnya kemudian
“melejit”. Dia kemudian masuk kedalam birokrat baik
sebagai komisaris Bank Mandiri, Wamen ESDM dan Guru Besar ITB.
Munafik
Tiga tagline diatas
“sekedar” menggambarkan bagaimana pemberitaan yang terus
menerus tentang “katakan tidak pada korupsi”, “bersih
dan peduli” dan “Guru Besar yang idealis”
mencengkram pikiran kita. Kita kemudian dikabarkan “bagaimana'
mengelola negara dengan menghadirkan tokoh-tokoh diatas. Mempunyai
prestasi moncer, rising star, terjamin secara finansial, dihormati
dan tentu saja menjadi panutan dan menginspirasi banyak orang.
Tagline terus menerus
yang mencengkram otak kita. Ketika ketiga tagline berbanding
terbalik, kita kemudian “dipaksa” menerima kenyataan.
Mereka terus menerus menyebarkan tagline namun bersembunyi untuk
“korupsi” kekayaan negara. Mereka kemudian “digelandang”
KPK ke tahanan.
Hanya ada satu kata untuk
menggambarkan rasa “kekagetan” kita. Munafik.